Saya perjelas lagi bahwa berdoa
di kuburan pun adalah sunnah Rasulullah saw, beliau saw bersalam dan berdoa di
Pekuburan Baqi’, dan berkali kali beliau saw melakukannya, demikian
diriwayatkan dalam shahihain Bukhari dan Muslim, dan beliau saw bersabda :
“Dulu aku pernah melarang kalian menziarahi kuburan, maka sekarang ziarahlah”.
(Shahih Muslim no. 977 dan 1977).
نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا
Dan Rasulullah saw memerintahkan
kita untuk mengucapkan salam untuk ahli kubur dengan ucapan “Assalaamu alaikum
Ahliddiyaar minalmu’minin walmuslimin, wa Innaa Insya Allah Lalaahiquun,
As’alullah lana wa lakumul’aafiah..” (Salam sejahtera atas kalian wahai
penduduk penduduk dari Mukminin dan Muslimin, Semoga kasih sayang Allah atas yg
terdahulu dan yang akan datang, dan Sungguh Kami Insya Allah akan menyusul kalian,
Aku memohon kepada Allah untukku dan kalian Afiah ) (Shahih Muslim hadits No.
974, 975, 976). Hadits ini menjelaskan bahwa Rasulullah saw bersalam pada Ahli
Kubur dan mengajak mereka berbincang-bincang dengan ucapan “Sungguh Kami Insya
Allah akan menyusul kalian”.
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ
الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ، وَإِنَّا، إِنْ شَاءَ اللهُ لَلَاحِقُونَ،
أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ
Rasul saw berbicara kepada yg
mati sebagaimana selepas perang Badr, Rasul saw mengunjungi mayat – mayat orang
kafir, lalu Rasulullah saw berkata : “wahai Abu Jahal bin Hisyam, wahai Umayyah
bin Khalf, wahai ‘Utbah bin Rabi’, wahai syaibah bin rabi’ah, bukankah kalian
telah dapatkan apa yang dijanjikan Allah pada kalian…?!, sungguh aku telah
menemukan janji tuhanku benar..!”, maka berkatalah Umar bin Khattab ra : “wahai
rasulullah.., kau berbicara pada bangkai, dan bagaimana mereka mendengar
ucapanmu?”, Rasul saw menjawab : “Demi (Allah) Yang diriku dalam genggamannya,
engkau tak lebih mendengar dari mereka (engkau dan mereka sama sama
mendengarku), akan tetapi mereka tak mampu menjawab” (Shahih Muslim).
حَدَّثَنَا هَدَّابُ بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا حَمَّادُ
بْنُ سَلَمَةَ عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَرَكَ قَتْلَى بَدْرٍ ثَلَاثًا ثُمَّ
أَتَاهُمْ فَقَامَ عَلَيْهِمْ فَنَادَاهُمْ فَقَالَ يَا أَبَا جَهْلِ بْنَ هِشَامٍ
يَا أُمَيَّةَ بْنَ خَلَفٍ يَا عُتْبَةَ بْنَ رَبِيعَةَ يَا شَيْبَةَ بْنَ
رَبِيعَةَ أَلَيْسَ قَدْ وَجَدْتُمْ مَا وَعَدَ رَبُّكُمْ حَقًّا فَإِنِّي قَدْ
وَجَدْتُ مَا وَعَدَنِي رَبِّي حَقًّا فَسَمِعَ عُمَرُ قَوْلَ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ يَسْمَعُوا
وَأَنَّى يُجِيبُوا وَقَدْ جَيَّفُوا قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا
أَنْتُمْ بِأَسْمَعَ لِمَا أَقُولُ مِنْهُمْ وَلَكِنَّهُمْ لَا يَقْدِرُونَ أَنْ
يُجِيبُوا
Makna ayat : “Sungguh Engkau tak
akan didengar oleh yg telah mati”.
Berkata Imam Qurtubi dalam
tafsirnya makna ayat ini bahwa yang dimaksud orang yang telah mati adalah orang
kafir yang telah mati hatinya dengan kekufuran, dan Imam Qurtubi menukil hadits
riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim bahwa Rasul saw berbicara dengan orang
mati dari kafir Quraisy yang terbunuh di perang Badr. (Tafsir Qurtubi Juz 13
hal 232).
يَعْنِي الْكُفَّارَ
لِتَرْكِهِمُ التَّدَبُّرَ
Berkata Imam Attabari
rahimahullah dalam tafsirnya bahwa makna ayat itu : bahwa engkaua wahai
Muhammad tak akan bisa memberikan kefahaman kepada orang yang telah dikunci
Allah untuk tak memahami (Tafsir Imam Attabari)
إِنَّكَ يَا مُحَمَّدُ لَا تَقْدِرُ أَنْ تُفْهِمَ
الْحَقَّ مَنْ طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ فَأَمَاتَهُ، لِأَنَّ اللَّهَ قَدْ
خَتَمَ عَلَيْهِ أَنْ لَا يَفْهَمَهُ
Berkata Imam Ibn katsir
rahimahullah dalam tafsirnya : “walaupun ada perbedaan pendapat tentang makna
ucapan Rasul saw pada mayat-mayat orang kafir pada peristiwa Badr, namun yang
paling shahih diantara pendapat para ulama adalah riwayat Abdullah bin Umar ra
dari riwayat riwayat shahih yang masyhur dengan berbagai riwayat, diantaranya
riwayat yang paling masyhur adalah riwayat Ibn Abdilbarr yang menshahihkan
riwayat ini dari Ibn Abbas ra dengan riwayat Marfu’ bahwa : “tiadalah seseorang
berziarah ke makam saudara muslimnya di dunia, terkecuali Allah datangkan
ruhnya hingga menjawab salamnya”, dan hal ini dikuatkan dengan dalil shahih
(riwayat shahihain) bahwa Rasul saw memerintahkan mengucapkan salam pada
ahlilkubur, dan salam hanya diucapkan pada yang hidup dan berakal dan
mendengar, maka kalau bukan karena riwayat ini maka mereka (ahlil kubur) adalah
sama dengan batu dan benda mati lainnya. Dan para salaf bersatu dalam satu
pendapat tanpa ikhtilaf akan hal ini, dan telah muncul riwayat yg mutawatir
(riwayat yang sangat banyak) dari mereka, bahwa Mayyit bergembira dengan
kedatangan orang yang hidup ke kuburnya”. Selesai ucapan Imam Ibn Katsir
(Tafsir Imam Ibn Katsir Juz 3 hal 439).
وَالصَّحِيحُ عِنْدَ الْعُلَمَاءِ رِوَايَةُ ابْنِ
عُمَرَ، لِمَا لَهَا مِنَ الشَّوَاهِدِ عَلَى صِحَّتِهَا مِنْ وُجُوهٍ كَثِيرَةٍ،
مِنْ أَشْهَرِ ذَلِكَ مَا رَوَاهُ ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ مُصَحِّحًا [لَهُ] ، عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ مَرْفُوعًا: “مَا مِنْ أَحَدٍ يَمُرُّ بِقَبْرِ أَخِيهِ
الْمُسْلِمِ، كَانَ يَعْرِفُهُ فِي الدُّنْيَا، فَيُسَلِّمُ عَلَيْهِ، إِلَّا
رَدَّ اللَّهُ عَلَيْهِ رُوحَهُ، حَتَّى يَرُدَّ عَلَيْهِ السَّلَامَ” .
وَثَبَتَ عَنْهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ
الْمَيِّتَ يَسْمَعُ قَرْعَ نِعَالِ الْمُشَيِّعِينَ لَهُ، إِذَا انْصَرَفُوا
عَنْهُ، وَقَدْ شَرَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأُمَّتِهِ
إِذَا سَلَّمُوا عَلَى أَهْلِ الْقُبُورِ أَنْ يُسَلِّمُوا عَلَيْهِمْ سَلَامَ
مَنْ يُخَاطِبُونَهُ فَيَقُولُ الْمُسْلِمُ: السَّلَامُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ
مُؤْمِنِينَ، وَهَذَا خِطَابٌ لِمَنْ يَسْمَعُ وَيَعْقِلُ، وَلَوْلَا هَذَا
الْخِطَابُ لَكَانُوا بِمَنْزِلَةِ خِطَابِ الْمَعْدُومِ وَالْجَمَادِ،
وَالسَّلَفُ مُجْمِعُونَ عَلَى هَذَا، وَقَدْ تَوَاتَرَتِ الْآثَارُ عَنْهُمْ
بِأَنَّ الْمَيِّتَ يَعْرِفُ بِزِيَارَةِ الْحَيِّ لَهُ وَيَسْتَبْشِرُ
Berkata Imam Al Baidhawiy : bahwa
Kubur Nabi Ismail as adalah di Hathiim (disamping Miizab di ka’bah dan di dalam
masjidilharam) dan tempat itu justru afdhal shalat padanya, dan larangan shalat
di kuburan adalah kuburan yang sudah tergali (Faidhulqadiir Juz 5 hal 251).
أن قبر إسماعيل بالحطيم وذلك المحل أفضل للصلاة فيه
والنهي عن الصلاة بالمقبرة مختص بالمنبوشة
Jelaslah bahwa yang dimaksud
shalat menghadap kuburan adalah yang langsung berhadapan dengan kuburan yang
telah digali, bukan kuburan yang tertutup tembok atau terhalang dinding.
(Dan ini tidak dimaksudkan untuk berqiblat ke kubur. Qiblatnya
tetap ke Ka’bah. Jika qiblatnya ke kubur, maka ia tak peduli Ka’bah ada di
mana, ia tetap menghadap ke kubur dalam shalatnya. Jadi, tidak dibenarkan
shalat dengan berqiblat ke kubur. Orang yang shalat menghadap ke kubur, mereka
tidak meniatkan berqiblat ke kubur. Maka jagalah dari asal
menuduh)
Dan Rasul saw menyalatkan
seorang yang telah dikuburkan, beliau shalat gaib menghadap kuburannya tanpa
dinding atau penghalang, yaitu langsung menghadap kuburan (Shahih Muslim).
Mengenai membangun kubur dengan
tabut (bangunan/ Kijing) hal ini dilarang untuk umum, dan diperbolehkan untuk
kubur para Nabi, ulama dan shalihin, untuk menghidupkan ziarah dan tabarruk
pada mereka. (Rujuk : I’anatutthaalibin Juz 3 hal 236, Tuhfatul Muhtaj
bisyarhil Minhaj Juz 11 hal 424, Mughniy Almuhtaj bisyarhil Minhaj Juz 4 hal
365, Nihayatul Muhtaj ilaa syarhil Minhaj Juz 8 hal 395 dll.)
وألحق الشيخ أبو محمد بها قبور العلماء والصالحين لما فيه
من إحياء الزيارة أو التبرك بها
Habib Munzir Al Musawwa
Posting Komentar