Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Idul Adha, Mengubah Mental Kapitalis Menuju Jiwa Sosial (1)

Idul Adha, Mengubah Mental Kapitalis Menuju Jiwa Sosial (1)

Bagaimana Islam menggambarkan konsep Idul Adha pada kita ?

Kalau untuk kondisi sekarang, nilai yang terkandung utamanya adalah ibadah, yang kedua menggambarkan semangat perjuangan, seperti halnya nabi Ibrahim dan nabi Ismail. Nilai yang ketiga adalah tidak ada yang sia-sia dalam perjuangan itu, dengan mengganti nyawa Ismail yang melayang dengan kambing. Hingga diperingati sebagai peristiwa bersejarah dan menjadi hari raya Idul Adha.

Di sisi lain memang menyimpan sisi sosial, karena dimungkinkan orang-orang miskin yang tidak pernah makan daging kambing, maka mereka mendapat haknya dari pembagian daging itu.

Apakah titik tekan peristiwa itu pada ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin?

Pengertian rahmatan lil alamin memang menjadi pembahasan tersendiri. Kadang-kadang term. Rahmatan lil Alamin itu digunakan agar Islam itu tidak terlalu kencang dalam berjuang, sebab jika kencang dalam berjuang dimungkinkan akan mengganggu orang lain. Dan demi memberi kesempatan pada orang lain untuk hidup menurut keinginannya maka toleranlah pada golongan mereka (sebutan sarjana barat sebagai Islam Inklusif lawan dari Eksklusif). 

Tetapi dalam kontek secara umum bahwa ibadah dalam Islam yang rahmatal lil ‘alamin, setidak-tidaknya untuk alam dunia Islam yang banyak miskinnya, ya memang iya. Buktinya daging kurban yang disembelih oleh orang yang haji, kalau kemudian dimakan secara manual, akan busuk.Di Saudi daging kurban dikalengkan kemudian dikirim ke negara Afrika yang tergolong miskin seperti (euthophia). 

Tetapi kalau konteks rahmatan lil alamin dikaitkan dengan penyembelihan kurban dalam satu musim, apa kemudian orang tidak malah bertanya, “seandainya dirupakan uang kan lebih bermanfaat untuk pembangunan gedung madrasah misalnya”. Ini kemudian menjadi masalah, apa ini bukan suatu keadaan yang drastis perubahanya.

Berangkat dari konsep sosial kemasyarakatan yang tergambar dari Idul Adha, disana sini masih terlihat pada masyarakat kita yang masih bermental kapitalis (penumpukan harta sebanyak-banyaknya). Seberapa sulit sih penerapan ekonomi syariah pada masyarakat kita ?

Pertama ada orang yang tidak mau menerima konsep syariah, dengan kata lain “banyak tokoh muslim yang anti formalitasi syariah”. Yang kedua formalitasi syariah memang menakutkan pihak lain, karena sering dihubung-hubungkan dengan piagam Jakarta. Yang ketiga “Ekonomi umat Islamkan relatif kecil?”, dari umat Islam yang jumlahnya 80 persen, yang mungkin pergerakan ekonomi syariah sekitar 15 persen. Sehingga untuk melangkah ke sana, harus dengan segala persiapan berikut kelebihan dan kelemahannya. 

Apalagi dengan ekonomi kapitalis dunia, hampir semuanya dikuasai oleh lobi-lobi Yahudi, yang kekayaannya luar biasa. Namun demikian bukan berarti tertutup, karena ternyata dengan Indonesia yang mayoritas muslim, sementara banyak dari indikator ekonomi syariah itu ternyata tahan banting dalam krisis moneter 1998 kemarin, maka di negeri ini juga tumbuh ekonomi syariah, bahkan terakhir telah masuk pada BEJ (Bursa Efek Jakarta).

Mental kapitalis kalau dalam bahasa kita mungkin adalah kekayaan yang tiada batasnya. Jadi kembali pada konsep ayat “alhakumut takatsur” ayat ini menyindir sistem ekonomi kapitalis, karena kekayaan yang tiada batas akan membuat kalian lalai. Ini memang sebuah sifat syatonah yang ada dalam hati manusia. Dalam konteks kita mereka yang mempertahankan bunga di yang besar di rekeningnya, akan semakin berlipat-lipat jumlahnya . Filosofi mereka kan begini “sekecil modal yang ditanam, sebesar mungkin keuntungan yang diperoleh”. Kalau Islamkan punya landasan filosofis tersendiri “milikmu yang asli adalah yang engkau infakkan di jalan Allah”. Jadi memang sangat bertolak belakang, Islam lebih menekankan semangat keadilan, sementara kapitalis memang lawan dari sosialis. Kemungkinan besar mereka menolak segala macam infestasi yang tidak menambah nilai nominal dari keuangan mereka. 



Oleh Prof. DR. Imam Bawani MA
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger