Bagaimana
Islam menggambarkan konsep Idul Adha pada kita ?
Kalau untuk kondisi sekarang, nilai
yang terkandung utamanya adalah ibadah, yang kedua menggambarkan semangat
perjuangan, seperti halnya nabi Ibrahim dan nabi Ismail. Nilai yang ketiga
adalah tidak ada yang sia-sia dalam perjuangan itu, dengan mengganti nyawa
Ismail yang melayang dengan kambing. Hingga diperingati sebagai peristiwa
bersejarah dan menjadi hari raya Idul Adha.
Di sisi lain memang menyimpan sisi
sosial, karena dimungkinkan orang-orang miskin yang tidak pernah makan daging
kambing, maka mereka mendapat haknya dari pembagian daging itu.
Apakah
titik tekan peristiwa itu pada ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin?
Pengertian rahmatan lil alamin
memang menjadi pembahasan tersendiri. Kadang-kadang term. Rahmatan lil Alamin
itu digunakan agar Islam itu tidak terlalu kencang dalam berjuang, sebab jika
kencang dalam berjuang dimungkinkan akan mengganggu orang lain. Dan demi
memberi kesempatan pada orang lain untuk hidup menurut keinginannya maka
toleranlah pada golongan mereka (sebutan sarjana barat sebagai Islam Inklusif
lawan dari Eksklusif).
Tetapi dalam kontek secara umum
bahwa ibadah dalam Islam yang rahmatal lil ‘alamin, setidak-tidaknya untuk alam
dunia Islam yang banyak miskinnya, ya memang iya. Buktinya daging kurban yang
disembelih oleh orang yang haji, kalau kemudian dimakan secara manual, akan
busuk.Di Saudi daging kurban dikalengkan kemudian dikirim ke negara Afrika yang
tergolong miskin seperti (euthophia).
Tetapi kalau konteks rahmatan lil
alamin dikaitkan dengan penyembelihan kurban dalam satu musim, apa kemudian
orang tidak malah bertanya, “seandainya dirupakan uang kan lebih bermanfaat
untuk pembangunan gedung madrasah misalnya”. Ini kemudian menjadi masalah, apa
ini bukan suatu keadaan yang drastis perubahanya.
Berangkat
dari konsep sosial kemasyarakatan yang tergambar dari Idul Adha, disana sini
masih terlihat pada masyarakat kita yang masih bermental kapitalis (penumpukan
harta sebanyak-banyaknya). Seberapa sulit sih penerapan ekonomi syariah pada
masyarakat kita ?
Pertama ada orang yang tidak mau
menerima konsep syariah, dengan kata lain “banyak tokoh muslim yang anti
formalitasi syariah”. Yang kedua formalitasi syariah memang menakutkan pihak
lain, karena sering dihubung-hubungkan dengan piagam Jakarta. Yang ketiga
“Ekonomi umat Islamkan relatif kecil?”, dari umat Islam yang jumlahnya 80
persen, yang mungkin pergerakan ekonomi syariah sekitar 15 persen. Sehingga
untuk melangkah ke sana, harus dengan segala persiapan berikut kelebihan dan
kelemahannya.
Apalagi dengan ekonomi kapitalis
dunia, hampir semuanya dikuasai oleh lobi-lobi Yahudi, yang kekayaannya luar
biasa. Namun demikian bukan berarti tertutup, karena ternyata dengan Indonesia
yang mayoritas muslim, sementara banyak dari indikator ekonomi syariah itu
ternyata tahan banting dalam krisis moneter 1998 kemarin, maka di negeri ini
juga tumbuh ekonomi syariah, bahkan terakhir telah masuk pada BEJ (Bursa Efek
Jakarta).
Mental kapitalis kalau dalam bahasa
kita mungkin adalah kekayaan yang tiada batasnya. Jadi kembali pada konsep ayat
“alhakumut takatsur” ayat ini menyindir sistem ekonomi kapitalis, karena
kekayaan yang tiada batas akan membuat kalian lalai. Ini memang sebuah sifat
syatonah yang ada dalam hati manusia. Dalam konteks kita mereka yang
mempertahankan bunga di yang besar di rekeningnya, akan semakin berlipat-lipat
jumlahnya . Filosofi mereka kan begini “sekecil modal yang ditanam, sebesar
mungkin keuntungan yang diperoleh”. Kalau Islamkan punya landasan filosofis
tersendiri “milikmu yang asli adalah yang engkau infakkan di jalan Allah”. Jadi
memang sangat bertolak belakang, Islam lebih menekankan semangat keadilan,
sementara kapitalis memang lawan dari sosialis. Kemungkinan besar mereka
menolak segala macam infestasi yang tidak menambah nilai nominal dari keuangan
mereka.
Oleh Prof. DR. Imam Bawani MA
Posting Komentar