1. Pengertian Zakat
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan kata dasar (masdar) dari
zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih dan baik. Sesuatu itu zaka, berarti
tumbuh dan berkembang, dan seorang itu zaka, berarti orang itu baik.
Menurut Lisan Al-‘Arab arti dasar dari kata zakat, ditinjau dari sudut
bahasa, adalah suci, tumbuh, berkah dan terpuji; semuanya digunakan dalam
al-Qur’an dan al-Hadits.
Tetapi yang terkuat, menurut al-Wahidi dan lain-lain, kata dasar zaka
berarti bertambah dan tumbuh, sehingga bisa dikatakan, tanaman itu zaka,
artinya tumbuh, sedangkan tiap sesuatu yang bertambah disebut zaka, artinya
bertambah. Bila satu tanaman tumbuh tanpa cacat, maka kata zaka di sini berarti
bersih.
Dan bila seseorang diberi sifat zaka dalam arti baik, maka berarti orang itu
lebih banyak mempunyai sifat yang baik. Seorang itu zaki, berarti seorang yang
memiliki lebih banyak sifat-sifat orang baik, dan kalimat “zakka al-hakim
al-syuhud” berarti hakim menyatakan tambahan para saksi dalam khabar.
Zakat dari segi istilah fiqih berarti “Sejumlah harta tertentu diwajibkan
Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak” disamping berarti
“mengeluarkan jumlah tertentu itu sendiri”. Jumlah yang dikeluarkan itu disebut
zakat katrna yang dikeluarkan itu menambah banyak, membuat lebih berarti, dan
melindungi kekayaan itu dari kebinasaan”. Demikian disampaikan oleh Al-Nawawi
mengutip pendapat Al-Wahidi. (Fiqh al-Zakat, I/36).
2. Harta Yang Wajib Dikeluarkan Zakatnya.
Al-Madzhahib al-Arba’ah (madzhab yang empat; meliputi Hanafi, Maliki,
Syafi’i dan Hanbali) berbeda pendapat mengenai harta yang wajib dikeluarkan
zakatnya. Untuk lebih jelasnya di sini perlu disampaikan pendapat tiap-tiap
madzhab:
A. Harta yang wajib dikeluarkan zakatnya menurut Syafi’iyah :
1. Masyiyah (hewan ternak); meliputi unta, sapi, kerbau, dan kambing.
2. Naqd; meliputi emas dan perak, pula termasuk uang emas atau perak.
3. Zuru’ (hasil pertanian) seperti, padi, kedelai, kacang ijo, jagung,
kacang tunggak dan gandum.
4. Tsimar (buah-buahan); meliputi anggur dan kurma
5. ‘Arudh al-tijarah (harta dagangan).
6. Ma’dan (hasil pertambangan emas dan perak) dan rikaz (temuan harta emas
dan perak dari pendaman orang-orang jahiliyah).
B. Harta yang wajib dikeluarkan zakatnya menurut Hanafiah:
1. Masyiyah (hewan ternak); meliputi sapi, unta, kambing dan kuda
2. Naqd; emas dan perak
3. Semua tumbuh-tumbuhan yang untuk penghasilan termasuk madu.
4. Amwal al-tijarah (harta dagangan).
5. Ma’dan (hasil tambang) yang meliputi besi, timah, emas dan perak, dan
rikaz; yang meliputi semua jenis permata yang ditemukan dari simpanan jahiliyah.
C. Harta yang wajib dikeluarkan zakatnya menurut Malikiyah :
1. Masyiyah (hewan ternak); meliputi sapi, unta dan kambing
6. Naqd; emas dan perak
2. Zuru’ (hasil pertanian) seperti padi, kedelai, kacang ijo, jagung, kacang
tunggak (otok), gandum.
