Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Membiasakan Membaca Shalawat Nabi

Membiasakan Membaca Shalawat Nabi

Dalam kehidupan ini, kemajuan teknologi di segala bidang membuat kehidupan terasa semakin mudah. Jarak dan waktu seakan tak lagi membuat manusia kerepotan. Dengan sekali klik, kita bisa dengan mudah mendapatkan segalanya dalam hidup ini. Kendati demikian, kemudahan yang diberikan tidak lantaran membuat persoalan semakin berkurang dan mudah diatasi. Terkadang persoalan kehidupan justru kian pelik dan sulit diselesaikan.

Hal inilah yang seharusnya menjadi sarana manusia untuk bertafakkur dan membuat hati untuk tetap tenang dalam menghadapi problematika kehidupan. Sebab dengan hati yang tenang dan kita akan mudah mencari jalan keluar. Salah satu hal yang bisa membuat hati menjadi tenang adalah dengan membiasakan diri membaca shalawat atas Nabi Muhammad saw.

Al- ‘Allamah Sayyid Abdurrahman ibn Mustofa al- Idrus (Mesir), menjelaskan dalam kitab Mira’atussyumush fi Manaqibi Ali al- Idrus, bahwa di akhir zaman nanti ketika sudah tidak ditemukan seorang murrabbi atau mursyid (guru spiritual) yang memenuhi syarat, maka tidak ada satupun amal yang bisa mengantarkan seseorang wushul (ma’rifat) kepada Allah kecuali bacaan shalawat kepada baginda Nabi Muhammad saw baik dalam keadaan tidur maupun terjaga.

Dari sisi hukum, para ulama sepakat atas diwajibkannya membaca salawat atas Nabi. Tetapi kemudian mereka berbeda pendapat mengenai kapan dan berapa kali umat Islam diwajibkan membaca salawat. 

Menurut Imam Malik, membaca shalawat cukup sekali seumur hidup. Sedang menurut Imam Syafi’i umat muslim wajib membaca shalawat setiap kali dalam tasyahud (tahiyat) akhir dalam masing-masing salat. Menurut ulama lain, wajib membaca salawat satu kali dalam setiap majlis. Ada juga ulama lain yang berpendapat bahwa membaca shalawat wajib dilakukan setiap kali mendengar nama Nabi disebut. Ada pula yang berpendapat wajib untuk memperbanyak bacaan shalawat. Secara umum, membaca shalawat merupakan hal yang begitu agung dan tentu saja memiliki banyak keutamannya.

Shalawat sebagai penghantar  ma’rifat kepada Allah bagi pengamalnya, dan tidak diharuskan membutuhkan mursyid (guru). Hal ini karena guru dan sanadnya (silsilahnya) langsung melalui Nabi (Hasyiyah Shawi al-Jalalayn). Ketentuan ini berbeda dengan dzikir. Dzikir (selain salawat) harus melalui bimbingan guru spiritual (mursyid) yang sudah mencapai derajat ma’rifat, jika tidak demikian maka akan mudah dimasuki setan, dan pengamalannya akan sangat sulit mendapat ma’rifat.

Keistimewaan serta buah dari shalawat sangat banyak. Dalam kitab  Is’adur Rofiq, karangan Syekh Muhammad Ibn Salim disebutkan, keistimewaan salawat antara lain turunnya rahmat (anugerah), sarana penghapus dosa dan keburukan, mendatangkan hajat (kebutuhan), menghilangkan problematika yang sulit dipecahkan, sebagai penerang hati dan mendapat ridha Allah swt, mengetahui segala yang ghaib, menghilangkan aura panas seseorang menjadi dingan dan menjadikan berwibawa.

Dengan demikian, membiasakan diri membaca shalawat jelas sangat penting. Ini mengingat begitu banyaknya manfaat yang bisa diraih. Dalam konteks sekarang, makin banyaknya problem dalam kehidupan ini salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan semakin banyak membaca salawat. Semakin banyak membaca shalawat, selain sebagai bentuk cinta kepada Nabi juga sebagai sarana memohon kepada Allah agar membuat hati kita lebih tenang dan lebih nyaman. Dengan demikian, dalam menghadapi segala kesulitan dan tantangan akan selalu melihat dengan jiwa yang positif .

Bahkan, fatwa Sayyid Bakri Ibn Muhammad Syata, menyatakan shalawat mengantarkan wushul kepada Allah swt serta dapat melimpahkan rizki. Barang siapa yang memperbanyak salawat, maka jasadnya diharamkan Allah dari api neraka. So, tak ada keraguan lagi kan dalam membaca shalawat!

Sebaiknya, orang yang membaca salawat hendaklah dalam keadaan yang paling sempurna, yakni suci badannya, punya wudlu, menghadap kiblat, menghayati keagungan baginda Nabi dengan bermaksud tercapainya keingainan dan cita-cita, mengucapkan dengan tartil dan tidak tergesa-gesa dalam mengucapkan kalimat-kalimatnya.

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatnya bersalwat kepada Nabi . Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kepadanya (Nabi) dan berilah salam sesungguh salam kepadanya. (Q.S. Al Ahzab: 56)



Penulis adalah Ustadz Ma’had dan MI Qudsiyyah Kudus ,Tulisan ini di muat di “Cermin Hati” Radar Kudus Edisi Jum’at, 21 Oktober 2011
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger