Lalu bagaimana jika seorang
melanggar sumpahnya? Maka wajib atasnya membayar kafarat atas pelanggaran itu,
yakni dengan cara membebaskan seorang budak, atau memberi makan sepuluh orang
miskin untuk makan satu hari atau juga memberi mereka pakaian. Jika ia orang
yang miskin, yang tak bisa menunaikan kafarat tersebut, ia membayar kafaratnya
dengan berpuasa selama tiga hari berturut-turut.
Dari Abu Dzar RA, ia
berkata, “Ya Rasulullah, tidakkah engkau mengangkatku menjadi pegawai?
Lalu beliau menghentakkan
kedua pundakku, kemudian berkata, ‘Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau itu
lemah, sedangkan ini adalah amanah. Sesungguhnya jabatan ini pada hari Kiamat
nanti akan menghinakan dan menimbulkan penyesalan, kecuali bagi orang yang
mengambilnya sesuai dengan haknya dan melaksanakan kewajiban atasnya.” (Diriwayatkan
Muslim).
Hadits ini diriwayatkan
Muslim dalam kitab Pemerintahan bab Makruhnya suatu Perintah tanpa
Adanya Kebutuhan.
Hadits ini mengandung
pelajaran bahwa orang yang meminta suatu kedudukan jangan ditunjuk untuk
menduduki tugas itu, apalagi tak punya kapasitas kemampuan untuk menjalaninya.
Orang yang paling berhak menduduki suatu jabatan adalah orang yang punya
kemampuan, kemauan, dan kemahiran untuk menjalaninya.
Sebuah kedudukan atau jabatan
adalah sebuah kepercayaan dan tanggung jawab yang besar, sehingga siapa yang
diberikan amanah dan tanggung jawab ini harus menjalankan sebaik-baiknya, dan
tidak boleh mengkhianati janjinya di hadapan Allah dalam menjalaninya itu.
Dengan demikian, orang yang
mengemban jabatan dan memiliki kompetensi dalam hal itu memiliki keutamaan,
baik sebagai pemimpin yang adil, bendaharawan yang terpercaya, atau pekerja
yang tekun dan terampil.
Dari Abu Hurairah RA,
Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh kalian akan berambisi untuk meraih
kepemimpinan (kedudukan) dan kelak kalian akan menyesal di hari Kiamat nanti.” (Diriwayatkan Al-Bukhari).
Al-Bukhari meriwayatkan
hadits ini dalam kitab Hukum bab Sesuatu yang Dibenci, Yakni
Tamak kepada Kekuasaan.
Adalah hal yang sangat
dibenci Allah SWT dan Rasul-Nya, yakni tamak kepada kedudukan dan jabatan,
khususnya pada orang yang tak punya keahlian dalam hal itu atau berbuat
sekadarnya, memperhitungkan kadar tenaganya yang dikeluarkannya bagi tugas
yang diembannya.
Demikianlah betapa besarnya
tanggung jawab pada sebuah jabatan dan kedudukan dan balasannya atas orang
yang menyia-nyiakannya, tidak menjalankan tanggung jawabnya dan melaksanakannya
kewajibannya sebagaimana seharusnya. Wallahu a’lam.
Kajian Hadist Majalah Al Kisah
Posting Komentar