Dalam Islam, ajaran memberi makan
merupakan puncak dari kesempurnaan agama seseorang. Dalam sebuah hadis Nabi
saw, disebutkan:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَنَّ
رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْإِسْلَامِ
خَيْرٌ قَالَ تُطْعِمُ الطَّعَامَ وَتَقْرَأُ السَّلَامَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ
وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ
Diceritakan dari
Abdullah bin 'Amru bahwa ada seseorang bertanya kepada Rasulullah saw.
"Islam manakah yang paling baik?" Nabi saw. menjawab: "Kamu
memberi makan dan memberi salam kepada orang yang kamu kenal dan yang tidak
kamu kenal". (HR. Bukhari).
Dalam al-Qur’an, Allah juga memuji
orang-orang yang suka memberi makan orang lain. Mereka diberi julukan sebagai
al-abrar, yakni orang-orang yang berbakti. Dalam QS. Al-Insan/78:8
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِ
مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا
Dan mereka memberikan
makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.
Beberapa keterangan dalam ayat-ayat
al-Qur’an menguatkan betapa agama Islam sangat menganjurkan memberi makan orang
miskin. Bahkan dalam QS. Al-Ma’un/107:3, disebutkan bahwa orang yang tidak
menganjurkan memberi makan orang miskin termasuk katagori pendusta agama.
Sedangkan dalam beberapa jenis sanksi bagi mereka yang melanggar atau tidak
dapat melaksanakan beberapa kewajiban agama, memberi makan termasuk salah satu
jenis sanksinya. Pembayaran fidyah misalnya bagi mereka yang tidak berpuasa
pada bulan Ramadhan, adalah ajaran untuk memberi makan.
Traktir juga Yang
Miskin
Salah satu kebiasaan baik yang telah
berlangsung dalam masyarakat adalah mentraktir makan teman atau kolega baik
pada momen tertentu atau spontanitas. Dalam perayaan-perayaan tertentu seperti
hari raya atau syukuran pernikahan, aqiqah, atau sunatan, biasanya juga
disajikan aneka makanan untuk disantap bersama. Sayangnya pesta-pesta semacam
ini boleh jadi melalaikan atau melupakan golongan miskin dan fakir yang
seharusnya menjadi prioritas.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ كَانَ
يَقُولُ بِئْسَ الطَّعَامُ طَعَامُ
الْوَلِيمَةِ يُدْعَى إِلَيْهِ الْأَغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ الْمَسَاكِينُ
Dari Abu Hurairah
bahwa dia berkata; Seburuk-buruk jamuan adalah jamuan pesta pernikahan, apabila
yang diundang ke pesta tersebut hanya orang-orang kaya saja dengan mengabaikan
orang-orang miskin. (HR. Muslim).
Umroh vs Gizi Buruk
Dengan melihat kondisi masyarakat yang
saat ini masih banyak mengalami kesulitan dalam hal konsumsi maka menghidupkan
dan mengkampanyekan gerakan memberi makan orang miskin layak didahulukan
daripada memperbanyak umrah dan haji. Bukankah menjadi sebuah ironi manakala
kuota haji dan umrah terpenuhi maksimal sementara ada masyarakat sekitar yang
mengkonsumsi nasi aking. Belum lagi terdata berapa banyak anak balita yang
mengalami gizi buruk di tengah limpahan anggaran negara yang mencapai 1000-an
triliun.
Maka janganlah seorang muslim berpuas
diri dengan shalat dan hajinya, tanpa menengok kondisi saudara-saudaranya
sesama anak Adam yang kesulitan memenuhi kebutuhan akan makan. Sudah saatnya
memberi perhatian lebih kepada amalan sosial mengimbangi amalan ritual. Jangan
sampai seorang muslim gelagapan
ketika mendapat pertanyaan Allah sebagaimana dalam hadis qudsi berikut:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ يَا ابْنَ آدَمَ مَرِضْتُ فَلَمْ تَعُدْنِي قَالَ يَا رَبِّ كَيْفَ
أَعُودُكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ قَالَ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ عَبْدِي
فُلَانًا مَرِضَ فَلَمْ تَعُدْهُ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّكَ لَوْ عُدْتَهُ
لَوَجَدْتَنِي عِنْدَهُ يَا ابْنَ آدَمَ اسْتَطْعَمْتُكَ فَلَمْ تُطْعِمْنِي قَالَ
يَا رَبِّ وَكَيْفَ أُطْعِمُكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ قَالَ أَمَا عَلِمْتَ
أَنَّهُ اسْتَطْعَمَكَ عَبْدِي فُلَانٌ فَلَمْ تُطْعِمْهُ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّكَ
لَوْ أَطْعَمْتَهُ لَوَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِي يَا ابْنَ آدَمَ اسْتَسْقَيْتُكَ
فَلَمْ تَسْقِنِي قَالَ يَا رَبِّ كَيْفَ أَسْقِيكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ
قَالَ اسْتَسْقَاكَ عَبْدِي فُلَانٌ فَلَمْ تَسْقِهِ أَمَا إِنَّكَ لَوْ
سَقَيْتَهُ وَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِي
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Hai anak Adam! Aku sakit, mengapa kamu tidak
menjenguk-Ku?" Jawab anak Adam; "Wahai Rabbku, bagaimana mengunjungi
Engkau, padahal Engkau Tuhan semesta alam?" Allah Ta'ala berfirman:
"Apakah kamu tidak tahu bahwa hamba-Ku si Fulan sakit, mengapa kamu tidak
mengunjunginya? Apakah kamu tidak tahu, seandainya kamu kunjungi dia kamu akan
mendapati-Ku di sisinya?""Hai, anak Adam! Aku minta makan kepadamu,
mengapa kamu tidak memberi-Ku makan?" Jawab anak Adam; "Wahai Rabbku,
Bagaimana mungkin aku memberi engkau makan, padahal Engkau Tuhan semesta alam?"
Allah Ta'ala berfirman: "Apakah kamu tidak tahu, bahwa hamba-Ku si Fulan
minta makan kepadamu tetapi kamu tidak memberinya makan. Apakah kamu tidak tahu
seandainya kamu memberinya makan niscaya engkau mendapatkannya di
sisi-Ku?" "Hai, anak Adam! Aku minta minum kepadamu, mengapa kamu
tidak memberi-Ku minum?" Jawab anak Adam; "Wahai Tuhanku, bagaimana
mungkin aku memberi Engkau minum, padahal Engkau Tuhan semesta alam?"
Allah Ta'ala menjawab: "Hamba-Ku si Fulan minta minum kepadamu, tetapi
kamu tidak memberinya minum. Ketahuilah, seandainya kamu memberinya minum,
niscaya kamu mendapatkannya di sisi-Ku." (HR Muslim).
Oleh karena itu, berilah makan
saudaramu.
Dr . Saifudddin Zuhri, MA.
Posting Komentar