Mandi yang wajib ada empat; mandi disebabkan keluarnya air mani,
persentuhan antara kemaluan pria dan wanita, haidh, serta nifas.
Beberapa waktu yang lalu kita telah mengikuti penjelasan pengarang tentang
tata cara dan adab berwudhu. Kali ini kita simak penjelasan selanjutnya dari
pengarang, yakni tata cara dan adab mandi, yaitu mandi yang disyari’atkan.
Penjelasan ini sangat penting, karena banyak di antara umat Islam yang tidak
atau kurang memahaminya dengan baik, padahal itu merupakan pengetahuan wajib
yang harus dipahami oleh setiap muslim.
Pengarang mengatakan, Hendaknya beristinja (menghilangkan/membersihkan najis) terlebih dahulu,
lalu berwudhu, sebagaimana telah dijelaskan, namun mengakhirkan membasuh kedua
kaki. Selanjutnya menuangkan air ke bagian tubuh sebelah kanan, lalu bagian
sebelah kiri, masing-masing tiga kali.
Sebelum mulai mandi sebaiknya meletakkan (memposisikan) bejana (tempat air)
di sebelah kanan, lalu membaca basmalah dan membasuh kedua tangan tiga kali.
Setelah itu barulah beristinja. Menuangkan air ke bagian tubuh sebelah kanan
dan sebelah kiri dilakukan setelah menuangkan air ke kepala, yang juga
dilakukan tiga kali.
Kemudian pengarang melanjutkan penjelasannya, Lalu menggosok badan bagian depan dan belakang, menyela-nyela rambut
dengan jari, dan menyampaikan air ke tempat-tempat tumbuhnya rambut, baik
(rambut itu) tipis maupun tebal, karena bagian bawah dari setiap rambut
merupakan bagian junub juga. Bagi kaum perempuan, tidak ada keharusan untuk
mengurai ikatan rambunya, kecuali jika ia mengetahui bahwa air tidak dapat
sampai ke sela-selanya.
(Orang yang mandi itu) harus menjaga tidak sampai menyentuh kemaluan
sehingga membatalkan wudhu, dan memperhatikan lekukan-lekukan badan. Dan
jangan lupa berniat di permulaan mandi. Adapun hal-hal yang wajib dalam wudhu
adalah berniat ketika membasuh wajah, membasuh kedua tangan sampai ke siku,
serta mengusap dan membasuh kedua kaki sampai ke mata kaki. Sementara itu,
bersambungan (tidak terputus) dalam membasuh ketika manjadi junub bukan
merupakan rukun mandi.
Kemudian pengarang menjelaskan ihwal mandi-mandi apa saja yang wajib dan apa
saja yang sunnah dengan mengatakan, Mandi yang wajib ada empat; mandi disebabkan keluarnya air mani, persentuhan
antara kemaluan pria dan wanita, haidh, serta nifas.
Adapun mandi-mandi selain itu adalah mandi sunnah, misalnya mandi hari
Jum’at, dua Hari Raya, ihram, wuquf di Arafah dan Muzdalifah, masuk kota Makkah,
mandi pada tiga hari-hari tasyriq (yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah),
untuk thawaf wada‘ menurut sebuah pendapat, orang kafir jika masuk Islam (yang
bukan dalam keadaan junub), orang gila jika sudah sembuh, dan orang yang
memandikan jenazah. Kesemuanya ini sunnah, maka pahamilah, semoga engkau
mendapatkan keberuntungan.
Kitab Al-Mursyid Al-Amin Karya Al-Ghazali
Diasuh oleh: K.H. Saifuddin Amsir
+ comments + 2 comments
wajibkah wudhu setelah mandi junub sementara kita setelah mandi tidak batal?
Di dalam kitab Al Mughni Al Muhtaj Ila Ma’rifati Ma’ani Alfadzi Al Manhaj karya Ibnu Ahmad Al Khatib Asy Syarbini, seorang faqih bermadzhab Syafi’i, beliau menyebutkan ada 3 pendapat dalam masalah ini. Salah satunya adalah pendapat yang masyhur dalam madzhabnya yaitu Mazhab Syafi’i. Sedangkan kedua pendapat lainnya tidak disebutkan siapa yang mengemukakannya.
1. Pendapat pertama yang dipakai dalam mazhab Syafi’i, bahwasanya jika seseorang junub sekaligus berhadats, maka cukup bersuci dengan mandi besar. Baik dia mengiringinya dengan niat wudhu’ ataupun tidak. Baik dia –di dalam mandi besar itu— menyuci anggota wudhunya secara berurutan ataupun tidak. Karena wudhu’ itu sudah tercakup oleh mandi besar. Ketika kita berwudhu’, kita hanya mencuci beberapa anggota badan saja. Sedangkan ketika kita mandi besar, seluruh badan kita tercuci tanpa terkecuali. Ini didasarkan oleh sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Jubair bin Muth’im.
أَمَّا أَنَا فَأُحْثِيَ عَلَى رَأْسِي ثَلَاثَ حَثَيَاتٍ فَإِذَا أَنَا قَدْ طَهُرْت
“Adapun aku (ketika mandi besar) menuangkan air di atas kepalaku dengan tiga kali tuangan, maka ketika itu aku suci.”
Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam setelah mandi junub menyatakan bahwa dirinya telah suci (dari janabah atau hadats) padahal beliau tidak berwudhu. Dan beliau pun di dalam hadits tersebut tidak menyatakan apakah sebelumnya beliau hanya junub (hadats besar) atau sekaligus berhadats (hadats kecil). Artinya hukum yang diambil dari hadits ini bersifat umum dan berlaku untuk orang yang mandi karena junub saja dan juga berlaku untuk orang yang mandi karena sebelumnya mengalami janabah dan hadats kecil sekaligus.
2. Pendapat kedua mengatakan tidak cukup hanya dengan mandi saja walaupun diingiri dengan niat wudhu’, tetapi harus disertai dengan wudhu’ itu sendiri (tidak hanya niatnya saja). Dengan alasan bahwa kedua hadats itu (hadats kecil dan hadats besar) berbeda jenis sehingga cara bersucinya pun harus berbeda, tidak bisa salah satu mewakili yang lain. Jadi apabila seseorang berhadats dengan kedua hadats tersebut, maka masing-masing cara bersucinya pun harus dilakukan, yaitu wudhu’ untuk hadats kecil dan mandi untuk hadats besar.
3. Sedangkan pendapat ketiga mengatakan jika mandinya diiringi dengan niat wudhu’ maka itu cukup. Meskipun tidak mencuci anggota wudlunya secara berurutan.
(Firmadani)
Posting Komentar