Kita mengenali tentang apa yang diciptakan oleh Allah terlebih dahulu. Dari
mengenali ciptaanNya itulah, lantas kita mengenali siapa yang menciptakannya.
Nah, disitulah kita akan melihat kebesaran-kebesaran Allah SWT yang ditunjukkan
kepada kita semua.
Setelah kita sudah mengenalnya, lalu kita tingkatkan lagi. Sadarkah kita
sebagai hamba, mengertikah kita sebagai hamba, tentang apa kewajiban kita
sebagai seorang hamba? Lantas bagaimana seharusnya perilaku seorang hamba yang
telah mengenal kepada Tuhannya? Setelah itu kita tingkatkan lagi ke atas.
Kita ini sejatinya diundang oleh waktu. Maka kita harus menghormati
waktu.
Begitu tingkat kesadarannya sudah tinggi, maka kalau waktu shalat sudah
datang kenapa kita mesti menunda waktu untuk bergegas melakukannya?
Seharusnya kita kan justru bersiap-siap untuk menunggu datangnya waktu
tersebut, menghormat panggilan Allah SWT untuk shalat.
Bukankah setiap kali berkumandang adzan, itu merupakan panggilan yang telah
memperingatkan kita? Sehingga ketika terdengar suara adzan, kita merasa senang
dan gembira, lantas bersiap-siap untuk hormat akan datangnya panggilan Allah
tersebut.
Untuk meraih tingkat demi tingkat semacam itu, memang bukan hal yang
gampang. Oleh karnanya, kita perlu sering datang ke suatu majlis dengan para
ulama’, para shalihin, untuk mendengarkan fatwa-fatwanya.
Kita harus seringa pula mendengarkan petuah dan pandangan-pandangan para
auliyaus-shalihin. Rasanya terlalu sulit untuk dapat meraihnya lebih jauh, jika
kita jauh dari beliau-beliau itu. Sebab mereka bagaikan ruang yang memiliki
lentera, mempunyai batrainya, nah, kita ini bagian yang dioborinya. Semakin
kita dekat kepada orang-orang sholihin, maka akan lebih jauh lagi kita dapat
mengenal Allah SWT dan RasulNya.
Jalan tercepat yang bagaimanakah, sehingga manusia merasa dirinya
senantiasa bersama dengan Allah SWT Dzat yang selalu membimbingnya?
Saya sendiri masih bingung, melihat bagaimana proses orang yang makan
langsung sepiring sekali telan, Padahal seharusnya kita menelan sesuap demi
sesuap. Yang pentingkan sepiring bisa habis. Namun apa jadinya dipencernaan,
jika mulut kita tidak pernah mengunyah untuk membantu pancernaan? Apa hasilnya
atau apa yang akan terjadi dalam proses pencernaan tersebut.
Memang menarik, waktu makan yang lebih singkat dan lebih cepat. Jalan yang
paling cepat dan tepat untuk mencapai proses makanan, apa nasinya yang lebih
baik dibubur saja biar lebih encer, supaya menelannya lebih mudah. Tapi
nyatanya semua itu sudah ada tempatnya. Yang mempercepat dan sebagainya itu,
sudah ada bagiannya masing-masing. Nah, maka dari itu, tahapan untuk secepat
itu tidak mungkin mudah. Contohnya ya seperti orang yang makan sepiring
langsung telan tadi.
Lalu apa yang mesti dilakukan, agar dalam beraktivitas kita masih
tetap bisa mengingat Allah?
Kalau tidak dilatih ya mana mungkin? Pada awalnya hati itu harus dikasih
latihan untuk senantiasa mengingatNya. Itu memang tak mudah. Terkadang sering
lupa. Tetapi setelah terbiasa, maka bagian tubuh yang kita latih ini punya
reflex sendiri sesuai dengan tempatnya masing-masing.
Gerak tangan saja yang tak berhenti, juga mengikuti gerak ruh. Apalagi
dengan hati kita yang terbiasa dengan latihan-latihan. Insya-Allah hati kita
tidak akan pernah lupa dzikir kepada Allah SWT. Sebab itu sudah terjadi secara
refleks. Maka latihlah senantiasa hati kita. Sebab jika hati itu biasa
memandang sesuatu yang baik, berpikir baik, berprasangka yang baik, selamanya
hati kita akan timbul secara refleks dengan pandangan-pandangan yang baik sehinga
akan selalu jernih
Habib Lutfi bin Yahya
Posting Komentar