Kita sering mendengar, motivasi agar kita bekerja dengan hati. Kemudian
berikut turunannya, yaitu bekerja dengan penuh cinta pada pekerjaan, cinta pada
hasilnya, agar sukses dan meraih keuntungan sebesar-besarnya.
Motivasi tersebut
sangat kapitalistik dan materialistik, membuat berjuta-juta manusia lupa
dirinya dan lupa Tuhannya. Kalau toh mengingat dirinya dan Tuhannya, hanya
ketika ia berada dalam kecemasan, ketakutan, dan kegagalan.
Allah Swt, memerintahkan kita bekerja sebaik-baiknya secara maksimal. Bukan
memerintahkan mencari dan menentukan rejeki. Bukan pula mencintai wujud rejeki
atau proses pencapaiannya.
Karena begitu kita mencintai pekerjaan dan wujud
hasilnya, kita telah kehilangan momen keimanan kepada Tuhan. Karena sebegitu
enteng seseorang menyingkirkan Allah dari qalbunya, sebab pekerjaan,
hasil-hasil ukses kinerja telah merenggut cintanya.
Karena itu biarlah kerja keras itu diurus oleh pikiran, dan indera kita.
Agar anda lebih merdeka bekerja, lebih bebas berkreasi secara positif, karena
semua itu dalam rangka mendukung proses kinerja hati yang hakiki, yaitu bekerja
dengan Allah Ta’ala.
Hati memang butuh bekerja dengan segala cintanya, tetapi
kinerjanya hati adalah muamalahnya dengan Allah Ta’ala, untuk Allah Ta’ala,
bukan untuk sukses dunia dengan segala perniknya.
Hati ingin terus bekerja dengan dilatari oleh taubat, di gerakkan oleh
mujahadah terhadap nafsu, dihantar oleh tafakkur, dihidupkan oleh dzikrullah,
disegarkan oleh syukur, diorientasikan oleh ikhlas, dikuatkan oleh yaqin,
dibahagiakan oleh husnudzon kepadaNya, dipancari oleh cahaya ma’rifat,
dipandangkan oleh akal sehat, dihamparkan oleh tawakkal, dikonsistensikan oleh
kesabaran, dilezatkan oleh ridho, dikuatkan oleh ilmu, ditegakkan oleh
musyahadah, dibimbing oleh Ittiba’ Rasul, digairahkan oleh rindu, dikukuhkan
oleh harapan, dibahagiakan dengan cinta, dan dijalankan oleh kebenaran
kehambaanya.Wallahu A’lam.
KH. M. Luqman Hakim
Posting Komentar