Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » , » Menisbatkan Tindakan Kepada Para Hamba (2)

Menisbatkan Tindakan Kepada Para Hamba (2)

Wajar apabila ada orang mengatakan bahwa menisbatkan satu tindakan kepada dua pelaku adalah perkara yang tidak masuk akal karena dua hal yang mampu memberikan pengaruh mustahil berkumpul kepada satu pengaruh. Namun pernyataan ini tidak sepenuhnya benar, kemustahilan ini hanyalah terjadi manakala perbuatan atau pengaruh tersebut hanya memiliki satu makna saja dalam penggunaannya.

Tapi jika perbuatan itu memiliki dua pengertian maka perbuatan itu mungkin digunakan diantara keduanya. Oleh karena itu, tidaklah terhalang menggunakan kedua-duanya sebagaimana telah diketahui dalam penggunaan kalimat yang memiliki lebih dari satu pengertian (musytarak) atau hakikat dan majaz sebagaimana ungkapan : Pemimpin membunuh  Fulan dan ungkapan : Algojo membunuh Fulan. Kata membunuh yang dinisbatkan kepada pemimpin memiliki pengertian yang berbeda dengan kata yang sama yang dinisbatkan kepada algojo. Maka ungkapan kita : Allah adalah pelaku dengan pengertian Dia adalah pencipta yang membuat sesuatu menjadi ada dan ungkapan kita : Sesungguhnya makhluk adalah pelaku, artinya adalah bahwa makhluk adalah obyek yang Allah ciptakan padanya kemampuan setelah menciptakan padanya kehendak dan pengetahuan.

Hal ini dapat diartikan bahwa hubungan qudrah dengan iradah serta gerakan dengan qudrah adalah hubungan kausalitas dan yang diciptakan dengan yang menciptakan. Hubungan semacam ini berlaku jika obyeknya adalah makhluk berakal. Namun jika tidak berakal ia termasuk kartegori mengaitkan perkara yang disebabkan atas perkara yang menjadi penyebab. Berarti sah-sah saja menyebut setiap hal yang memiliki kaitan dengan qudrah sebagai Fa’il (pelaku) bagaimanapun bentuk kaitannya. Sebagaimana algojo dan penguasa bisa disebut pembunuh dengan memandang dari sudut masing-masing. Karena pembunuhan berkaitan dengan keduanya.

Demikian pula dalam hal menilai obyek-obyek dari qudrat dengan dua qudrat. Dalil yang menunjukkan diperbolehkan menisbatkan hal-hal di muka dan relevansinya adalah bahwa Allah SWT sendiri kadang menisbatkan tindakan kepada para malaikat dan terkadang kepada yang lain dan terkadang menisbatkannya kepada diri-Nya sendiri. Allah SWT berfirman :

 قُلْ يَتَوَفَّاكُمْ مَلَكُ الْمَوْتِ الَّذِي وُكِّلَ بِكُمْ
Katakanlah: "Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikanmu (QS. As-Sajdah : 11)

اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya (QS. az-Zumar : 43)

أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَحْرُثُونَ
Maka Terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam.(QS. al-Waqiah : 63), dengan dinisbatkan kepada manusia

أَنَّا صَبَبْنَا الْمَاءَ صَبًّا (25) ثُمَّ شَقَقْنَا الْأَرْضَ شَقًّا (26) فَأَنْبَتْنَا فِيهَا حَبًّا (27)
25. Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit), 26. Kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, 27. Lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu,(QS. Abasa : 25-27)

فَأَرْسَلْنَا إِلَيْهَا رُوحَنَا فَتَمَثَّلَ لَهَا بَشَرًا سَوِيًّا
lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, Maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna. (QS. Maryam : 17)

فَنَفَخْنَا فِيهَا مِنْ رُوحِنَا وَجَعَلْنَاهَا وَابْنَهَا آَيَةً لِلْعَالَمِينَ
lalu Kami tiupkan ke dalam (tubuh)nya ruh dari Kami dan Kami jadikan Dia dan anaknya tanda (kekuasaan Allah) yang besar bagi semesta alam. (al-Anbiya’ : 91)

Nafkh (tiupan) disandarkan kepada Allah padahal yang meniup sesungguhnya adalah Jibril AS. Allah berfirman :

فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآَنَهُ
Apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.(QS. al-Qiyamah : 18) , padahal pembaca Al-Qur’an yang didengar bacaannya oleh Nabi Muhammad SAW adalah Jibril.

Allah berfirman :

فَلَمْ تَقْتُلُوهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ قَتَلَهُمْ وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ رَمَى
Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (QS. Al-Anfal : 17)

Allah meniadakan tindakan pembunuhan dari manusia dan menetapkan tindakan itu kepada diri-Nya dan menafikan tindakan pelemparan dari manusia lalu menyandarkannya kepada diri-Nya. 

Maksud dari ayat bukan berarti menafikan fakta kasat mata tindakan mereka membunuh orang-orang kafir dan menafikan tindakan Nabi melempari mereka dengan kerikil. Namun maksudnya adalah bahwa mereka tidak membunuh dan melempar dalam pengertian sebagaimana Allah membunuh dan melempar yaitu penciptaan dan kepastian. Sebab kedua kalimat ini adalah dua makna yang memiliki arti berbeda.



Kitab Mafahim Yanjibu Antushohhah Karya Abuya Al Maliki, Pengajian oleh KH. Akhmad Kharis Masduki
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger