Multi Level Marketing (MLM) adalah model pemasaran yang
menggunakan mata rantai down line, dimana pihak produsen dapat
mengurangi biaya marketing sehingga sebagian biaya marketing dipakai untuk
bonus bagi orang yang memperoleh jaringan yang besar.
Memang banyak alasan
orang yang bergabung dalam bisnis MLM ini, di antaranya karena iming-iming
bonus tetapi ada juga yang memang karena motivasi ingin memiliki produknya.
Bagaimana menurut hukum Islam tentang bisnis MLM ini?
Multi Level Marketing (MLM) adalah menjual/memasarkan
langsung suatu produk baik berupa barang atau jasa kepada konsumen. Sehingga
biaya distribusi barang sangat minim atau sampai ketitik nol. MLM juga
menghilangkan biaya promosi karena distribusi dan promosi ditangani langsung
oleh distributor dengan sistem berjenjang (pelevelan).
Dalam MLM ada unsur jasa, artinya seorang distributor
menjualkan barang yang bukan miliknya dan ia mendapatkan upah dari prosentasi
harga barang dan jika dapat menjual sesuai target dia mendapat bonus yang
ditetapkan perusahaan.
MLM banyak sekali macamnya dan setiap perusahaan memiliki
spesifikasi tersendiri. Sampai sekarang sudah ada sekitar 200 perusahaan yang
mengatasnamakan dirinya menggunakan sistem MLM.
Kami akan memberi jawaban yang bersifat batasan-batasan
umum sebagai panduan bagi umat Islam yang akan terlibat dalam bidang MLM.
Memang pada dasarnya segala bentuk mu’amalah atau transaksi
hukumnya boleh (mubah) sehingga ada argumentasi yang mengharamkannya.
Allah SWT berfirman
وَأَحَلَّ
اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS Al Baqarah: 275)
وَتَعَاوَنُواْ
عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
Tolong menolonglah atas kebaikan dan taqwa dan jangan
tolong menolong atas dosa dan permusuhan. (QS Al
Maidah: 2)
Rasulullah SAW bersabda:
إنَّمَا
الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ
Perdagangan itu atas dasar sama-sama ridha. (HR al-Baihaqi dan Ibnu Majah)
المُسْلِمُوْنَ
عَلي شُرُوْطِهِمْ
Umat Islam terikat dengan persyaratan mereka. (HR Ahmad, Abu Dawud dan al-Hakim).
Berdasarkan penjelasan tersebut bisa disimpulkan sebagai
berikut:
1.Pada dasarnya sistem MLM adalah muamalah atau buyu’ yang
prinsip dasarnya boleh (mubah) selagi tidak ada unsur:
- Riba’ - Ghoror
(penipuan)
- Dhoror (merugikan atau mendhalimi fihak lain)
- Jahalah
(tidak transparan).
2.Ciri khas sistem MLM terdapat pada jaringannya, sehingga
perlu diperhatikan segala sesuatu menyangkut jaringan tersebut:
- Transparansi
penentuan biaya untuk menjadi anggota dan alokasinya dapat
dipertanggungjawabkan. Penetapan biaya pendaftaran anggota yang tinggi tanpa memperoleh
kompensasi yang diperoleh anggota baru sesuai atau yang mendekati biaya
tersebut adalah celah dimana perusahaan MLM mengambil sesuatu tanpa hak dam
hukumnya haram.
- Transparansi peningkatan anggota pada setiap jenjang
(level) dan kesempatan untuk berhasil pada setiap orang. Peningkatan posisi
bagi setiap orang dalam profesi memang terdapat disetiap usaha. Sehingga
peningkatan level dalam sistem MLM adalah suatu hal yang dibolehkan selagi
dilakukan secara transparan, tidak menzhalimi fihak yang ada di bawah,
setingkat maupun di atas.
- Hak dan kesempatan yang diperoleh sesuai dengan prestasi
kerja anggota. Seorang anggota atau distributor biasanya mendapatkan untung
dari penjualan yang dilakukan dirinya dan dilakukan down line-nya.
Perolehan untung dari penjualan langsung yang dilakukan dirinya adalah sesuatu
yang biasa dalam jual beli, adapun perolehan prosentase keuntungan diperolehnya
disebabkan usaha down line-nya adalah sesuatu yang dibolehkan sesuai perjanjian
yang disepakati bersama dan tidak terjadi kedholiman.
3. MLM adalah sarana untuk menjual produk (barang atau
jasa), bukan sarana untuk mendapatkan uang tanpa ada produk atau produk hanya
kamuflase. Sehingga yang terjadi adalah money game atau arisan
berantai yang sama dengan judi dan hukumnya haram.
4. Produk yang ditawarkan jelas kehalalannya, karena
anggota bukan hanya konsumen barang tersebut tetapi juga memasarkan kepada yang
lainnya. Sehingga dia harus tahu status barang tersebut dan bertanggung-jawab
kepada konsumen lainnya.
Demikan batasan-batasan ini barangkali dapat bermanfaat,
khususnya dan bagi kaum muslimin Indonesia agar dapat menjadi salah satu jalan
keluar dari krisis ekonomi. Wallahua’lam bishshawab.
KH. M. Cholil
Nafis Lc MA
Posting Komentar