‘Ketahuilah, sesungguhnya segala sesuatu memiliki hakekat,
dan hakekat iman adalah kosongnya hati dari dunia dan segala kenikmatannya yang
memabukkan. Suatu ketika Rasulullah SAW bertanya kepada Haritsah, “Bagaimana
kabarmu pagi hari ini, wahai Haritsah ?” “Pagi ini aku beriman kepada Allah
secara hakiki.” Jawab Haritsah. “Bagaimanakah hakikat iman menurutmu?” sambung
Rasulullah. “Aku mengosongkan diriku dari dunia, sehingga bagiku sama saja
nilai emas dengan batu-batu yang lainnya.” Jawab Haritsah kembali. “Sekarang
kamu telah mengetahui hakekat iman, maka lazimilah dan berzuhudlah di atas
dunia…!” ujar Rasulullah.
Sesungguhnya salah satu asas agama ini adalah zuhud,
menjahui kenikmatan dunia yang bersifat sementara. Kenikmatan yang pada
akhirnya disesali oleh mereka yang terlarut di dalamnya. Dunia pada hakekatnya
tidak ada nilainya. Bahkan Allah SWT sendiri tak pernah memandang dunia
semenjak menciptakannya. Allah juga mewanti-wanti hamba-hamba pilihannya agar
tidak tertipu dan senantiasa menjahui dunia. Maka tak dapat diragukan lagi
bahwa zuhud adalah sumber dari keberuntungan dan kebahagiaan. Oleh karena itu
perilaku zuhud merupakan identitas diri orang-orang yang mulia dan para
pemimpin umat terdahulu.
Adapun mencintai dunia, perilaku itu adalah pangkal dari
perbuatan dosa dan sumber dari berbagai bencana, fitnah dan kerusakan.
Rasulullah SAW bersabda,
حُبُّ الدُّنْيَا رَأسُ كُلِّ خَطِيْئَةٍ
“Cinta kepada dunia adalah pangkal dari segala perbuatan dosa.”
Seperti halnya jika mencintai dunia merupakan pangkal dari
segala perbuatan dosa, maka membenci dunia adalah sumber dari kebahagiaan dan
tangga menuju kesuksesan. Dalam sebuah hadits qudsi, Allah SWT berfirman,-
مَا تَعَبَّدَ لِي عَبْدِي الْمُؤْمِنُ بِمِثْلِ الزُّهْدِ فِي الدُّنْيَا
“Tidaklah dapat seorang hambaku yang beriman kepadaku
beribadah kepadaku seperti halnya zuhud di dunia”.
Maksudnya ialah seseorang
dengan ibadahnya takkan dapat memperoleh pahala sebesar pahala zuhud, di selain
ibadah fardhu tentunya.
Seseorang apabila membaca dan menghayati ayat-ayat Al
Qur’an dengan sungguh-sungguh, kemudian menelaah hadits-hadits nabi dengan
teliti, serta menyimak kalam-kalam ulama salaf yang ikhlas, maka ia akan
menyadari bahwa dunia tidak ada nilainya sama sekali. Sebab ayat-ayat Al Qur’an
, hadits-hadits nabi serta kalam ulama terdahulu berulang kali mencela dan
menghinakan dunia. Orang yang demikian akan insyaf dan akan berusaha
mengosongkan dirinya dari dunia untuk berzuhud meninggalkan kenikmatan dunia
lalu menghadapkan dirinya dengan penuh kepada Sang Pencipta seluruh alam.
Kemudian niscaya ia akan lebih bersemangat untuk mendapatkan
kenikmatan-kenikmatan surga yang abadi yang di dalamnya tak ada masa tua,
kematian, kerusakan.
Sungguh, surga adalah suatu kenikmatan hakiki yang tak
dapat disifatkan. Rasulullah SAW menggambarkan surga sebagai kenikmatan yang
tak pernah di pandang oleh mata, didengar oleh telinga, dan bahkan tak pernah
terlintas dalam hati manusia. Dan di balik itu semua masih tersimpan kenikmatan-kenikmatan
lain yang lebih dahsyat dan seterusnya hingga kenikmatan tertinggi yaitu
memandang kehadirat Yang Maha Kuasa, Allah SWT. Maka, apalah arti dunia yang
sedikit dan cepat berlalu ini.
Posting Komentar