Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Tips Mendapatkan Rejeki (Menemukan Kunci Rizki)

Tips Mendapatkan Rejeki (Menemukan Kunci Rizki)

Kemiskinan dan kekurangan telah menjadi momok dalam kehidupan manusia di berbagai zaman. Ketika seseorang miskin menjadikannya gelap mata sehingga melakukan segala cara agar ia dapat memenuhi kebutuhan dan hajatnya. Kemiskinan menyebabkan dekadensi iman dan moral bagi sebagian besar umat Islam saat ini. Tipu sana tipu sini dan pelanggaran terhadap segala norma adat serta agama dengan dalih mencari sesuap nasi telah menjangkiti hampir sebagaian besar umat Islam di Indonesia. Betulkah yang demikian ini?

Krisis iman dan moral yang melanda negeri ini telah mengakibatkan sebagaian dari kita menjauhi Allah sang pencipta yang memberikan rezeki bagi kita. Seakan tidak percaya aka rezeki Allah yang dibagikan secara adil kepada hambanya, maka tidak jarang kita melihat di berbagai media cetak dan elektronik memberitakan pertengkaran hingga pembunuhan akibat perebutan uang dan harta. Seandainya kita mau berpikir, bagaimana mungkin seekor burung yang terbang di pagi hari dari sarangnya dengan mulut yan kosong dan penuh tawakal, tatakla kembali ia telah membawa makanan yang cukup bagi dirinya dan anak-anaknya? Siapa yang menggerakkan hati burung-burung itu? Siapa yang menunjukkan burung itu jalan hingga ia menemukan makanannya? Siapa lagi jika bukan Allah Tuhan pencipta langit dan bumi serta seluruh jagad semesta ini. Allah pula yan memberikan rezeki bagi setiap makhluknya, Hingga seekor binatang yang paling kecil yang berjalan di tempat paling gelap pada bagian bumi ini oleh telah memberikan mereka jatah rezeki-Nya. Semua terbagi dengan adil.

Lalu, kita manusia yang diciptakan oleh Allah sebagai makhluk sempurna, mengapa sering menggerutu bahwa Allah tidak adil dalam membagikan rezekinya? Sehingga sering kita melakukan syirik kecil terhadap Allah karena terlalu “menuhankan uang”, naudzubillah min dzalik. Rezeki Allah sebenarnya telah ada di depan mata kita. Namun karena dosa-dosa dan maksiat yang kita lakukan, kita tidak dapat melihat jalan menuju rezeki Allah tersebut. Ibaratnya ketika kita berkendaraan pada suatu malam yang ketika itu terjadi hujan lebat sehingga menutupi pandangan kita, apakah kita berasumsi bahwa di depan tidak ada jalan? Tentu saja tidak bukan? Karena sebenarnya di depan ada jalan. Hanya saja pandangan kita terhalang oleh kepekatan malam dan hujan yang lebat sehingga jalan tersebut tidak terlihat. Begitulah kira-kira dosa dan maksiat yang kita jalani selama ini, Menjadikan penghalang bagi kita untuk melihat jalan menuju rezeki Allah tersebut.

Maka pada kondisi yang demikian tidak ada jalan bagi kita kecuali bertobat dan istighfar memohon ampunan kepada Allah Yang Maha Pengampun dan Maha Menutupi (kesalahan). Para ulama-pewaris Nabi- telah menjelaskan hakikat istighfar dan taubat itu. Di antaranya mereka mengatakan: “taubat adalah meninggalkan dosa karena keburukannya, menyesali dosa yang telah dilakukan, berkeinginan kuat untuk tidak mengulanginya dan berusaha melakukan apa yang bisa diulangi (mengganti dosanya dengan berbuat kebaikan). Jika keempat hal itu telah terpenuhi berarti syarat taubatnya telah sempurna".

Imam An-Nawawi dalam kitabnya Riyadhus Shalihin (Taman Surga Kaum Saleh) menjelaskan, "Para ulama berkata, 'bertaubat dari setiap dosa hukumnya adalah wajib. Jika maksiat (dosa) itu antara hamba dengan Allah, yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak manusia maka syaratnya ada tiga. Pertama, hendaknya ia menjauhi maksiat tersebut. Kedua, ia harus menyesali perbuatan (maksiat)nya. Ketiga, ia harus berkeinginan untuk tidak mengulanginya lagi. Jika salah satunya hilang, maka taubatnya tidak sah. Jika taubat itu berkaitan dengan manusia maka syaratnya ada empat. Ketiga syarat di atas dan di stambah satu: hendaknya ia membebaskan diri dengan memenuhi hak orang tersebut. Jika berbentuk harta benda atau sejenisnya maka ia harus mengem-balikannya. Jika berupa had (hukuman) tuduhan atau sejenisnya maka ia harus memberinya kesempatan untuk membalasnya atau meminta maaf kepadanya. Jika berupa ghibah (menggunjing), maka ia harus meminta maaf."

