Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » , » 7 Harinan dan 40 Harinan Tradisi Sahabat Nabi SAW dan Para Tabi’in

7 Harinan dan 40 Harinan Tradisi Sahabat Nabi SAW dan Para Tabi’in

Siapa bilang budaya bersedekah dengan menghidangkan makanan selama mitung dino (tujuh hari) atau empat puluh hari (matang puluh) pasca kematian itu budaya hindu? Walaupun memang di Hindu mungkin ada, tetapi yang ada dalam Islam bukanlah warisan orang-orang Hindu.

Di Indonesia ini banyak adat istiadat orang kuno yang dilestarikan masyarakat. Semisal Megangan, pelepasan anak ayam, siraman penganten, pitingan jodo, duduk-duduk di rumah duka dan lainnya. Akan tetapi bukan berarti setiap adat istiadat atau tradisi orang kuno itu tidak boleh atau haram dilakukan oleh seorang muslim.

Tidak semua budaya itu lantas diharamkan, bahkan Rasulullah SAWsendiri mengadopsi tradisi puasa ‘Asyura yang sebelumnya dilakukan oleh orang Yahudi yang memperingati hari kemenangannya Nabi Musa dengan berpuasa. 

Syari’at telah memberikan batasannya sebagaimana dijelaskan oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib saat ditanya tentang maksud kalimat “ Bergaullah kepada masyarakat dengan perilaku yang baik “, maka beliau menjawab “ Yang dimaksud perkara yang baik dalam hadits tersebut adalah :

هو موافقة الناس في كل شيئ ما عدا المعاصي
“ Beradaptasi dengan masyarakat dalam segala hal selain maksyiat “. Tradisi atau budaya yang diharamkan adalah yang menyalahi aqidah dan amaliah syare’at atau hukum Islam.


Telah banyak beredar dari kalangan muslim sendiri yang menyatakan bahwa tradisi tahlilan sampai tujuh hari diadopsi dari adat kepercayaan agama Hindu yang berarti suatu kehinaan. Benarkah anggapan dan asumsi mereka ini?

Sungguh anggapan mereka salah besar dan vonis yang tidak berdasar sama sekali. Justru ternyata tradisi tahlilan selama tujuh hari dengan menghidangkan makanan, merupakan tradisi para sahabat Nabi Muhammad SAW dan para tabi’in.

Imam Suyuthi Rahimahullah dalkam kitab Al-Hawi li al-Fatawi-nya mengatakan :

قال طاووس : ان الموتى يفتنون في قبورهم سبعا فكانوا يستحبون ان يطعموا عنهم تلك الايام

“ Thowus berkata “ Sungguh orang-orang yang telah meninggal dunia difitnah dalam kuburan mereka selama tujuh hari, maka mereka (sahabat Nabi) gemar (bersedekah) menghidangkan makanan sebagai ganti dari mereka yang telah meninggal dunia pada hari-hari tersebut “.


Sementara dalam riwayat lain :

عن عبيد بن عمير قال : يفتن رجلان مؤمن ومنافق, فاما المؤمن فيفتن سبعا واماالمنافق فيفتن اربعين صباحا
“ Dari Ubaid bin Umair ia berkata “ Dua orang yakni seorang mukmin dan seorang munafiq memperoleh fitnah kubur. Adapun seorang mukmin maka ia difitnah selama tujuh hari, sedangkan seorang munafiq disiksa selama empat puluh hari “.


Dalam menjelaskan dua atsar tersebut imam Suyuthi menyatakan bahwa dari sisi riwayat, para perawi tasar Thowus termasuk kategori perawi hadits-hadits shohih.

Thowus yang wafat tahun 110 H sendiri dikenal sebagai salah seorang generasi pertama ulama negeri Yaman dan pemuka para tabi’in yang sempat menjumpai lima puluh orang sahabat Nabi SAW. Sedangkan Ubaid bin Umair yang wafat tahun 78 H yang dimaksud adalah al-Laitsi yaitu seorang ahli mauidhoh hasanah pertama di kota Makkah dalam masa pemerintahan Umar bin Khoththob Ra.

Menurut imam Muslim, beliau dilahirkan di zaman Nabi SAW, bahkan menurut versi lain disebutkan bahwa beliau sempat melihat Nabi SAW. Maka berdasarkan pendapat ini beliau termasuk salah seorang sahabat Nabi SAW.

Sementara bila ditinjau dalam sisi diroyahnya, sebagaimana kaidah yang diakui ulama ushul dan ulama hadits bahwa “ Setiap riwayat seorang sahabat Nabi SAW yang ma ruwiya mimma la al-majalla ar-ra’yi fiih (yang tidak bisa diijtihadi), semisal alam barzakh dan akherat, maka itu hukumnya adalah Marfu’ (riwayat yang sampai pada Nabi SAW), bukan Mauquf (riwayat yang terhenti pada sahabat dan tidak ampai kepada Nabi SAW)."

Menurut ulama ushul dan hadits, makna ucapan Thowus ;

ان الموتى يفتنون في قبورهم سبعا فكانوا يستحبون ان يطعموا عنهم تلك الايام
berkata “ Sungguh orang-orang yang telah meninggal dunia difitnah dalam kuburan mereka selama tujuh hari, maka mereka (sahabat Nabi) gemar (bersedekah) menghidangkan makanan sebagai ganti dari mereka yang telah meninggal dunia pada hari-hari tersebut “, adalah para sahabat Nabi Saw telah melakukannya dan dilihat serta diakui keabsahannya oleh Nabi SAW sendiri. (al-Hawi li al-Fatawi, juz III hlm. 266-273, Imam As-Suyuthi).


Maka tradisi bersedekah selama mitung dino / tujuh hari atau empat puluh hari pasca kematian, merupakan warisan budaya dari para tabi’in dan sahabat Nabi SAW, bahkan telah dilihat dan diakui keabsahannya pula oleh beliau Nabi Muhammad SAW.



Radio Dakwah Musthofa
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger