Diantara buah amal sholeh seorang hamba adalah, Allah akan
meletakkan pada hati setiap
mukmin kecintaan kepada orang tersebut. Sehingga mereka akan mencintai dan
menghormatinya, namun dengan dua syarat, dia beriman dan ikhlas dalam berbuat amal
sholeh tersebut hanya mencari ridho Allah SWT.
Sahabat Abu Darda’ menulis surat kepada Maslamah bin Mukhollad, dalam surat
itu beliau berkata: “Amma ba’du,
sesungguhnya jika seorang hamba beramal baik, berbuat ketaatan, maka pasti Allah mencintainya, dan
jika Allah telah mencintainya, maka Allah akan membuat hamba yang lain mencintainya. Dan jika
dia bermaksiat maka Allah murka
kepadanya dan menjadikan hamba yang lain murka (benci) kepadanya” (Riwayat Al Baihaqi dalam Al Asma’
wash Shifat)
Syahdan, ketika Imam Abdullah bin Mubarak berkunjung ke daerah
Harun Ar Rasyid, ketika itu
orang-orang berkerumun mengelilingi Ar Rasyid, tetapi ketika mereka melihat
kedatangan Abdullah bin Mubarak, mereka berebut mencium tangannya dan berusaha mendekatinya sehingga
banyak tali sandal yang putus dan debu bertebaran karena bekas kaki mereka. Pada saat yang sama
seorang isteri Ar Rasyid melihat kejadian ini dari kamar istana. Dia berkata:
“Siapakah orang ini?”, lalu dikatakan kepadanya, “Inilah ‘alim Khurasan”, dia
berkomentar, “Demi Allah, inilah
kemuliaan dan kerajaan yang sebenarnya, bukan kerajaannya Harun Ar Rasyid, sebab
dia (Ar Rasyid) mengumpulkan orang-orang agar dekat kepadanya dengan pecut, bala tentara dan
pembantu”.
Lihatlah betapa Imam Abdullah bin Mubarak dicintai dan
dimuliakan sedemikian rupa sampai
mereka tidak memperdulikan diri mereka sendiri demi mencium tangan beliau yang berkah demi
mendapat keberkahan dengan menyentuhnya dan seterusnya. Ini semua bukanlah suatu
kebetulan atau direncanakan oleh beliau, melainkan itu semua adalah buah dari segala usahanya dalam beribadah, mengabdikan diri
kepada Allah SWT.
Mendapat kehidupan yang baik (tentram)
Allah SWT berfirman (yang artinya): “Siapa beramal sholeh baik laki atau perempuan,
sedang dia beriman (kepada Allah), maka Kami akan menghidupkannya dengan kehidupan
yang baik, dan akan Kami beri mereka
balsan yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan” (QS. An Nahl 97)
Dalam menafsirkan “Hayatan Thoyyibatan” (kehidupan yang baik)
pada ayat ini, banyak pendapat
dari Ulama. Imam Sa’id bin Jubair dan Atho’ bin Abi Rabah berpendapat, maksudnya
adalah rizki yang halal. Imam Hasan Al Bashri berpendapat, maksudnya adalah Qana’ah (merasa
cukup/puas). Sedang Imam Mujahid mengatakan: Surga. Sebab surga adalah tempat kehidupan abadi,
tidak ada kematian, kemiskinan,
sakit, kebinasaan dan kesengsaraan. Tapi sepenuhnya surga ialah tempat
kebahagiaan.
Orang yang beramal sholeh, menjaga hubungannya dengan Allah, tidak melupakan akhirat sekalipun
dia bergaul dengan dunia, itulah manusia yang akan diberikan ketenangan, ketentraman dan
kesenangan di dunia bahkan di akhirat.
Memasuki Surga
Allah SWT berfirman (yang artinya): “Tidaklah setiap jiwa akan mengetahui apa yang
disembunyikan untuknya dari apa yang akan menyenangkan mata (surga yang bergelimang
nikmat dan keindahan), sebagai
balasan dengan apa yang mereka kerjakan (dari ibadah dan
ketaatan)” (QS. As Sajdah 17)
ketaatan)” (QS. As Sajdah 17)
Rasulullah SAW bersabda (yang artinya): “Allah berfirman: Aku telah menyiapkan untuk
hamba-hambaKu yang sholeh, (sebuah kenikmatan), yang belum pernah dilihat oleh mata, tidak
pernah didengar telinga dan tidak pernah terlintas dalam hati seorang manusia”.
Sudah jelas kiranya apa balasan Allah bagi setiap hamba yang taat
dan patuh kepadaNya.
Kemuliaan, penghormatan, kecintaan, kedudukan dan derajat yang tinggi. Itulah yang
disiapkan Allah untuk kita, hambaNya yang benar-benar istiqamah dan konsekwen dalam ibadah. Mudah-mudahan
kita dapat meraihnya, tentunya dengan mengharap kemudahan dan taufik dariNya.
Majlis Ta'lim Wad
Da'wah
Posting Komentar