Sedangkan istighfar itu sendiri menurut ulama adalah meminta (ampunan) dengan ucapan dan perbuatan. Sebagaimana firman Allah, “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya dia adalah Maha Pengampun” (QS Nuh: 10).

Meminta ampun kepada Allah tidaklah cukup dengan lisan semata, lebih dari itu harus diikuti dengan lisan dan perbuatan. Bahkan hingga dikatakan, memohon ampun (istighfar) hanya dengan lisan saja tanpa disertai perbuatan adalah pekerjaan para pendusta. Beberapa nash (teks) Al-Qur'an dan Al-Hadis menunjukkan bahwa istighfar dan taubat termasuk sebab-sebab rizki dengan karunia Allah, antara lain:

“'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya dia adalah Maha Pengampun. Niscaya dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat. Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS Nuh: 10-12)

Amirul mukminin Umar bin Khaththab juga berpegang dengan apa yang terkandung dalam ayat-ayat ini ketika beliau memohon hujan dari Allah. Muthrif meriwayatkan dari Asy-Sya'bi: "Bahwasannya Sayyidina Umar keluar untuk memohon hujan bersama orang banyak. Dan beliau tidak lebih dari mengucapkan istighfar (memohon ampun kepada Allah) lalu beliau pulang. Maka seseorang bertanya kepadanya, 'Aku tidak mendengar Anda memohon hujan'. Maka ia menjawab, 'Aku memohon diturunkannya hujan dengan mujahadah langit yang dengannya diharapkan bakal turun air hujan. Lalu beliau membaca ayat: "Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat." (Nuh: 10-11).

Imam Al-Hasan Al-Bashri juga menganjurkan istighfar (memohon ampun) kepada setiap orang yang mengadukan kepadanya tentang kegersangan, kefakiran, sedikitnya keturunan dan kekeringan kebun-kebun. Hal ini juga dilakukan oleh para kiai dan habaib yang saleh di Indonesia. Setiap ada tamu yang mengajukan permasalaham kehidupannya maka mereka menyuruhnya untuk beristighfar dan bertaubat kepada Allah.

Imam Al-Qurthubi menyebutkan dari Ibnu Shabih, bahwasanya ia berkata: "Ada seorang laki-laki mengadu kepada Al-Hasan Al-Bashri tentang kegersangan (bumi) maka beliau berkata kepadanya, "Beristighfarlah kepada Allah!" Yang lain mengadu kepadanya tentang kemiskinan maka beliau berkata kepadanya, "Beristighfarlah kepada Allah!" Yang lain lagi berkata kepadanya, "Do'akanlah (aku) kepada Allah, agar Ia memberiku anak!" Maka beliau mengatakan kepadanya, "Beristighfarlah kepada Allah!" Dan yang lain lagi mengadu kepadanya tentang kekeringan kebunnya maka beliau mengatakan (pula) kepadanya, "Beristighfarlah kepada Allah!".

Dalam firmannya yang lain, Allah menyuruh kita agar berlomba-lomba memohon ampun kepada-Nya dengan pahala surga yang luasnya gabungan dari langit dan bumi, “Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah mempunyai karunia yang besar. “ (QS al-Hadiid: 21).

Baginda Rasulullah SAW dalam berbagai hadisnya juga mengajarkan kepada kita agar bersitighfar jika ingin terbuka kunci-kunci rizki Allah. Hadis itu antara lain yang diriwayatkan Imam Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa'i, Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Abdullah bin Abbas ia berkata, Rasulullah bersabda: "Barangsiapa memperbanyak istighfar (mohon ampun kepada Allah), niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitan-nya kelapangan dan Allah akan memberinya rizki (yang halal) dari arah yang tiada disangka-sangka".

Begitulah, masih banyak ayat dan sunnah nabawiyah yang menunjukkan keutamaan istighfar untuk membuka kunci-kunci rezeki Allah ini. Maka, mulai dari sekarang, sebagai manusia yang paling lemah tak ada daya upayanya terhadap Allah sedikitpun sudah sepatutnya kita melazimkan istighfar dan ampunan kepada Allah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.

“Ya Allah sungguh engkau adalah pemeliharaku, tiada tuhan yangberhak disembah selain engkau. Engkau telah menciptakanku, dan aku adalah hamba-Mu, dan aku berada pada janji dan ancaman-Mu menurut kesanggupanku. Aku berlindung kepada Engkau dari kejahata yang telah kuperbuat, dan aku mengakui semua nikmat yang telah engkau limpahkan kepadaku dan aku mengakui pula dosa-dosaku kepada-Mu, maka berikanlah ampunan yang berlimpah bagiku, sesungguhnya tiada yang dapat mengampuni dosa-dosa itu selain engkau sendiri.”


Sayyid Abdul Qadir Umar Mauladdawilah
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger