Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Dicabutnya Ilmu Dari Manusia Bag. 1

Dicabutnya Ilmu Dari Manusia Bag. 1


قال رسول الله صلى الله عليه وسلم
: إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
( صحيح البخاري )
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari hamba-hamba. Akan tetapi Dia (Allah) mencabutnya dengan diwafatkannya para ulama sehingga jika Allah tidak menyisakan seorang ulama pun (diwilayah itu), maka orang-orang mengangkat ulama dan sesepuh dari kalangan orang-orang bodoh. Kemudian mereka ditanya, mereka pun berfatwa tanpa dasar ilmu, mereka sesat dan menyesatkan.” (Shahih Bukhori)

Jika cahaya keberkahan itu dibuka oleh Allah subhanahu wata’ala untuk menerangi jiwa kita maka di saat itu keberkahan akan muncul di penglihatan kita sehingga Allah menunutun semua yang kita lihat, menuntun kita kepada keluhuran, ketika kita melihat fuqara’ dan melihat apapun, maka yang akan kita lihat bukan lagi hanya sekedar bentuk, warna, gambaran atau sifat, namun yang kita lihat akan menuntun kita pada rahasia keluhuran Allah, mengingatkan kita kepada Allah, membuat kita semakin khusyu’. Dan jika kita melihat orang yang kaya atau miskin, orang yang gembira atau sedih, atau yang lainnya kesemuanya itu tidak akan membuat kita berpaling namun akan menuntun kita kepada jalan yang paling luhur yaitu jalan menuju Allah subhanahu wata’ala, jalan kepada ketenangan dunia dan akhirah, jalan kepada kekhusyuan, jalan menuju nama-Nya Yang Maha Luhur yang mengawali segenap nama, yang membuka rahasia segenap keluhuran yang muncul pada setiap hamba-hamba-Nya yang masing-masing mempunyai nama, dan setiap nama itu telah diterbitkan padanya keluhuran di dunia dan akhirah, atau keluhuran di dunia saja. 

Semoga namaku dan nama kalian diterangi cahaya keluhuran di dunia dan akhirah, diterangi dengan cahaya keberkahan di dunia dan akhirah, begitu juga dengan pendengaran kita, penglihatan kita, ucapan kita, perbuatan kita, pekerjaan kita, rumah tangga dan keluarga kita diterangi cahaya Allah, dinaungi Allah, dinaungi kewibawaan Allah, dinaungi keluhuran Allah, dinaungi keberkahan Allah, dinaungi keindahan Allah.
Ketika Allah telah membukakan kepada seseorang rahasia keindahan Allah maka ia tidak akan lagi merasa susah dengan musibah, dan tidak pula ia akan tertipu dengan kenikmatan, karena hatinya telah dekat dengan Sang Maha Abadi, Allah subhanahu wata’ala. 

Bagaimana cara dekat dengan Sang Maha Abadi ?, dekatlah kepada orang yang menuntunmu kepada tuntunan keluhuran Sang Maha Abadi, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, maka yang harus kita temui dan kita dekati setelah wafatnya sayyidina nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah para pewarisnya.

Rantai keguruan yang tadi saya sampaikan disebut dengan Silsilah Dzahabiyyah ( rantai emas ) atau Silsilah Qutbiyyah yang kesemua rantai itu adalah para wali Allah, para shalihin dan para Ulama’ ahlussujud (orang yg banyak beribadah dan banyak bersujud) yang diperoleh dari gurunya ahlu assujud dan dari gurunya ahlu assujud dan seterusnya sampai kepada imam ahlu assujud, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan dari ahlulkhusyu’ berguru kepada ahlulkhusyu’, berguru kepada ahlulkhusyu’ dan seterusnya hingga sampai kepada imam ahlulkhusyu’ sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, orang yang bercahaya dengan makrifah, haqiqah dan syariah berpadu di dalam setiap tuntunan mereka, jiwa mereka penuh dengan keluhuran makrifah, haqiqah dan syariah yang bersambung dari guru ke guru hingga sampai kepada pemimpin pembawa syariah, makrifah dan haqiqah, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. 

Maka rantai keguruan itu disebut sebagai rantai emas, dan disebutkan para salafussalih bahwa barangsiapa yang menyatukan sanad (ikatan dan hubungan) keguruan dengan keguruan itu maka tidak akan pernah terputus selama-lamanya, bagaikan rantai emas yang bersatu antara satu mata rantai dengan mata rantai yang lainnya, yang mana jika digerakkan satu mata rantai maka akan bergerak pula seluruh mata rantai hingga ke ujung mata rantai, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. 

Kita mendengar keluhuran hadits nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhari bahwa Allah subhanahu wata’ala tidak mencabut ilmu dengan cara mencabutnya dari dada para ulama’ tetapi dengan cara mewafatkan para ulama’, inilah musibah terbesar di muka bumi, bukanlah gempa bumi atau tsunami, bukan pula gunung berapi atau angin topan dan lain sebagainya. 

Musibah yang sebenarnya adalah wafatnya para ulama’, jika ulama’ telah wafat maka semua musibah akan muncul. Maka semakin Allah panjangkan usia para ulama’ kita musibah akan semakin menjauh. Jika para ulama’ sudah tidak ada maka manusia akan kebingungan dan mencari guru-guru yang tidak mempunyai sanad keguruan, atau guru yang jahil/tidak berilmu), tidak berguru pada ahlul khusyu’, yang akhirnya hal yang bid’ah akan dikatakan sunnah, dan sebaliknya yang sunnah dikatakan bid’ah, ziarah kubur dikatakan syirik, bertawassul dikatakan syirik, karena mereka tidak mempunyai sanad keguruan, mereka hanya belajar pada buku tanpa tuntunan guru, bukan berarti tidak boleh belajar pada buku namun tentunya jika kita punya guru seorang alim yang shalih maka ia akan mengajarkan kita jika kita tidak mengetahui makna yang kita baca dalam buku itu, maka boleh belajar pada buku namun harus mempunyai guru, karena guru bertanggung jawab jika seandainya kita salah, maka di hari kiamat guru yang akan bertanggung jawab atas kesalahan kita, maka akan dipanggil guru itu untuk bertanggung jawab atas ajaran yang tidak benar misalnya, maka guru mesti bertanggung jawab, namun buku tidak akan bisa bertanggung jawab (atau dimintai pertangggungjawab). 

Oleh sebab itu sanad keguruan sangat penting , maka berpegang teguhlah dengan rantai sanad keguruan. Dan para habaib dan ulama’ yang di Indonesia sanad keguruan mereka sampai kepada sanad yang tadi saya sebutkan, oleh sebab itu berpeganglah padanya, jangan sampai kita berguru pada orang yang tidak mempunyai sanad keguruan, karena sabda Rasulullah bahwa jika para ulama telah tiada maka manusia akan berguru kepada yang tidak memiliki ilmu. Jika dalam satu wilayah tidak ada lagi ulama’, maka orang yang tidak berilmu akan dijadikan ulama’ sehingga ketika mereka bertanya mereka akan menjawab dan berfatwa semaunya tanpa ilmu, sehingga sesatlah dan menyesatkan. Maka berpeganglah kepada guru-guru yang shalih, yang mulia, berilmu, dan mempunyai sanad keguruan yang bersambung kepada rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Diriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhari di dalam kitabnya Adab Al Mufrad, dan juga Al Imam Baihaqi, dan Al Imam Thabrani dan lainnya, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِخِيَارِكُمْ ؟ قَالُوْا : بَلَى . قَالَ : اَلَّذِيْنَ إِذَا رُؤُوْا ذُكِرَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ
“Maukah kalian saya beritahu orang yang terbaik di antara kalian?” mereka menjawab: “mau wahai Rasulullah” beliau bersabda: “ yaitu orang-orang yang bila kalian melihatnya, mereka itu selalu berdzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla.”

Mereka adalah para ulama’ dan shalihin, para ahlussujud, para ahlu dzikr, jika engkau melihat wajahnya maka akan bergetar jiwamu karena ingat kepada Allah subhanahu wata’ala, hal ini telah disampaikan oleh rasulullah 14 abad yang silam. Tadi kita telah mendengar sanad keguruan kita sekaligus juga untuk mengingatkan bahwa hari Minggu, 26 Desember 2010 Haul Al Imam Fakhrul wujud Abu Bakr bin Salim maula ‘Inat di komplek Hankam Cidodol Kebayoran Lama. Beliau adalah seorang hujjatul islam dan seorang yang sangat luhur derajatnya di sisi Allah subhanahu wata’ala, dengan ilmu yang sedemikian luasnya sehingga sering menjadi rujukan bagi para ulama’ di masanya, beliau adalah sosok yang sangat tawadhu’, disebutkan dalam salah satu riwayat dan telah kita dengar sabda rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :

اتّقُوْا فِرَاسَةَ الْمُؤْمِنِ فَإنّهُ يَنْظُرُ بِنُوْرِ اللهِ
“ Takutilah firasat seorang mukmin, karena ia melihat dengan cahaya dari Allah ”

Suatu hari Al Imam Fakhrul wujud kedatangan tamu seorang wanita yang telah membuatkan makanan semalam penuh khusus untuk Al Imam, dan ketika wanita itu sampai di depan pintu rumah Al Imam, maka penjaga pintu berkata : “Ibu mau kemana?”, ibu itu menjawab : “aku mau menghadiahkan semangkuk bubur ini untuk sang imam”, maka penjaga itu berkata : “wahai ibu, lebih baik makanan ini dishadaqahkan saja kepada fuqara’ karena setiap harinya di dapur al imam selalu dipenuhi dengan sembelihan kambing dan puluhan kilo beras dimasak setiap harinya”, maka ibu itu merasa kecewa namun menyadari apa yang telah dikatakan oleh penjaga itu, karena pastilah semangkuk bubur itu tidaklah ada artinya bagi al imam fakhrul wujud, kemudian ia pun pergi. 

Maka muncullah firasat pada Al Imam fakhrul wujud, dan disaat itu beliau duduk bersama tamu-tamunya kemudian keluar berlari untuk mengejar tamunya, padahal belum pernah Al Imam Fakhrul wujud berlari, seraya memanggil : “wahai ibu, wahai ibu, apa yang engkau bawa?” penjaga pintu itu kaget dan terheran karena baru pertama kali melihat al imam berlari. Maka ibu itu berkata : “wahai Al Imam aku hanya membawa semangkuk bubur ini yang kubuat semalaman hanya untuk imam, namun penjagamu mengatakan bahwa semangkuk bubur ini tidak berarti karena di dapur sang imam telah dipenuhi banyak makanan maka lebih baik bubur ini kusedekahkan kepada fakir miskin saja”, maka Al Imam fakhrul wujud berkata : “belum pernah ada hadiah yang lebih membuatku gembira selain hadiah darimu ini, jazakillah khairal jazaa”, kemudian al imam menerima makanan itu dengan gembira lalu beliau memberi ibu itu 1000 dinar. Kemudian Al Imam kembali kepada penjaganya dan berkata: “tahukah engkau bahwa ibu itu telah susah payah membuatkan makanan untukku walaupun sedikit??, maka seperti itulah keadaanku di hadapan Allah subhanahu wata’ala, yang mana aku telah beribadah semampuku namun tidak ada artinya di hadapan Allah, dan jika engkau usir ibu itu barangkali aku pun bisa terusir dari rahmat Allah subhanahu wata’ala”. Demikian ketawadhuan (rendah hati dan kesopanan adab) Al Imam Fakhru wujud Syaikh Abu Bakr bin Salim. Beliau mempunyai murid yaitu putranya Al Imam Husain bin Abi Bakr bin Salim, dan anaknya mempunyai murid yaitu Hujjatul Islam wabarakatul anam Al Imam Umar bin Abdurrahman Al Atthas Shahib Ar Rathib, dan beliau mempunyai murid yaitu Hujjatul Islam Al Imam Abdullah bin ‘Alawy Al Haddad Qutbul irsyad Shahib Ar Ratib dan beliau mempunyai murid yaitu Al Imam Ahmad bin Zain Al Habsyi shahib Al Hauthah. Al Imam Al Haddad berkata tentang Al Imam Ahmad bin Zain : “salah satu muridku yang telah mencapai pada kedalaman ilmu syariah seperti Al Imam Syafi’i adalah Ahmad bin Zain Al Habsyi”, karena begitu luasnya ilmu syariat para imam kita terdahulu. 

Demikian keadaan murid Al Imam Al Haddad, maka terlebih lagi beliau dan terlebih lagi gurunya Al Imam Atthas hingga sampai kepada Al Imam Fakhrul wujud Syaikh Abu Bakr bin Salim.



Habib Munzir Al Musawwa
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger