Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Kaidah Nahi Munkar Terhadap Penguasa

Kaidah Nahi Munkar Terhadap Penguasa


Suatu hari Khalifah Harun ar-Rasyid mengajarkan kepada al-Ashma'i tentang prinsip-prinsip dan kaidah nahi munkar terhadap penguasa (pejabat). Berikut ini kisahnya, dan semoga kita bisa mengambil manfaat dari kisah nyata berikut ini.

Suatu ketika seorang da'i yang tidak mengetahui sedikit pun tentang prinsip- prinsip itu mendatangi khalifah dan menasihatinya dengan kata-kata keras dan kasar.

Khalifah ar-Rasyid memang sangat menyenangi para ulama dan sering duduk-duduk bersama sambil mendengarkan nasihat mereka. Namun, lain halnya dengan seorang yang satu ini.

Ar-Rasyid berkata kepadanya, "Cobalah engkau berbicara dengan baik dan objektif kepadaku."

Da'i itu menjawab, "Itu adalah yang paling minimal bagimu."

Ar-Rasyid, "Cobalah beritahu kepadaku siapa yang lebih jahat, aku atau Fir'aun?"

Sang da'i, "Fir'aun."

Ar-Rasyid, "Siapakah yang lebih baik, engkau atau Musa bin Imran?" Sang da'i, "Musa."

Ar-Rasyid, "Apakah engkau tidak tahu ketika Allah SWT mengutus Musa dan saudaranya Harun kepada Fir'aun?

Allah berpesan kepada keduanya, "Maka bicaralah kamu berdua kepadanya dengan perkataan yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut."

Sang da'i, "Ya, aku tahu."

Ar-Rasyid, "Itu adalah Fir'aun yang penuh dengan kesombongan dan kezaliman, sementara engkau datang kepadaku dengan keadaan begitu?".

Ar- Rasyid melanjutkan, "Aku melaksanakan kewajiban-kewajibanku terhadap Allah, aku hanya menyembah kepada Allah. Aku menaati hukum-hukum, perintah dan larangan-Nya, sedangkan engkau menasihatiku dengan nada yang keras dan kata-kata yang kasar tanpa tata krama dan akhlak. Engkau tidak akan aman dan selamat jika aku menangkapmu. Dan jika engkau telah menawarkan jiwamu, berarti engkau sudah tidak memerlukannya lagi."

Sang da'i, "Aku telah bersalah, wahai Amirul Mukminin dan aku minta maaf."

Ar-Rasyid, "Semoga Allah mengampunimu."

Kemudian Khalifah memberinya uang dua puluh ribu dirham, tetapi sang da'i menolak menerimanya.

Lantas bagaimana jika seorang yang dikatakan ulama sudah berani mengkafirkan penguasa-penguasa padahal jelas dalam kesehariannya mereka memeluk Islam? apakah mereka bisa melihat hingga ke isi hati para penguasa itu jika mereka saja bisa menyebutnya kafir atau menuduh dengan kata-kata yang keras dan kasar? Apakah mereka sudah ingin menggantikan posisi Tuhannya Yang Maha Tahu segalanya?

Semoga para ulama dan umara' bisa memberikan pelajaran yang lebih baik kepada siapa saja yang mereka pimpin. Wallahu'alam.



Muhammad Syafi'i
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger