Kedua, Rasulullah SAW sangat mencintai keluarga dan
sahabatnya. Dalam banyak kesempatan, Rasulullah selalu memuji para keluarga dan
sahabatnya, melarang umatnya untuk menghina mereka. Beliau bersabda
عن أبي سَعِيْد الخُذْرِي
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إنَّنِيْ تَارِكٌ فِيْكُمُ الثَّقَلَيْنِ
كِتَابَ اللهِ وَعِتْرَتِي أهْلُ بَيْتِيْ. رواه الترمذي
Dari Abi Said al-Khudri ia berkata, Rasulullah SAW
bersabda, ”Sesungguhnya aku tinggalkan untuk kalian dua wasiat, Kitabullah
Al-Qur’an dan keluargaku.” (HR at-Tirmidzi)
عن أبي هريرة قال قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم لَا تَسُبُّوْا أصْحَابِي لَا تَسُبُّوْا أصْحَابِي فَوَ
الّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْ أنَّ أحَدَكُمْ أنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا
أدْرَكَ مُدَّ أحَدِهِمْ وَلَا تَصِيْفَه.ُ رواه مسلم
Dari Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda,
“Janganlah kalian mencaci para sahabat, janganlah kalian mencaci sahabatku!
Demi Dzat Yang Menguasaiku, andaikata salah satu diantara kalian menafkahkan
emas sebesar gunung Uhud, maka (pahala nafkah itu) tidak akan menyamai (pahala)
satu mud atau setengahnya dari (nafkah) mereka.”
(HR Muslim).
Dari sinilah, mencintai keluarga dan sahabat Nabi adalah
mengikuti teladan Rasulullah SAW yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari mencintai Nabi SAW.
Ketiga, tuntunan dan teladan ini juga diberikan oleh
keluarga dan sahabat Rasul sendiri. Di antara mereka terdapat rasa cinta yang
mendalam, antara satu dengan lainnya saling menghargai dan menghormati. Hal ini
dibuktikan dari ungkapan-ungkapan mereka:
1. Dari Aisyah RA, Abu Bakar berkata, “Sungguh kerabat
Rasulullah SAW lebih aku cintai daripada kerabatku sendiri.” (HR.
al-Bukhari)
2. Dari Ibnu Umar RA dari Abi Bakar RA, beliau berkata, “Perhatikanlah
Nabi Muhammad SAW pada ahlul-baitnya.” (HR al-Bukhari).
3. Dari Wahab al-Suwa’i, ia berkata, “Sayyidina Ali
pernah berkhutbah kepada kami. Beliau bertanya , ‘Siapa orang yang paling mulia
setelah Nabi Muhammad SAW?’ Aku menjawab, ‘Engkau wahai Amirul Mukminin.’
Sayyidina Ali berkomentar, ‘Tidak, hamba yang paling mulia setelah nabi-Nya
adalah Abu Bakar, kemudian Umar.’” (As-Syafi Juz II hal 428).
4. Ketika sahabat Umar dimandikan dan dikafani Sayyidina
Ali masuk, lalu berkata, “Tidak ada di atas bumi ini seorangpun yang lebih
aku sukai untuk bertemu Allah SWT dengan membawa buku catatan selain dari yang
terbentang di tengah-tengah kalian ini (yakni jenazah Sayyidina Umar). ” (Ma’ani
al-Akhbar, hal 117)
5. Dari 33 putra Sayyidina Ali tiga di antaranya diberi
nama Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Dari 14 putra Sayyidina Hasan dua dua di
antaranya diberi nama Abu Bakar dan Umar, dan di antara 9 putra Sayyidina
Husain dua di antaranya diberi nama Abu Bakar dan Umar.
Pemberian nama ini tentu soja dipilih dari nama orang-orang
yang metjadi idolanya, dan tidak mungkin diambil dari nama musuhnya. (Al-Hujaj
al-Qathiyyah, hal 195).
6. Bagi Ahlussunnah, Sayyidina Ali adalah seorang imam yang
mulia dan harus dijadikan panutan. Sayyidina Ali adalah seorang pemberani dan
sekali-kali bukanlah seorang pengecut Sebagai pemimpin pasukan, di antara
sekian banyak peperanngan yang dilakukan pada zaman Rasul SAW, beliau selalu
menjadi pahlawan yang tak terkalahkan. Karena itu tidak mungkin beliau bersikap
penakut dan pura-pura atau taqiyah apalagi mengajarkannya.
lnilah beberapa
alasan yang melandasi keharusan mencintai keluarga dan sahabat Nabi SAW. Sudah
tentu kecintaan dan penghormatan yang diberikan adalah secara berimbang. Tetap
berpedoman pada prinsip tawassuth, tawazun dan i’tidal, jauh dari fanatisme
buta.
KH Muhyiddin Abdusshomad
Pengasuh Pondok Pesantren Nuris, penulis kitab Al-Hujaj al-Qatiyyah fi Shihhatil Mu’taqidat wal ‘Amaliyyat
an-Nahdliyyah
Posting Komentar