Pada dasarnya seruan Tauhid inilah seruan abadi para Nabi
dan Rasul utusan Allah. Umat manusia sepanjang zaman didatangi oleh para Nabi
dan Rasul secara bergantian dengan membawa misi mengajak manusia agar menghamba
semata kepada Allah.
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ
اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
’Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap
umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”.
(QS An-Nahl ayat 36)
Sebelum para Nabi dan Rasul mengajarkan apapun, mereka
senantiasa mendahulukan pengajaran akan hakikat fundamental pengesaan Allah.
Tiada gunanya segenap amal-sholeh dan amal-ibadah diajarkan kepada manusia jika
tidak dilandasi sebuah pemahaman sekaligus keyakinan mendasar akan keesaan
Allah. Bahkan Al-Qur’an menggambarkan bahwa hakikat kebencian kaum kafir hingga
tega menyiksa sesama manusia lainnya ialah dikarenakan manusia lain itu
memiliki keimanan akan keesaan Allah semata.
وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلَّا أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ
الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ
عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
”Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mu’min itu melainkan
karena orang-orang mu’min itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Terpuji, Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi dan Allah Maha Menyaksikan
segala sesuatu.” (QS Al-Buruuj ayat 8-9).
Inilah hakikat permusuhan dan konfrontasi di dunia.
Permusuhan yang sesungguhnya ialah permusuhan karena pertentangan aqidah bukan
yang lainnya. Seorang mu’min sepatutnya menyadari bahwa Nabi kita yang mulia
akhlaknya itu tidak pernah dibenci lantaran akhlaknya. Namun setiap bentuk
kebencian dan permusuhan yang diarahkan kepada beliau senantiasa bertolak dari
ketidak-relaan manusia untuk menerima sekurang-kurangnya mentolerir keberadaan
aqidah Tauhid yang diajarkan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam.
Maka sudah sepantasnya kita selalu introspeksi dan evaluasi
diri. Jika dalam kehidupan ini kita ternyata dimusuhi manusia, maka jangan
bersedih dulu. Sebab Nabipun pernah dimusuhi. Namun selanjutnya kita perlu
lihat, apakah manusia memusuhi kita lantaran akhlak kita atau aqidah kita. Jika
ternyata kita dibenci lantaran akhlak kita, maka sudah sepatutnya kita
ber-istighfar dan memperbaiki diri. Karena Nabi shollallahu ’alaih wa sallam
tidak pernah dibenci manusia lantaran akhlaknya. Namun jika kita dibenci
lantaran aqidah, maka sepatutnya kita bersyukur dan bersabar. Sebab Nabi
shollallahu ’alaih wa sallam dan para sahabatnya-pun dibenci karena aqidahnya.
Itupun dengan satu catatan, yaitu kita selama ini memang sudah terus-menerus
berusaha meluruskan dan mengokohkan aqidah Tauhid kita setiap hari.
وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ
إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
”Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu
bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya),
jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS Ali Imran ayat 139)
Ust. Ikhsan
Posting Komentar