Dalam suarat Ali Imran 51, dijelaskan bahwa jalan lurus
adalah menyembah Allah, artinya jika menyembah selain Allah maka ia berada pada
jalan yang sesat. Allah berfirman: "Sesungguhnya Allah Tuhanku dan Tuhanmu
maka sembahlah Dia, inilah jalan yang lurus".
Ditegaskan lagi dalam surat yang sama 101: "Dan barang
siapa yang berpegang teguh dengan (agama) Allah maka sesungguhnya dia telah
diberi petunjuk kepada jalan yang lurus".
Dalam surat Maryam 36, hakikat yang sama ditegaskan
lagi:" Sesungguhnya Allah adalah Tuhanku dan Tuhanmu, maka sembahlah Dia
oleh kamu sekalian, ini adalah jalan yang lurus".
Tunjukkan kami jalan yang lurus. Yaitu jalan orang-orang
yang telah Engkau anugrahkan nikmat kepada mereka, bukan jalan mereka yang
dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat" (Al Fatihah:6-7).
Ayat di atas yang
selalu kita baca dalam salat adalah bagian dari surat Al-Fatihah. Dalam sehari
minimal kita membacanya lima kali setiap permulaan rakaat sembahyang yang kita
tegakkan. Didalamnya terkandung permohonan agar ditunjukkan jalan yang lurus.
" Ihdinash shiraathal mustaqiim" demikian teks aslinya, suatu istilah
yang selalu berulang dengan versi yang berbeda di berbagai tempat dalam
Al-Qur'an.
Dalam Al-Baqarah 142 Allah berfirman: "Katakan: Timur
dan Barat kepunyaan Allah, Dia beri petunjuk kepada siapa yang dikehendakinya
ke jalan yang lurus". Istilah yang sama juga disebutkan dalam Azzukhruf
64, Al Mulk 22 dan lain sebagainya.
Para ahli tafsir menyebutkan bahwa bila suatu hal diulang
berkali-kali dalam Al-Qur'an itu menunjukkan penting dan agungnya hal tersebut.
Sudah barang tentu bahwa merambah jalan lurus adalah merupakan dambaan setiap
insan. Hanya saja masih banyak dari manusia yang belum mengetahui atau
pura-pura tidak tahu apa maksud dari jalan lurus ini?
Secara sederhana seperti yang diungkap Imam Tabari- jalan
lurus adalah jalan yang jelas dan tidak berliku-liku. Jalan yang segera
menghantarkan ke tempat tujuan. Surat Al-Fatihah sendiri menjawab: Jalan lurus
yang dimaksud adalah: jalan orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah,
itulah orang-orang yang bahagia, bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan
pula orang-orang yang sesat. Rasulullah shollallaahu alaihi wasallam
mengartikan orang yang dimurkai adalah kaum Yahudi, dan orang yang sesat adalah
kaum Nasrani.
Ibn Abi Hatim, seperti dinukil Ibn Katsir menyebutkan hasil
penelitiannya yang mendalam bahwa tidak ada satupun ulama yang mengingkari
penafsiran ini. Dan ini benar, sebab setiap kali para Nabi datang kepada mereka
(baca:Yahudi) menunjukkan jalan yang lurus, mereka menolaknya. Mereka memilih
jalan yang mereka sukai. Yang diharamkan mereka halalkan dan yang dihalalkan
mereka tinggalkan. Tidak hanya itu, para nabi yang berusaha menunjukkan jalan
lurus itu, malah mereka bunuh.
Perhatikan surat Al-baqarah 61 berkisah begaimana kebejatan
akhlak kaum Yahudi itu: Hal itu (terjadi) karena mereka mengingkari ayat-ayat
Allah dan membunuh nabi-nabi tanpa kebenaran, yang demikian itu disebabkan
mereka durhaka dan adalah mereka melalmpawi batas". Adapun kesesatan kaum
Nasrani adalah karena ajaran agama Kristen yang ada sekarang sebagaimana diakui
sejarawan Barat sendiri- bukan agama yang asli, melainkan banyak di dalamnya
karangan Jhon Paul. Sementara Jhon Paul sendiri adalah orang Yahudi.
