Hak-hak atas Sesama
Selain menjaga hubungan vertikal kepada Allah SWT, manusia wajib menjaga
hubungan baik antar sesama. Kedua orang tua harus kita dahulukan dan
prioritaskan untuk kita perhatikan dan perlakukan dengan baik sebab mereka
merupakan cikal-bakal kita terlahir ke dunia ini. Kasih sayang mereka merupakan
anugerah Allah yang membentuk kejiwaan dan karakter kita. Salah satu wujud
terima kasih kita kepada Allah adalah dengan memperlakukan kedua orang tua
sebaik mungkin. Menyakiti orang tua dapat memicu kemurkaan Allah, sebab ridho
Allah ada pada ridho orang tua, demikian pula dengan murka-Nya.
Berbuat baik kepada orang tua kita lakukan dengan cara antara lain: memberi
nafkah yang layak kepada mereka tanpa menunggu mereka meminta. Tentu saja hal
ini sesuai kemampuan yang kita miliki. Selain memberi nafkah yang layak, kita
wajib menghormati mereka. Salah satu bentuk penghormatan adalah bersikap lembut
dan menghindari berkata-kata kasar atau membentak mereka. Berdosa besar jika
kita sampai menyakiti mereka.
Tidak jarang seseorang berbeda pendapat dengan orang tuanya atau bahkan
terlibat konflik hebat dengan mereka. Meski demikian, anak tetap harus menjaga
kesopanan kepada orang tua. Perkecualiannya adalah jika mereka memerintahkan
atau mengajak kita berbuat durhaka kepada Allah SWT, maka tak ada kewajiban
taat kepada orang tua dalam hal itu. Meski demikian, ini tidak berarti bahwa
kita dibenarkan berkata kasar kepada mereka. Jika seseorang ingin berdakwah
kepada orang tuanya maka harus dilakukan dengan cara-cara yang sangat halus dan
bijak, namun tetap dalam prinsip sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Ibrahim a.s.
ketika berdakwah kepada ayahnya sendiri. Ada pun dakwah ini akan direspon atau
tidak maka itu bukan otoritas manusia.
Di samping orang tua, masih ada orang-orang yang memiliki hak atas diri
kita. Mereka adalah orang-orang di sekitar kita khususnya. Sebagaimana pada
ayat di atas, kita diperintahkan untuk berbuat baik pula kepada sanak-kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat hingga tetangga jauh, teman
sejawat, orang-orang yang dalam perjalanan atau tidak memiliki tempat tinggal tetap
dan para budak yang kita miliki. Salah satu contoh kongkritnya adalah dengan
membantu meringankan beban mereka. Jika mereka lapar dan kita mampu maka kita
harus memberi mereka makan.
Mereka semua memiliki hak atas diri kita. Sebagaimana diri kita memiliki hak
atas sebagian dari mereka. Manusia memiliki perasaan yang sama. Jika kita ingin
diperlakukan dengan baik, maka orang lain juga demikian. Allah menjalankan roda
kehidupan ini dengan saling berbagi dan menerima di antara manusia, agar
terjadi pemerataan kesejahteraan. Hal ini juga menjaga agar tidak terjadi
ketimpangan dan jurang menganga antara yang punya dan yang papa. Bukannya Allah
tidak mampu memberikan hal yang sama kepada seluruh manusia, akan tetapi Allah
menjadikan kehidupan ini sebagai ujian bagi umat manusia.
Rahasia Keragaman dalam Hidup
Allah menciptakan keragaman dalam hidup ini justeru agar tercipta manfaat
antara lain suatu keseimbangan yang dinamakan ekosistem. Jika manusia semuanya
kaya, maka tidak akan didapati orang bekerja untuk orang lain. Demikian pula
jika manusia miskin semua. Yang pasti, kaya maupun miskin, mampu maupun tidak,
semuanya merupakan ujian dari Allah atas umat manusia. Dengan kondisi seperti
itulah seseorang berkesempatan untuk memberi atau menerima. Dan itulah realitas
tata kehidupan dunia.
Islam tidak hanya berorientasi pada hal-hal spiritual semata. Islam adalah
suatu ajaran moral yang komprehensif yang sangat memperhatikan aspek-aspek
hubungan sosial. Mencintai dan berbuat baik kepada sesama Muslim terutama orang-orang
yang memiliki hak atas diri kita merupakan bagian dari wujud keimanan dalam
dada. Rasulullah SAW bersabda :
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ
لِنَفْسِهِ
“Tidak beriman (sempurna) salah satu dari kalian sampai ia menyukai kebaikan
bagi saudaranya seperti ia menyukai kebaikan untuk dirinya sendiri” (HR
Bukhari dari Anas bin Malik r.a.).
Pada penutup ayat di atas, Allah SWT menegaskan bahwa Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. Mereka yang merasa dirinya
lebih baik daripada orang lain dan suka menyepelekan orang lain. Orang-orang
yang berkhianat pada anugerah yang Allah titipkan atas diri mereka seperti
kekayaan, jabatan, ketampanan, kecantikan dan bahkan ilmu. Anugerah yang mereka
peroleh bukannya mereka pergunakan untuk berbuat baik dan menghormati orang
lain, tetapi malah membuat mereka dibalut oleh egoisme, keangkuhan dan
kesombongan.
Allah sangat tidak menyukai orang-orang yang sombong, sebab kesombongan tak
patut dan tak pantas bagi manusia. Kelebihan apa pun yang dimiliki oleh manusia
tak lebih dari titipan dan amanat yang hanya berlaku sementara. Kesombongan
hanya milik Allah Yang Mahasempurna. Allah tidak menyukai mereka dalam arti
akan menyiksa mereka sepedih-pedihnya di akhirat kelak. Dalam sebuah hadits
qudsi Allah SWT berfirman melalui Rasul-Nya SAW :
قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ الْكِبْرِيَاءُ رِدَائِي وَالْعَظَمَةُ
إِزَارِي فَمَنْ نَازَعَنِي وَاحِدًا مِنْهُمَا قَذَفْتُهُ فِي النَّارِ
“Allah Azza wa Jalla berfirman, “Kesombongan adalah ’selendang’-Ku dan
keagungan adalah ’sarung’-Ku, maka barangsiapa merebut salah satunya dari-Ku,
maka Aku lemparkan orang itu ke dalam api neraka” (HR Abu Daud dari Abu
Hurairah r.a.)
Anshory Huzaimi
Posting Komentar