Karena akhlaknya, Nabi shollallahu ’alaih wa sallam
dicintai dan dihormati segenap kalangan. Tua-muda, laki-perempuan semua sangat
terkesan dengan pribadi agungnya. Kemuliaan kepribadian Nabi shollallahu ’alaih
wa sallam bukan baru hadir setelah beliau diangkat Allah menjadi Nabi. Bahkan
sejak masa jahiliyah masyarakat kuffar Quraisy Mekkah menjuluki beliau dengan
”Al-Amin” (laki-laki terpercaya). Hal ini bahkan diabadikan di dalam firman Allah:
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ
’Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi
pekerti yang agung.” (QS Al-Qolam ayat 4)
Namun siapapun yang mengenal sejarah hidup Nabi Muhammad
shollallahu ’alaih wa sallam pasti tahu bahwa dalam hidupnya beliau juga
memiliki musuh. Dan tidak sedikit di antaranya yang sedemikian benci kepada
Nabi shollallahu ’alaih wa sallam sehingga berniat membunuh manusia mulia ini.
Sehingga muncullah suatu pertanyaan di dalam benak fikiran kita.
Jika akhlak
Nabi shollallahu ’alaih wa sallam diakui sedemikian mulia, lalu mengapa beliau
masih mempunyai musuh? Mengapa masih ada manusia yang berniat membunuhnya jika
semua orang sepakat bahwa akhlak beliau sedemikian mengagumkan?
Saudaraku, hal ini hanya menggambarkan kepada kita bahwa
sesungguhnya ada hal lain yang jauh lebih utama daripada perkara akhlak yang
menyebabkan manusia menjadi siap bermusuhan dengan Nabi Muhammad shollallahu
’alaih wa sallam. Hal itulah yang dinamakan dengan ”Al-Aqidah” atau keimanan.
Siapapun orang yang memusuhi Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam
pastilah orang yang tidak suka dengan ajaran aqidah atau keimanan yang
dibawakannya. Mereka tidak bisa memungkiri kemuliaan akhlak Nabi shollallahu
’alaih wa sallam, namun mereka sangat tidak suka dengan ajaran aqidah Tauhid
yang Nabi shollallahu ’alaih wa sallam da’wahkan kesana-kemari. Sebab menurut
mereka, ajaran Tauhid mengancam eksistensi ajaran mereka.
Ajaran mereka, yaitu
kemusyrikan, menyuarakan eksistensi banyak ilah (tuhan), sedangkan ajaran aqidah
Tauhid menegaskan hanya ada satu ilah di muka bumi yaitu Allah Subhaanahu wa
Ta’aala. Lalu seseorang yang berikrar syahadat Tauhid diharuskan mengingkari
eksistensi berbagai ilah lainnya untuk hanya menerima dan mengakui Satu ilah
saja.
Sehingga dalam Siroh Nabawiyyah (sejarah perjuangan
Nabi shollallahu ’alaih wa sallam) kita sempat menemukan bagaimana paman Nabi,
yakni Abu Tholib, diminta oleh para pemuka Musyrik Quraisy untuk melobi Nabi
shollallahu ’alaih wa sallam agar mau menghentikan seruan da’wah Tauhid-nya
dengan imbalan apapun yang diinginkan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam. Tetapi
apa jawaban Nabi shollallahu ’alaih wa sallam terhadap permintaan mereka?
”Demi Allah, hai Pamanku…! Jika mereka meletakkan matahari
di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, dengan maksud agar aku
meninggalkan urusan ini, maka saya tidak akan melakukannya, sampai Allah
memenangkannya atau aku hancur dalam melaksanankannya…!”
Ust. Ikhsan
Posting Komentar