ومن هذا يظهر
أن تعلق القدرة ليس مخصوصاً بحصول المقدور بها . وأفعال العباد نسبتها إليهم على
طريق الكسب لا الاختراع لأن الله تعالى هو المخترع لها ، والمقدر لها ، والمريد
لها ، ولا يرد أنه كيف يريد ما نهى عنه ، لأن الأمر يغاير الإرادة بدليل أمره جميع
الناس بالإيمان ، ولم يرده من أكثرهم لقوله تعالى : } وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ
وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ { ، فنسبة الأفعال إلى العباد من نسبة المسبب
إلى السبب أو الواسطة ، وهذا لا منافاة فيه ، لأن مسبب الأسباب هو الذي خلق
الواسطة وخلق فيها معنى الوساطة ولولا ذلك الذي أودع الله تعالى فيها لم تصلح أن
تكون واسطة وسواء كانت مما لم يودع العقل كالجماد والأفلاك والمطر والنار ، أو
كانت عاقلة من ملك أو إنسي أو جني .
Pada
dasarnya, sifat qudroh (kekuasaan) tidak hanya tertentu pada terjadinya al-maqdur
(objek sifat qudrah) karena qudroh itu berkaitan dengan alam dan
lainnya. Sedangkan kaitan perbuatan hamba dengan seorang hamba adalah usaha
atau cara untuk mengerjakan bukan penciptaan.
Contoh kecil dari ibarat ini
adalah ketika seseorang disuruh tidur dengan seketika, tentu ia tidak akan bisa
karena ia memang benar-benar tidak bisa menciptakan perbuatan tidur. Meski
demikian, perbuatan tidur tetap dikaitkan dengan orang tersebut, sebab ia yang
mengerjakannya dan mengusahakannya.
Allah SWT
adalah Dzat yang menciptakan, mentaqdirkan, dan menghendaki perbuatan makhluk.
Tidak perlu dipersoalkan bagaimana Allah menghendaki apa yang Dia larang,
karena perintah berbeda dengan kehendak.
Buktinya adalah Allah menyuruh semua
manusia untuk beriman, namun Allah tidak menghendaki semua manusia beriman. Hal
ini berdasarkan firman Allah :
وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ
بِمُؤْمِنِينَ
Dan sebahagian besar manusia tidak
akan beriman - walaupun kamu sangat menginginkannya(QS. Yusuf : 103)
Penisbatan
tindakan kepada makhluk termasuk kategori penisbatan musabbab (Obyek
yang terkena pengaruh sebab) kepada sabab (penyebab) atau wasithah
(perantara).
Hal ini bukanlah sebuah kontradiksi karena yang menjadi penyebab
dari segala sebab adalah pencipta washithah yang menciptakan makna
keperantaraan kepada washithah.
Seandainya Allah tidak memberi makna
keperantaraan terhadap segala sebab maka segala sebab itu tidak layak menjadi
washithah, baik sebab yang tidak diberi akal oleh Allah seperti benda mati,
cakrawala, hujan dan api atau sebab yang berakal seperti malaikat, manusia atau
jin.
Kitab Mafahim Yanjibu Antushohhah Karya Abuya Al Maliki, Pengajian oleh KH. Akhmad Kharis Masduki
Posting Komentar