Allah Swt. berfirman: “Hanya bagi Allahlah kemuliaan, dan
bagi Rasul-Nya serta bagi sekalian orang-orang yang beriman.”
Kemuliaan orang yang beriman adalah pencegahan Allah
terhadap dirinya untuk menghamba kepada hawa nafsu, syetan dan dunia atau
segala yang ada di jagad ini baik yang ghaib maupun yang tampak, baik itu dunia
maupun akhirat.
Sedangkan orang munafik tidak mengerti keagungan kecuali
melalui kausalitas (sebab akibat) serta penyembahan terhadap
tuhan-tuhan yang banyak.
“Adakah Tuhan (yang lain) disamping Allah? Maha Luhur Allah
dari apa yang mereka sekutukan. Apakah mereka
menyekutukan melalui (tuhan-tuhan) yang tak bisa
mencipta sesuatu pun, sedangkan mereka itu diciptakan,
dan mereka (tuhan-tuhan) tidak mampu menolong mereka, juga
menolong diri mereka sendiri. Apabila engkau mengajak mereka kepada
petunjuk, mereka tidak akan mengikutimu, baik mereka engkau ajak atau engkau
diam saja.”
Sebagian Sufi berkata, “Barang siapa yang menghendaki
kemuliaan dunia akhirat maka masuklah dalam mazhab kami ini dalam dua hari.”
Ada seseorang bertanya, “Bagaimana caranya
untukku?”.
Dijawab, “Pisahkan berhala-berhala dari hatimu, dan
ringankanlah tubuhmu dari kepentingan duniawi, baru kemudian jadilah
dirimu semaumu. Sebab Allah tak akan meninggalkanmu. Apabila setelah itu
ada sesuatu dari dunia yang datang kepadamu, jangan engkau pan¬dang
dengan mata hasrat kesenangan, jangan pula Anda
menyertai dunia itu dengan gembira. Jangan pula Anda
duduk bersamanya kecuali dengan kewajiban ilmu dalam mendistribusikan dan
menahan¬nya.
Apabila suatu hari Anda masih mencari duniawi, maka
saksi kanlah bahwa Allah telah mencarimu dalam pencarianmu pada
dunia itu. Dan engkau sebenarnya dicari melalui pencarian. Kalau engkau
keluar menuju upaya pencarian dunia melalui jalan ridha,
maka masuklah jalan itu. Hati Anda jangan bergantung padanya,
dengan tetap bergantung pada Allah, dan memang
harus begitu. Sebab engkau tidak tahu apakah engkau
akan mendapatkannya atau tidak?
Kalau engkau telah mendapatkannya, engkau tidak tahu
apakah itu milik Anda atau milik orang lain? Kalau itu milik
Anda engkau tidak tahu apakah di dalamnya mengandung unsur
kebaikan atau keburukan? Kalau itu bukan milik Anda,
maka Anda tidak berhak mengetahuinya, apakah itu untuk kekasihmu
atau musuhmu?
Kesimpulannya: Bagaimana hati bisa tenang manakala
masih singgah kepada seuatu yang membingungkan yang terilustrasikan dari
semua ini, bahkan lebih banyak lagi? Karena itu carilah dunia itu,
tetapi Anda tetap bergantung kepada-Nya dan memandang-Nya.
Bersyukurlah manakala Anda berhasil, dan bersabar serta
ridhalah jika belum berhasil. Bahkan memuji kepada Allah itu lebih layak
indahnya. Sebab Allah tidak menghalangimu dari sukses duniawi
itu, karena Allah bakhil. Tidak demikian! Tetapi Allah menghalangimu karena
Dia memandang kepadamu. Artinya, apabila Allah menghalangimu
dari sukses itu, Allah sebenarnya telah memberi anugerah kepadamu. Namun
pemberian anugerah dalam ketidaksuksesan itu hanya dipahami
oleh orang-orang shiddiqun.
Sebaliknya, apabila Anda mendapatkan jalan keluar
usaha dari Allah melalui jalan kebencian, yang
mengganti pengetahuan (yang benar) atau yang mendekatinya, maka cepat-cepatlah
kembali kepada Allah, larilah kepada-Nya hingga Dia sendiri yang
member¬ sihkan Anda, dan (Allah bertindak sebagaimana
kehendak-Nya -- sedangkan akibat baik hanya bagi orang-orang yang
bertakwa).”
Syeikh
Abul Hasan Asy-Syadzily
Posting Komentar