Dalam kehidupan ini, kemajuan teknologi di segala bidang membuat kehidupan
terasa semakin mudah. Jarak dan waktu seakan tak lagi membuat manusia
kerepotan. Dengan sekali klik, kita bisa dengan mudah mendapatkan
segalanya dalam hidup ini. Kendati demikian, kemudahan yang diberikan tidak
lantaran membuat persoalan semakin berkurang dan mudah diatasi. Terkadang
persoalan kehidupan justru kian pelik dan sulit diselesaikan.
Hal inilah yang seharusnya menjadi sarana manusia untuk bertafakkur dan
membuat hati untuk tetap tenang dalam menghadapi problematika kehidupan. Sebab
dengan hati yang tenang dan kita akan mudah mencari jalan keluar. Salah satu
hal yang bisa membuat hati menjadi tenang adalah dengan membiasakan diri
membaca shalawat atas Nabi Muhammad saw.
Al- ‘Allamah Sayyid Abdurrahman ibn Mustofa al- Idrus (Mesir), menjelaskan
dalam kitab Mira’atussyumush fi Manaqibi Ali al- Idrus, bahwa di akhir zaman
nanti ketika sudah tidak ditemukan seorang murrabbi atau mursyid
(guru spiritual) yang memenuhi syarat, maka tidak ada satupun amal yang bisa
mengantarkan seseorang wushul (ma’rifat) kepada Allah kecuali bacaan
shalawat kepada baginda Nabi Muhammad saw baik dalam keadaan tidur maupun
terjaga.
Dari sisi hukum, para ulama sepakat atas diwajibkannya membaca salawat atas
Nabi. Tetapi kemudian mereka berbeda pendapat mengenai kapan dan berapa kali
umat Islam diwajibkan membaca salawat.
Menurut Imam Malik, membaca shalawat
cukup sekali seumur hidup. Sedang menurut Imam Syafi’i umat muslim wajib
membaca shalawat setiap kali dalam tasyahud (tahiyat) akhir
dalam masing-masing salat. Menurut ulama lain, wajib membaca salawat satu kali
dalam setiap majlis. Ada juga ulama lain yang berpendapat bahwa membaca
shalawat wajib dilakukan setiap kali mendengar nama Nabi disebut. Ada pula yang
berpendapat wajib untuk memperbanyak bacaan shalawat. Secara umum, membaca
shalawat merupakan hal yang begitu agung dan tentu saja memiliki banyak
keutamannya.
Shalawat sebagai penghantar ma’rifat kepada Allah bagi pengamalnya,
dan tidak diharuskan membutuhkan mursyid (guru). Hal ini karena guru
dan sanadnya (silsilahnya) langsung melalui Nabi (Hasyiyah Shawi al-Jalalayn).
Ketentuan ini berbeda dengan dzikir. Dzikir (selain salawat) harus melalui
bimbingan guru spiritual (mursyid) yang sudah mencapai derajat ma’rifat,
jika tidak demikian maka akan mudah dimasuki setan, dan pengamalannya akan
sangat sulit mendapat ma’rifat.
Keistimewaan serta buah dari shalawat sangat banyak. Dalam kitab
Is’adur Rofiq, karangan Syekh Muhammad Ibn Salim disebutkan, keistimewaan
salawat antara lain turunnya rahmat (anugerah), sarana penghapus dosa dan
keburukan, mendatangkan hajat (kebutuhan), menghilangkan problematika yang
sulit dipecahkan, sebagai penerang hati dan mendapat ridha Allah swt,
mengetahui segala yang ghaib, menghilangkan aura panas seseorang menjadi dingan
dan menjadikan berwibawa.
Dengan demikian, membiasakan diri membaca shalawat jelas sangat penting. Ini
mengingat begitu banyaknya manfaat yang bisa diraih. Dalam konteks sekarang,
makin banyaknya problem dalam kehidupan ini salah satu hal yang dapat dilakukan
adalah dengan semakin banyak membaca salawat. Semakin banyak membaca shalawat,
selain sebagai bentuk cinta kepada Nabi juga sebagai sarana memohon kepada
Allah agar membuat hati kita lebih tenang dan lebih nyaman. Dengan demikian,
dalam menghadapi segala kesulitan dan tantangan akan selalu melihat dengan jiwa
yang positif .
Bahkan, fatwa Sayyid Bakri Ibn Muhammad Syata, menyatakan shalawat
mengantarkan wushul kepada Allah swt serta dapat melimpahkan rizki.
Barang siapa yang memperbanyak salawat, maka jasadnya diharamkan Allah dari api
neraka. So, tak ada keraguan lagi kan dalam membaca shalawat!
Sebaiknya, orang yang membaca salawat hendaklah dalam keadaan yang paling
sempurna, yakni suci badannya, punya wudlu, menghadap kiblat, menghayati
keagungan baginda Nabi dengan bermaksud tercapainya keingainan dan cita-cita,
mengucapkan dengan tartil dan tidak tergesa-gesa dalam mengucapkan
kalimat-kalimatnya.
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatnya bersalwat kepada Nabi . Wahai
orang-orang yang beriman, bershalawatlah kepadanya (Nabi) dan berilah salam
sesungguh salam kepadanya. (Q.S. Al Ahzab: 56)
Penulis adalah Ustadz Ma’had dan MI Qudsiyyah Kudus
,Tulisan ini di muat di “Cermin Hati” Radar Kudus Edisi Jum’at, 21 Oktober
2011
Posting Komentar