3. Tsimar (buah-buahan); meliputi anggur, kurma dan zaitun
4. Amwal al-tijarah (harta dagangan).
5. Ma’dan dan rikaz.
D. Harta yang wajib dikeluarkan zakatnya menurut Hanabilah :
1. Masyiyah (hewan ternak); meliputi sapi, unta dan kambing
2. Naqd; emas dan perak
3. Setiap biji-bijian; seperti kacang, beras, kopi dan rempah-rempah.
4. Tsimar (buah-buahan); meliputi anggur, kurma dan buah pala.
5. Harta dagangan.
6. Ma’dan (semua hasil pertambangan seperti emas, perak, besi, timah, minyak
tanah dan permata) dan rikaz; semua barang berharga yang ditemukan dari
simpanan jahiliyah
7. Madu
3. Syarat-syarat Wajib Dikeluarkan Zakat
A. Syarat-syarat hewan yang wajib dikeluarkan zakatnya:
1. Sampai satu nishab (lihat tabel).
2. Dimiliki secara penuh (al-milk al-taam) baik perorangan maupun syirkah.
Jika milik umum seperti milik masjid, madrasah, dan jam’iyah atau miliknya
budak maka tidak wajib dizakati. Keterangan : Piutang, Mabi’ yang belum diambil
oleh pembeli serta barang yang hilang tetap wajib dizakati.
3. Haul (perputaran satu tahun penuh) dengan mengikuti kalender Hijriyah
4. Tidak untuk dipekerjakan seperti untuk disewakan.
5. Digembala ditempat yang tidak dipungut biaya termasuk milik sendiri dalam
mayoritas satu tahun.
Catatan : syarat yang keempat dan kelima tidak menjadi persyaratan dalam
madzhab Maliki.
B. Syarat-syarat wajib mengeluarkan zakat Naqd (Emas dan Perak);
1. Dimiliki atau dikuasai secara penuh (al-milk al-taam).
2. Sampai satu nishab.
3. Tidak mempunya hutang menurut al-Madzahib al-Tsalatsah (madzhab yang
tiga) selain Syafi’iyah.
4. Haul (perputaran satu tahun penuh) mengikuti kelender Hijriyah
5. Tidak dipakai sebagai perhiasan
Catatan : a) menurut madzhab Hanafi perhiasan yang diperbolehkan (al-huliy
al-mubah) tetap wajib dizakati. (lihat Mauhibah Dzi al-Fadhl 4/ )
b) menurut sebagian ulama uang kertas wajib dikeluarkan zakatnya,
sebagaimana emas dan perak, sedangkan nishab kadar zakatnya sama dengan emas
dan perak.
C. Syarat-syarat hasil bumi yang wajib dikeluarkan zakatnya;
1. Ditanam. Catatan: menurut Syeikh Mahfuzh Termas, pendapat yang lebih kuat
adalah yang tidak mensyaratkan hal ini. (lihat: Mauhibah Dzi al-Fadhl)
2. Berupa biji-bijian yang bisa menjadi makanan pokok dan bisa disimpan
dalam waktu yang lama
3. Tidak mempunyai hutang menurut Hanabilah.
4. Satu nishab ( dalam hal ini madzhab Hanafi tidak mensyaratkan nishab)
Catatan: Hasil panen dalam masa satu tahun apabila satu jenis maka
dikumpulkan dalam menjumlah nishab dan dalam menentukan kadar zakatnya. Apabila
dalam pengairannya tanpa dipungut biaya, maka zakat yang dikeluarkan sebanyak
10 %, dan jika dengan dipungut biaya, maka zakat yang dikeluarkannya 5 %.
Sedangkan pengairan selama setengah tahun dengan dipungut biaya, dan setengah
tahunnya lagi dengan tanpa biaya, maka zakat yang dikeluarkan 7,5 %. Adapun
biaya selain pengairan seperti pupuk, racun, obat dan upah ulu-ulu tidak
termasuk biaya yang mempengaruhi kadar zakat.
D. Syarat-syaratnya buah-buahan wajib dizakati;
1. Dimiliki secara penuh (al-milk al-taam).
2. Mencapai satu nishab. Catatan; Menurut Hanafiyah persyaratan nishab tidak
ada. Sehingga setiap buah-buahan menurut Hanafiyah harus dikeluarkan zakatnya.
Keterangan : a) Hasil panen dalam masa satu tahun baik zuru’ ataupun tsimar
apabila satu jenis maka dikumpulkan dalam menjumlah nishab dan menentukan kadar
zakatnya (lihat: Bughyah al-Mustarsyidin). Apabila dalam pengairan tanpa dipungut
biaya maka zakat yang dikeluarkan sebanyak 10 %, dan apabila dengan dipungut
biaya maka zakat yang dikeluarkan 5%, dan apabila pengiran selama setengah
tahun dengan dipungut biaya dan setengah tahunnya lagi tanpa biaya maka zakat
yang dikeluarkan 7,5 %. Sedangkan biaya selain pengairan seperti pupuk, obat
dan ongkos orang yang mengurus air tidak termasuk biaya yang mempengaruhi kadar
zakat. b) Piutang, barang yang dijual (mabi’) yang belum diambil oleh pembeli
serta barang yang hilang tetap wajib dikeluarkan zakatnya.
E. Syarat-syarat zakat tijarah:
Tijarah yang berarti perdagangan didefinisikan sebagai setiap harta yang
dikembangkan untuk keuntungan laba dengan cara saling tukar menukar
(mu’awadhah) atau dikatakan sebagai usaha perdagangan dengan cara jual beli.
Sebagian ulama dari kalangan Malikiyah berpendapat bahwa persewaan termasuk
dalam usaha perdagangan (lihat: Hasyiyah al-Dasuqi I/472-473). Dan perlu
diketahui bahwa harta warisan tidak termasuk tijarah, sehingga tidak wajib
dikeluarkan zakatnya. Sedangkan syarat-syarat zakat tijarah ialah sebagai
berikut:
1. Diniati untuk diperdagangkan dan bukan untuk selainnya. Catatan: Menurut
Malikiyyah termasuk dalam hal ini ialah niat memperdagangkan ketika membeli
meskipun disertai dengan niat untuk digunakan sendiri atau disewakan. ( lihat;
Hasyiyah al-Dasuqi I/472-473)
2. Barang yang diperdagangkan harus diperoleh dari proses timbal balik
seperti jual beli atau imbalan dari akad persewaan.
3. Dimiliki secara penuh (al-milk al-taam).
4. Satu nishab (krus semua sebanyak harta nishabnya emas, termasuk harta
yang ada di orang lain).
5. Satu tahun penuh menurut kalender hijriyah. Catatan : Menurut Malikiyah
harta dagangan yang sifatnya investasi seperti membeli tanah dengan niat dijual
ketika harga tinggi, maka zakatnya wajib dikeluarkan ketika sudah laku.
(Hasyiyah Ad-Dasuqi I/473) »
4. Golongan Yang Berhak Menerima Zakat
Golongan atau orang-orang yang berhak menerima zakat ada 8 macam (al-ashnaf
al-tsamaniyyah) yang disebutkan di dalam al-Qur’an yaitu; fakir, miskin, amil,
mu’allaf, budak, gharim, sabilillah, dan ibnu sabil. Dan berikut ini
rincian-rinciannya.
A. Fakir Miskin
a. Fakir; yaitu orang yang tidak mempunyai harta atau mata pencaharian yang
layak yang bisa mencukupi kebutuhan-kebutuhannya baik sandang, papan dan
pangan.
b. Miskin; yaitu orang yang mempunyaai harta atau mata pencaharian tetapi
tidak mencukupi. Perlu diketahui bahwa pengangguran yang mampu bekerja dan ada
lowongan pekerjaan halal yang dan layak tetapi tidak mau bekerja karena malas,
bukan termasuk fakir/miskin. Sedangkan para santri yang mampu bekerja tetapi
tidak sempat bekerja karena kesibukan belajar jika kiriman belum mencukupi maka
termasuk fakir/miskin.
Catatan tentang perbedaan antara fakir dan miskin; Jika penghasilan dibawah
separuh dari kebutuhan maka termasuk fakir, jika penghasilan diatas separuh
dari kebutuhan maka termasuk miskin. Perlu disebutkan di sini bahwa Fuqara’ dan
masakin yang cakap bekerja mereka dikasih modal bekerja sesuai dengan
bidangnya. Dan bagi mereka yang cakap berdagang diberi modal berdagang dan bagi
yang mampu dibidang pertukangan, maka diberi modal untuk membeli alat-alat
pertukangan. Sedangkan yang tidak cakap bekerja maka diberi modal untuk
mendapatkan pekerjaan seperti diberi modal untuk membeli ternak atau pekarangan
untuk dijadikan penghasilan yang mencukupi kebutuhan. Dalam hal ini, amil juga
boleh memberi mereka dalam bentuk barangnya. (lihat H.Syarwani ala at-Tuhfah
7/164).
B. Amil Zakat
Yang dimaksud dengan amil zakat ialah suatu panitia atau badan yang dibentuk
oleh pemerintah untuk menangani masalah zakat dengan segala persoalannya. Ada
beberapa syarat yang dipenuhi dalam diri amil yaitu; 1) beragama Islam, 2)
mukallaf (sudah baligh dan berakal), 3) merdeka (bukan budak), 4) adil dengan
pengertian tidak pernah melakukan dosa besar atau dosa kecil secara kontinyu,
5) bisa melihat, 6) bisa mendengar, 7) laki-laki, 8) mengerti terhadap
tugas-tugas yang menjadi tanggungjawabnya, 9) tidak termasuk ahlul-bait atau
bukan keturunan Bani Hasyim dan Bani Muththalib dan 10) bukan mawali ahlul-bait
atau budak yang dimerdekakan oleh golongan Bani Hasyim dan Bani Muththalib.
Sedangkan tugas-tugas yang diamanatkan kepada amil zakat adalah sebagai berikut.
Tugas-tugas Amil Zakat.
1. Menginventarisasi (mendata) orang-orang yang wajib mengeluarkan zakat.
2. Menginventarisasi orang-orang yang berhak menerima zakat
3. Mengambil dan mengumpulkan zakat.
4. Mencatat harta zakat yang masuk dan yang dikeluarkan.
5. Menentukan ukuran (sedikit dan banyaknya) zakat.
6. Menakar, menimbang, menghitung porsi mustahiqqus zakat
7. Menjaga keamanan harta zakat
8. Membagi-bagikan harta zakat pada mustahiqqin.
Mengingat bahwa tugas-tugas yang telah disebutkan di atas tidak mungkin
dilakukan oleh satu orang atau dua orang, melainkan dari masing-masing tugas
harus ada yang menangani secara khusus maka ada beberapa macam amil sesuai
dengan tugas-tugasnya.
Macam-macam Amil Zakat
1. Orang yang mengambil dan mengumpulkan harta zakat.
2. Orang yang mengetahui orang-orang yang berhak menerima zakat.
3. Sekretaris
4. Tukang takar, tukang nimbang, dan orang yang menghitung zakat
5. Orang yang mengkoordinir pengumpulan orang-orang yang wajib zakat dan
yang berhak menerima.
6. Orang yang menentukan ukuran (sedikit banyaknya) zakat.
7. Petugas keamanan harta zakat.
8. Orang yang membagi-bagikan zakat.
C. Mu’allaf
Mu’allaf atau lengkapnya al-mu’affalah qulubuhum ialah orang yang berusaha
dilunakkan hatinya. Memberikan zakat kepada mereka dengan harapan hati mereka
menjadi lunak dan loyal terhadap agama Islam. Menurut madzhab Syafi’ie mu’allaf
ada empat macam; pertama, orang yang masuk Islam sedangkan kelunakannya
terhadap Islam masih dianggap lemah seperti masih ada perasaan asing di
kalangan sesama muslim atau merasa terasing dalam agama Islam, kedua, mu’allaf
yang mempunyai pengaruh di kalangan komunitas atau masyarakatnya sehingga
dengan diberinya zakat ada harapan menarik simpati masyarakatnya untuk masuk
Islam, ketiga, mu’allaf yang diberi zakat dengan tujuan agar membantu kaum
muslim untuk menyadarkan mereka yang tidak mengeluarkan zakat (mani’ al-zakat),
dan keempat, mu’allaf yang diberi zakat dengan tujuan agar musuh-musuh Islam
tidak menyerang orang orang muslim.
D. Mukatab
Mukatab adalah budak yang melakukan transaksi dengan majikannya mengenai
kemerdekaan dirinya dengan cara mengeridit dan transaksinya dianggap sah.
E. Gharim
Gharim ialah orang-orang yang mempunyai beban hutang kepada orang lain.
Hutang tersebut ada kalanya ia pergunakan untuk mendamaikan dua kelompok yang
betikai, atau hutang untuk membiayai kebutuhannya sendiri dan tidak mampu
membayarnya, dan atau hutang karena menanggung hutang orang lain.
F. Sabilillah
Sabilillah adalah orang-orang yang berperang di jalan Allah SWT dan mereka
tidak mendapatkan bayaran resmi dari negara meskipun mereka tergolong
orang-orang yang kaya. Menurut madzhab Syafi’ie sabilillah tertentu bagi mereka
yang berperang di atas. Sementara ada yang berpendapat bahwa termasuk
sabilillah adalah segala sesuatu yang menjadi sarana kebaikan adalam agama
seperti pembangunan madrasah, masjid, rumah sakit Islam dan jalan raya atau
seperti para guru dan kiai yang berkonsentrasi mengajarkan agama Islam kepada
masyarakat. (lihat Jawahir al-Bukhari, al-Tafsir al-Munir, Qurrah al-A’in
al-Malikiyah).
G. Ibnu Sabil
Ibnu Sabil adalah musafir yang akan bepergian atau yang sedang melewati
tempat adanya harta zakat dan membutuhkan biaya perjalanan menurut Syafi’iyah
dan Hanabilah.
Catatan: Pertama, perlu diketahui bahwa dalam pemberian zakat terhadap
al-ashnaf al-tsamaniyah di atas masing-masing kategori (kelompok) minimal tiga
orang. Dan kedua, semua kelompok di atas diberi sesuai dengan kebutuhannya;
fakir miskin diberi secukupnya untuk kebutuhan selama satu tahun, gharim dan
mukatab diberi secukupnya untuk membayar tanggungannya, sabilillah diberi
secukupnya untuk kebutuhan dalam peperangan, ibnu sabil diberi secukupnya
sampai ke negerinya, mu’allaf diberi dengan pemberian yang dapat menghasilkan
tujuan sesuai dengan macam-macamnya mu’allaf di atas, dan amil diberi sesuai
dengan upah pekerjaannya.
5. Syarat-Syarat Mustahiqqin
Mustahiqqin atau al-ashnaf al-tsamaniyah (delapan golongan yang berhak
menerima zakat) di atas harus memenuhi tiga syarat; 1. Islam. 2. Bukan orang
yang wajib dinafaqahi oleh orang lain bila atas nama fakir miskin. 3. Bukan
dari golongan Bani Hasyim dan Muththalib, karena mereka telah mendapat bagian
dari khumus al-khumus. Sebagian ulama dari berbagai madzhab ada yang
memperbolehkan memberikan zakat kepada Bani Hasyim dan Bani Muththalib untuk
masa-masa sekarang, karena khumus al-khumus sudah tidak ada lagi.(lihat
Bughiyah al-Mustarsyidin).
Mustahiq yang mempunyai dua kategori seperti fakir yang berstatus gharim,
menurut madzhab Syafi’i tidak boleh menerima zakat atas dua kategori tersebut.
Orang yang mengaku sebagai mustahiqqin apabila mengaku sebagai fakir atau
miskin maka hendaknya disumpah terlebih dahulu. Apabila mangaku sebagai gharim
maka dapat dibenarkan dengan dua saksi laki-laki atau satu laki-laki dan dua
perempuan. Akan tetapi apabila orang tersebut sudah dikenal sebagai gharim
sekiranya kabar tersebut dapat dipercaya maka langsung dapat dibenarkan.
6. Orang Yang Wajib Mengeluarkan Zakat
Orang yang wajib mengeluarkan zakat adalah orang yang beragama Islam dan
merdeka (hurr). Anak kecil (shabi) juga dikenakan kewajiban zakat dalam
hartanya. Orang yang mempunyai hutang yang menghabiskan kekayaannya menurut pendapat
yang azhhar dalam madzhab Syafi’e wajib mengeluarkan zakat. Namun menurut
Hanabilah hutang yang tidak bisa terbayar kecuali dengan harta yang dizakati
atau dengan menjual kebutuhan hidup (primer; pangan dan skunder; sandang,
papan) maka bisa menggugurkan kewajiban zakat, baik sudah jatuh tempo atau
belum.(lihat Kassyaf al-Qina’ 2/202).
Tim Pembahasan Zakat Ponpes Sidogiri
Posting Komentar