Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Blusukan Ala Khalifah Umar Bin Khattab (1)

Blusukan Ala Khalifah Umar Bin Khattab (1)

Sayyidina Umar bin khatab adalah seorang khalifah yang dikenal sangat tegas dan bijaksana. Sebagai seorang pemimpin besar kaum muslimin, dia kerapkali melakukan tindakan-tindakan yang diluar dugaan. Dia pernah memarahi seorang gubernur yang menyepelekan hak orang lain. Pernah suatu malam ia berkeliling di disebuah daerah. Sayup-sayup dari kejauhan terdengar suara anak kecil yang sedang menangis. Maka bergegaslah beliau mendekati arah suara itu. Sumber suara anak kecil yang tengah menangis itu adalah dari gubug tua. Terdengar pula suara seorang wanita yang berusaha untuk menghentikan tangis anaknya.


 “Sebentar lagi makanannya akan masak, tidurlah dulu!” ujar wanita itu terdengar jelas oleh Khalifah Umar.


“Bu, aku sudah lapar dari tadi…aku ingin makan!” terdengar suara anak kecil sambil terisak-isak menangis.


 “Ya sabar dulu. Tuh kan ibu sedang memasak airnya juga belum mendidih!”


 “Dari tadi koq belum masak juga…cepat perutku lapar sekali!” Wanita separuh baya itu hanya meneteskan air saat mendengar anaknya yang kelaparan.


Khalifah Umar merasa heran dan penarasan mengapa ibu itu belum memberikan makanan juga padahal sejak tadi air itu mendidik , maka beliau mengetuk pintu gubug itu sekedar ingin mengetahui, apa sesungguhnya yang terjadi pada keluarga itu. Tentu saja wanita itu kaget ketika terdengar suara lelaki dari luar.


 “Wahai lelaki, siapakah anda ini? Ada keperluan apa anda datang ke sini?”

  
“Aku bukan siapa-siapa, aku hanya ingin bertamu saja. Aku tak tega mendengar suara anak yang sejak tadi terus menerus menangis!”


Wanita itu pun lalu membukakan pintu. Khalifah Umar kemudian masuk ke dalam gubuk. Sungguh sangat kasihan rumah perempuan ini. Gubuk itu berukuran kecil. Terlihat di ruangan itu ada tungku api yang tengah ditunggui oleh wanita tersebut. Dia tengah memasak, entah apa yang sedang dipasaknya, Khalifah Umar tidak tahu.


 “Bu, mengapa dengan anak ibu…dari tadi terus menerus menangis?”tanya Umar.


Wanita itu menarik napas panjang, lalu berkata, “Aku ini wanita yang didzalimi oleh khalifah Umar, aku miskin dan tidak mempunyai apa-apa di gubuk ini…anakku sejak tadi menangis karena menahan lapar! Aku pun sudah beberapa hari tidak makan.”


Khalifah Umar terperanjat mendengar ucapan wanita yang langsung menuduh dirinya sebagai orang yang dzalim. Namun beliau berusaha untuk menutupinya, ia bersikap tenang.


“Yang dimasak ibu itu apa?” Tanya Umar.

  
“Lihatkan sendiri oleh engkau. Sudah berhari-hari aku dan anakku tidak makan, aku sangat miskin!”


Umar segera membuka penutup masakan itu, betapa beliau terperanjat ketika melihat masakan itu. Beberapa kali ia mengusap wajahnya, tidak percaya apa yang dilihatnya.


“Hah! Ibu ini memasak apa?” matanya terbelalak tidak percaya.


 “Aku memasak batu, sekedar menghibur anakku yang sejak tadi kelaparan. Aku pura-pura saja tengah memasak, padahal aku sudah tidak mempunyai makanan apa-apa di tempat ini. Aku berharap anakku tertidur aku telah membohonginya! Aku dibiarkan hidup sengsara oleh Khalifah Umar!”


Mulut Umar terngangga tidak keluar sepatah katapun, benar-benar kaget. “Ya Allah, ampunilah aku, aku berdosa membiarkan keluarga ini kelaparan!” ucapnya dalam hati.


"Bu, tunggu sebentar aku akan membawa makanan ke sini!” ucap Umar seraya meninggalkan wanita tua.


Khalifah Umar dengan langkah sedikit berlari bergegas menuju rumahnya. Dalam perjalanan ia terus beristighfar memohon ampun kepada Allah.  Ketika sampai di rumahnya,  beberapa makanan dan gandum segera diambil serta dibungkusnya. Sekarung makanan beliau panggul sendiri menuju gubuk tua yang agak jauh.


Keringat di wajah dan tubuhnya masih basah ketika beliau sudah sampai di gubuk tua itu. Tanpa berpikir dua kali, segera saja diberikan makanan itu kepada ibu dan anaknya. Mereka terlihat sangat gembira memperoleh makanan di malam hari. Keduanya langsung memakan apa yang diberikan khalifah Umar. Terlihat anak perempuan yang berusia 3 tahun itu pun lahap memakannya. Ia tidak lagi menangis.


Khalifah Umar belum beranjak dari gubuk itu, ketika wanita itu berulang-ulang mengucapkan terima kasih. Beliau akan segera pamitan, namun wanita itu bertanya,


“Wahai lelaki yang baik hati, siapakah engkau ini?”


Khalifah Umar tidak langsung menjawab, beberapa kali napasnya turun naik, kemudian berkata,


“Akulah lelaki yang oleh ibu tadi disebutkan sebagai orang yang dzalim. Aku mohon maaf atas kekhilafanku!”


Wajah perempuan itu seketika pucat pasi dan tubuhnya gemetar,  setelah tahu bahwa lelaki dihadapannya adalah Khalifah Umar bin Khatab. Dia kelihatan ketakutan  sekali, apalagi telah mengatakan dzalim kepada beliau.


“Aku mohon maaf!” tangan dan kakinya  gemetar. Selama ini ia belum pernah tahu wajah khalifah Umar hanya mendengar saja dari orang lain. Kini pemimpin besar umat Islam itu ada dihadapannya, betapa hatinya kecut. Ia telah menyumpahi dengan kata-kata dzalim kepada beliau. Ia sudah siap menerima hukuman yang akan ditimpakan.


“Ibu tidak bersalah, akulah yang bersalah selama ini. Aku berdosa membiarkan seorang ibu dan anak kelaparan di wilayah kekuasaannku, bagaimana aku mempertanggungjawabkan dihadapan Allah? Sudi kiranya Ibu memaafkan aku?” ucap Khalifah dengan rasa penyesalan mendalam.


Wanita itu terdiam, tidak keluar sepatah katapun. Ia masih belum percaya kalau lelaki gagah itu adalah Khalifah Umar bin Khatab yang sangat ditakuti dan disegani kaum muslimin. Beliau masih sempat datang membawa makanannya sendiri sekedar untuk memenuhi kebutuhan makanan wanita dan anaknya yang kelaparan.




Kuswari Miharja
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger