Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Tuduhan Miring terhadap Sayyidah Aisyah. Namun, Kesuciannya Dijamin Allah

Tuduhan Miring terhadap Sayyidah Aisyah. Namun, Kesuciannya Dijamin Allah

Masalah fitnah dan mengkriminalisasikan seseorang bukanlah barang baru dalam sejarah peradaban umat manusia. Ada saja pihak yang berusaha untuk membuat orang yang tidak bersalah menjadi bersalah, dan sebaliknya yang terang benderang bersalah dijadikan tidak bersalah. Dan itulah yang tengah terjadi di negeri ini. Kisah tentang Siti Aisyah di bawah ini semoga bisa menjadi ibrah.

Sudah menjadi kebiasaan bagi Baginda Nabi SAW, tatkala hendak bepergian jauh, selalu membawa seorang atau dua orang istrinya dengan cara mengundi. Kebetulan pada Perang Bani Al-Musthaliq undian jatuh pada Ummu Salamah dan Sayyidah Aisyah Radhiyallahu ‘anhuma.

Ketika perang telah selesai, Rasulullah SAW kembali ke Madinah. Seperti kebiasaan yang berlaku pada saat itu, jika kaum wanita mengikuti perang, wanita itu dinaikkan di atas haudaj, sebuah tandu yang berkelambu, di atas unta. 

Malam hari pun tiba. Pada saat itu, Sayyidah Aisyah terpaksa keluar dari tandunya karena hendak buang air.

Setelah selesai, ia berjalan kembali ke tempat yang semula. Tetapi di tengah jalan terasalah olehnya kalung yang disukai dan disayanginya, yaitu kalung yang terbuat dari urat Kayu Dafar yang dipakainya, hilang, la lalu kembali ke tempat buang air tadi dan hendak mencari kalungnya.

Setelah benda itu ditemukan, Sayyidah Aisyah pun kembali ke tempat tandunya. Tetapi pasukan telah berangkat jauh dari tempat pemberhentiannya, begitu pula dengan tandunya. Orang yang menunggangi untanya pun tidak tahu bahwa Sayyidah Aisyah pada saat itu sedang pergi ke luar dari tandunya.

Pada saat keluar dari tandu, Sayyidah Aisyah memang tidak memberi tahu para tentara itu. Ditambah lagi, secara fisik, badannya kecil dan ramping. Sehingga orang yang bertugas membawa tandunya di atas unta itu pun tidak merasakan apa-apa ketika Sayyidah Aisyah turun dari tandunya.

Setelah Sayyidah Aisyah mengetahui bahwa tandunya telah berangkat bersama rombongan Nabi, ia hendak mengejarnya. Namun karena kondisi gelap, ia tidak mengetahui jalan. Oleh karena itu, ia menunggu di tempat semula sambil beristirahat. la berharap, orang yang menghela untanya mengetahui bahwa dirinya tidak berada di dalam tandu itu. Dengan demikian, tentu dirinya akan dicari-cari.

Oleh karena rasa kantuknya yang amat sangat, akhimya ia pun tertidur di tempat itu. Pada saat itu, telah menjadi kebiasaan, apabila rombongan tentara kaum muslimin kembali dari peperangan, mesti ada seseorang di antara mereka yang berjalan di belakang. Ini untuk mengamati perjalanan semua tentara muslimin yang berjalan di depannya kalau-kalau di antara barang-barang mereka ada yang jatuh di tengah jalan dan sebagainya. Orang yang pada saat itu ditugasi adalah sahabat Shafwan bin Mu'aththal.

Pada saat itu, alangkah terkejutnya hati Shafwan ketika melihat dari jauh bayangan orang yang sedang tertidur pulas. Maka ia pun memberanikan diri untuk mendekatinya. Setelah dekat, tahulah ia bahwa yang sedang tidur itu adalah Sayyidah Aisyah. Kemudian, Shafwan pun mengucapkan salam, "Assalamu'alaikum...."
 
Mendengar suara itu, Sayyidah Aisyah pun sadar dan terbangun dari tidurnya. Kemudian Shafwan mempersilakan Sayyidah Aisyah naik ke atas untanya. Saat itu, Sayyidah Aisyah sedikit pun tidak berbicara dengan Shafwan. Begitu pun dengan Shafwan. Sepatah kata pun ia tidak berani berkata, demi menjaga kehormatan Sayyidah Aisyah RA.
 
Saat Sayyidah Aisyah sudah siap untuk berjalan, Shafwan pun akhirnya berdiri di samping unta itu sambil menuntunnya. Setelah perjalanan lama mereka lalui, slang hari pun tiba. Dan sampailah unta yang dinaiki Sayyidah Aisyah di tempat tentara muslimin yang sedang beristirahat.

Berawal dari kejadian itulah, Sayyidah Aisyah mendapatkan prasangka yang tidak balk. Adapun orang yang pertama kali menyangkanya ialah Abdullah bin Ubay si munafik.

Pada saat itu, Abdullah bin Ubay berkata kepada Baginda Nabi, "Ya Rasulullah, Sayyidah Aisyah adalah bagian dari keluargamu. Yang kau ketahui hanyalah kebaikannya, sementara di luar sana istrimu berani berjalan dengan orang yang bukan mahramnya."

Setelah mendengar kata-kata itu, Sayyidah Aisyah pun jatuh sakit, karena hatinya merasa teriris. Karena itu, Sayyidah Aisyah akhimya memohon izin kepada Baginda Nabi untuk sementara waktu pindah ke rumah orangtuanya, Abu Bakar RA. Nabi pun memberikan izin kepadanya.

Sebenarnya, pada saat itu Nabi sendiri amat heran dan terkejut setelah mendengar berita yang tidak balk itu. Tidak terlintas sedikit pun dalam pikiran beliau istri yang amat dikasihi dan menjadi lambang kesucian dan keutamaan bagi segenap wanita Islam itu berbuat serong. Oleh sebab itu, beliau tidak terburu membenarkan desas-desus miring berkaitan dengan Sayyidah Aisyah. Beliau menyelidiki pembicaraan yang beredar terhadap istrinya.

Pada suatu hari, Baginda Nabi memanggil Ali serta Usamah untuk diajak bermusyawarah tentang "berita" Sayyidah Aisyah. Dalam musyawarah itu, Usamah berkata kepada beliau, "Sebaiknya Baginda tanyakan kepada Barirah. Tentu ia dapat menjelaskan yang sebenamya." Barirah adalah salah seorang wanita yang tinggal di rumah Abu Bakar.

Kemudian Nabi memanggil Barirah. Setelah ditanya oleh beliau, Barirah menjawab, "Demi Dzat yang mengutusmu dengan hak, sekali-kali aku tidak pernah melihat Sayyidah Aisyah melainkan seorang yang balk dan jujur. Sebab itu, aku tidak akan mencelanya sedikit pun."

Pada suatu hari, Baginda Nabi datang ke rumah Abu Bakar. Ketika itu Sayyidah Aisyah sedang duduk ber sama ayah dan ibunya. Baginda mengambil tempat duduk yang sedikit jauh dari tempat duduk Sayyidah Aisyah. Beliau dalam waktu lebih dari satu bulan lamanya belum menerima wahyu dari Allah tentang "masalah" Sayyidah Aisyah. Kemudian beliau membaca hamdalah dan syahadat, kemudian berkata kepada Sayyidah Aisyah, "Wahai Aisyah, sesungguhnya telah sampai kepadaku perihal kamu yang telah begini dan begitu. Jika engkau benar-benar suci, niscaya Allah akan menyucikanmu. Akan tetapi, jika engkau telah berbuat dosa, bertaubatlah dengan penuh penyesalan, niscaya Allah akan mengampunimu atas dosamu."

Setelah mendengar Baginda Nabi bersabda pada saat itu, seketika itu pula air mata Sayyidah Aisyah menetes, lalu ia berkata kepada ayahandanya, "Ayahku, jawablah perkataan Rasulullah itu."

Abu Bakar RA berkata, "Demi Allah, aku tidak mengerti apa yang akan aku katakan kepada Rasulullah."

Lalu Sayyidah Aisyah berkata kepada ibundanya, "Ibuku, jawablah perkataan Rasulullah itu."

Ibundanya menjawab, "Demi Allah, aku tidak mengerti apa yang aku akan katakan kepada Rasulullah."

Kemudian, Sayyidah Aisyah menjawab sabda Baginda Nabi, "Aku seorang perempuan yang berusia muda, dan aku juga tidak banyak membaca AlQuran. Demi Allah, seandainya aku katakan aku tetap suci pun, niscaya hanya Allah yang mengetahui kesucianku, dan tentunya engkau tak akan mempercayaiku. Akan tetapi, jika aku mengakui perbuatan itu, sedangkan Allah mengetahui bahwa aku tetap suci, kau akan mempercayai perkataanku. Aku hanya dapat mengatakan apa yang dikatakan Nabi Yusuf AS, `Maka bersabar itu lebih balk. Dan Allah pula yang akan menolong atas apa yang telah engkau alami'."

Saat itu, Sayyidah Aisyah sangat mengharapkan Allah SWT menurunkan wahyu berkaitan dengan masalahnya, namun wahyu itu tak kunjung turun. Baru beberapa saat kemudian, wahyu yang menerangkan kesucian Sayyidah Aisyah turun kepada Baginda Nabi. 

Ketika itu, Nabi pun langsung menemui Sayyidah Aisyah dan berkata, "Wahai Aisyah, Allah SWTtelah menyucikanmu dengan firman-Nya yang artinya, 'Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagimu. Tiap-tiap seseorang dari mereka akan mendapatkan balasannya dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, baginya adzab yang amat besar'." (QS An-Nur: 11).

Setelah wahyu itu turun, hati Sayyidah Aisyah kembali berseri. Kabar dusta yang selama ini diperbincangkan oleh banyak orang akhirnya terselesaikan dengan kesucian yang selama ini menempel pada dirinya. Tak ada satu orang pun yang hujjahnya dapat menandingi turunnya ayat Al-Quran itu.

Begitulah seharusnya kita menghadapi setiap masalah yang menimpa. Janganlah langsung percaya berita buruk yang beredar, melainkan harus melakukan tabayun atau mencari tahu kebenarannya.



Al Habib Sholeh bin Ahmad bin Salim Al Aydrus
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger