Banyak sekali ayat-ayat al-Quran
yang memerintahkan manusia memperhatikan dan memikirkan tentang fenomana alam
semesta, termasuk memikirkan dirinya sendiri.
Disamping ayat-ayat kauniyah. Allah
SWT juga menurunkan ayat-ayat qauliyah, berupa wahyu verbal kepada utusan-Nya
yang terakhir, yaitu Nabi Muhammad saw. Karena itu, dalam QS Ali Imran 18-19,
disebutkan, bahwa orang-orang yang berilmu adalah orang-orang yang bersaksi
bahwa "Tiada tuhan selain Allah", dan bersakssi bahwa
"Sesungguhnya ad-Din dalam pandangan Allah SWT adalah Islam."
Inilah yang disebut ilmu yang
mengantarkan kepada peradaban dan kebahagiaan. Setiap lembaga pendidikan.
khususnya lembaga pendidikan Islam. harus mampu mengantarkan sivitas
akademika-nya menuju kepada tangga kebahagiaan yang hakiki dan abadi.
Kebahagiaan yang sejati adalah yang terkait antara dunia dan akhirat.
Kriteria inilah yang harusnya
dijadikan indikator utama, apakah suatu program pendidikan (ta'dib) berhasil
atau tidak. Keberhasilan pendidikan dalam Islam bukan diukur dari berapa
mahalnya uang hayaran sekolah; berapa banyak yang diterima di Perguruan Tinggi
Negeri dan sebagainya. Tetapi apakah pendidikan itu mampu melahirkan
manusia-manusia yang beradab yang mengenal Tuhannya dan beribadah kepada
Penciptanya.
Manusia-manusia yang berilmu seperti
inilah yang hidupnya hahagia dalam keimanan dan keyakinan: yang hidupnya tidak
terombang-ambing oleh keadaan. Dalam kondisi apa pun hidupnya bahagia, karena
dia mengenal Allah, ridha dengan keputusanNya dan berusaha menyelaraskan
hidupnya dengan segala macam peraturan Allah yang diturunkan melalui
utusan-Nya.
Karena itu kita paham, betapa
berbahayanya paham relativisme kebenaran yang ditaburkan oleh kaum liberal.
Sebab, paham ini menggerus keyakinan seseorang akan kebenaran. Keyakinan dan
iman adalah harta yang sangat mahal dalam hidup. Dengan keyakinan itulah, kata
Igbal, seorang Ibrahim a.s. rela menceburkan dirinya ke dalam api. Penyair
besar Pakistan ini lalu bertutur hilangnya keyakinan dalam diri seseorang.
lebih buruk dari suatu perbudakan.
Sebagai orang Muslim, kita tentu
mendambakan hidup bahagia semacarn itu; hidup dalam keyakinan: mulai dengan
mengenal Allah dan ridha, menerima keputusan-keputusan-Nva, serta ikhlas
menjalankan aturan-aturan-Nya. Kita mendambakan diri kita merasa bahagia dalam
menjalankan shalat, kita bahagia menunaikan zakat, kita bahagia bersedekah, kita
bahagia menolong orang lain, dan kita pun bahagia menjalankan tugas amar ma'ruf
nahi munkar.
Dalam kondisi apa pun. maka
"senangkanlah hatimu!" Jangan pernah bersedih.
"Kalau engkau kaya.
senangkanlah hatimu! Karena di hadapanmu terbentang kesempatan untuk
mengerjakan yang sulit-sulit melalui hartamu.
"Dan jika engkau fakir miskin,
senangkan pulalah hatimu! Karena engkau telah terlepas dari suatu penyakit
jiwa, penyakit kesombongan yang sering menimpa orang-orang kaya. Senangkanlah
hatimu karena tak ada orang yang akan hasad dan dengki kepadamu lagi, lantaran
kemiskinanmu..."
"Kalau engkau dilupakan orang,
kurang masyhur, senangkan pulalah hatimu! Karena lidah tidak banyak yang
mencelamu, mulut tak banyak mencacimu..."
Mudah-mudahan. Allah mengaruniai
kita ilmu yang mengantarkan kita pada sebuah keyakinan dan kebahagiaan abadi,
dunia dan akhirat. Amin.
Ust. Abdul Latief
Posting Komentar