Telah diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah ra. bahwa Nabi Muhammad saw. keluar
sesudah tengah malam pada bulan Ramadlan dan beliau melakukan salat di masjid.
Para sahabat lalu melakukan salat dengan beliau. Pada pagi harinya para sahabat
memperbincangkan salat mereka dengan Rasulullah saw., sehingga pada malam kedua
orang bertambah banyak. Kemudian Nabi saw. melakukan salat dan orang-orang
melakukan salat dengan beliau. Pada malam ketiga tatkala orang-orang bertambah
banyak sehingga masjid tidak mampu menampung para jamaah, Rasulullah saw. tidak
keluar untuk jamaah, hingga beliau keluar untuk melakukan salat subuh. Setelah
salat subuh, beliau menemui para jamaah dan bersabda, “Sesungguhnya tidaklah
dikhawatirkan atas kepentingan kalian tadi malam; akan
tetapi aku takut apabila salat malam itu diwajibkan atas kamu sekalian,
sehingga kalian tidak mampu melaksanakannya!”.
Setelah Rasulullah saw. wafat keadaan berjalan demikian sampai pada zaman
kekhalifahan Abu Bakar dan permulaan kekhalifahan Umar bin Khattab ra. Pada
masa Khalifah Umar bin Khattab ra. beliau mengumpulkan orang-orang laki-laki
untuk berjamaah salat tarawih dengan diimami oleh Ubay bin Ka’ab dan
orang-orang perempuan berjamaah dengan diimami oleh Usman bin Khatsamah. Oleh
karena itu Khalifah Usman bin Affan berkata pada masa pemerintahan beliau,
“Semoga Allah menerangi kubur Umar sebagaimana Umar telah menerangi
masjid-masjid kita”. Yang dikehendaki oleh hadits ini adalah bahwa Nabi saw.
keluar dalam dua malam saja.
Menurut pendapat yang masyhur adalah bahwa Rasulullah saw. keluar pada para
sahabat untuk melakukan salat tarawih bersama mereka tiga malam yaitu tanggal
23, 25, dan 27, dan beliau tidak keluar pada malam 29. Sesungguhnya Rasulullah
saw tidak keluar tiga malam berturut-turut adalah karena kasihan kepada para
sahabat. Beliau salat bersama para sahabat delapan rakaat; tetapi beliau
menyempurnakan salat 20 rakaat di rumah beliau dan para sahabat menyempurnakan
salat di rumah mereka 20 rakaat, dengan bukti bahwa dari mereka itu didengar
suara seperti suara lebah. Nabi saw. tidak menyempurnakan bersama para sahabat
20 rakaat di masjid adalah karena kasihan kepada mereka.
Dari hadits ini menjadi jelas, bahwa jumlah salat tarawih yang mereka
lakukan tidak terbatas hanya delapan rakaat, dengan bukti bahwa mereka
menyempurnakannya di rumah-rumah mereka. Sedangkan pekerjaan Khalifah Umar ra.
telah menjelaskan bahwa jumlah rakaatnya adalah 20, pada saat Umar ra.
mengumpulkan orang-orang di masjid dan para sahabat menyetujuinya tak
seorangpun dari para Khulafa’ur Rasyidun yang berbeda dengan Umar. Mereka terus
menerus melakukan salat tarawih secara berjamaah sebanyak 20 rakaat. Dalam hal
ini Nabi Muhammad saw. telah bersabda:
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَآءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ. رَوَاهُ أَبُوْدَاوُدَ
“Wajib atas kamu sekalian mengikuti sunnahku dan sunnah dari al-Khulafa
ar-Rasyidun yang telah mendapat petunjuk. Gigitlah sunnah-sunnah tersebut
dengan gigi geraham (berpegang teguhlah kamu sekalian pada sunnah-sunnah
tersebut). HR Abu Dawud.
Nabi Muhammad saw. juga bersabda sebagai berikut:
اِقْتَدُوْا بِاللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِى أَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ . رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُوْ دَاوُدَ وَابْنُ مَاجَهْ
“Ikutlah kamu sekalian dengan kedua orang ini sesudah aku mangkat, yaitu Abu
Bakar dan Umar”. HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah.
Telah diriwayatkan bahwa Umar bin Khattab telah memerintahkan Ubay dan Tamim
ad-Daari melakukan salat tarawih bersama orang-orang sebanyak 20 rakaat. Imam
al-Baihaqi telah meriwayatkan dengan isnad yang sahih, bahwa mereka melakukan
salat tarawih pada masa pemerintahan Umar bin Khattab 20 rakaat, dan menurut
satu riwayat 23 rakaat. Pada masa pemerintahan Usman bin Affan juga seperti
itu, sehingga menjadi ijmak. Dalam satu riwayat, Ali bin Abi Talib ra.
mengimami dengan 20 rakaat dan salat witir dengan tiga rakaat.
Imam Abu Hanifah telah ditanya tentang apa yang telah dilakukan oleh
Khalifah Umar bin Khattab ra. Beliau menjelaskan, “Salat tarawih adalah sunnah
muakkadah. Umar ra. tidak menentukan bilangan 20 rakaat tersebut dari
kehendaknya sendiri. Dalam hal ini beliau bukanlah orang yang berbuat bid’ah.
Beliau tidak memerintahkan salat 20 rakaat, kecuali berasal dari sumber
pokoknya yaitu dari Rasulullah saw.”
Khalifah Umar bin Khattab ra. telah membuat sunnah dalam hal salat tarawih
ini dan telah mengumpulkan orang-orang dengan diimami oleh Ubay bin Ka’ab,
sehingga Ubay bin Ka’ab melakukan salat tarawih secara berjamaah, sedangkan
para sahabat mengikutinya. Di antara para sahabat yang mengikuti pada waktu itu
terdapat Usman bin ‘Affan, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud, ‘Abbas dan
puteranya, Thalhah, az-Zubayr, Mu’adz, Ubay dan para sahabat Muhajirin dan
sahabat Ansor lainnya ra. Pada waktu itu tak seorangpun dari para sahabat yang menolak
atau menentangnya, bahkan mereka membantu dan menyetujuinya serta memerintahkan
hal tersebut. Dalam hal ini Nabi Muhammad saw. bersabda:
أَصْحَابِى كَالنُّجُوْمِ بِأَيِّهِمُ اقْتَدَيْتُمْ اِهْتَدَيْتُمْ.
“Para sahabatku adalah bagaikan bintang-bintang di langit. Dengan siapa saja
dari mereka kamu ikuti, maka kamu akan mendapatkan petunjuk”.
Memang, pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz ra. yang pada waktu itu
beliau mengikuti orang Madinah, bilangan salat tarawih ditambah dan dijadikan
36 rakaat. Akan tetapi tambahan tersebut dimaksudkan untuk menyamakan keutamaan
dengan penduduk Makkah; karena penduduk Makkah melakukan thawaf di Baitullah
satu kali sesudah salat empat rakaat dengan dua kali salam. Maka Umar bin Abdul
Aziz ra. yang pada waktu itu mengimami para jamaah berpendapat untuk melakukan
salat empat rakaat dengan dua kali salam sebagai ganti dari thawaf.
Ini adalah dalil dari kebenaran ijtihad dari para ulama dalam menambahi
ibadah yang telah disyariatkan. Sama sekali tidak perlu diragukan bahwa setiap
orang diperbolehkan untuk melakukan salat sunnah semampu mungkin pada waktu
malam atau siang hari, kecuali pada waktu-waktu yang dilarang untuk melakukan
salat.
drs. KH. Achmad Masduqi Machfudh
Posting Komentar