Dari sini nampak mengapa Rasulullah mengartikan adh-daalliin
dengan orang Nasrani. Karena mereka secara fakta sejarah disesatkan oleh
seorang Yahudi bernama Jhon Paul. (lihat misalnya: Hyam Maccoby, The Mythmaker
Paul and Invention of Christianity,Gorge Weiden feld and Nicalson Limited London,
1986). Jelasnya, baik yang dimurkai Allah maupun orang yang sesat mereka dalam
kategori Al-Qur'an sebagimana ditegaskan surat Al-Fatihah- tidak berada dalam
jalan yang lurus.
Dalam suarat Ali Imran 51, dijelaskan bahwa jalan lurus
adalah menyembah Allah, artinya jika menyembah selain Allah maka ia berada pada
jalan yang sesat. Allah berfirman: "Sesungguhnya Allah Tuhanku dan Tuhanmu
maka sembahlah Dia, inilah jalan yang lurus". Ditegaskan lagi dalam surat
yang sama 101: "Dan barang siapa yang berpegang teguh dengan (agama) Allah
maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus".
Dalam surat Maryam 36, hakikat yang sama ditegaskan
lagi:" Sesungguhnya Allah adalah Tuhanku dan Tuhanmu, maka sembahlah Dia
oleh kamu sekalian, ini adalah jalan yang lurus".
Dalam surat Al An'am 39, disebutkan bahwa kebalikan dari
jalan lurus adalah kesesatan. Artinya siapapun yang tidak mengikuti ajaran
Allah ia pasti sesat, "Barangsiapa dikehendaki Allah (menjadi sesat)
niscaya akan disesatkan-Nya, dan barangsiapa dikehendaki Allah untuk diberinya
petunjuk niscaya Dia akan menjadikannya berada di atas jalan yang lurus".
Di surat yang sama 161, ditegaskan bahwa agama Islam yang
dibawa Rasulullah shollallaahu alaihi wasallam adalah agama yang sama dengan
agama Nabi Ibrahim, dan inilah jalan yang lurus: "Katakanlah: sesungguhnya
aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, yaitu agama yang
benar; agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang
yang musyrik".
Para ulama yang mendalami ilmu munasabat (keterkaitan antar
ayat dan antar surat-surat Al-Qur'an) banyak yang menafsirkan makna sirathal
mustaqim dengan Al-Qur'an. Perhatikan kata mereka hubungan antara Al-Fatihal
dan Albaqarah? Mengapa Surat Al-Baqarah langsung dimulai dengan ungkapan
"dhalikal kutaabu laa raiba fiihi" (itulah kitan yang tiada keraguan
di dalamny).
Di sini seakan terkandung sebuah jawaban: yaitu ketika
seorang hamba mohon "ihdinashshiraathal mustaqiim" (yaa Allah
tunjukilah kami jalan yang lurus), Allah langsung mejawabnya : "dhalikal
kutaabu laa raiba fiihi".
Dengan pemahaman ini jalan lurus itu Al-Qur'an. Di dalamnya
terdapat seluruh petunjuk kebenaran yang tidak akan pernah menyesatkan.
Kebenaran yang menghantarkan pengikutnya menuju tujuan kebahagaiaan di dunia
dan akhirat.
Dalam surat AnNur 46 Allah berfirman: "Sesungguhnya
Kami telah menurunkan ayat-ayat (Al-Qur'an) yang menjelaskan (halal dan haram).
Dan Allah memimpin siapa yang dikehendakiNya kepada jalan yang lurus". Di
sini nampak dengan jelas bahwa jalan lurus itu Al-Qur'an. Siapa yang mengiktui
Al-Qur'an maka ia berada pada jalan yang lurus dan siapa yang mengingkarinya
atau mengingkari sebagian isinya maka ia tersesat. Sudah barang tentu bahwa
dinatara ajaran Al-Qur'an mengikuti sunnah Raslullah. Dengan demikian
pengertian jalan lurus di sini bukan semata mengikuti Al-Qur'an dengan
meninggalkan Sunnnah, melainkan keduanya harus diikuti. Wallahu'alam.
DR. Amir Faishal
Posting Komentar