Hari masih pagi benar ketika Yusuf muda menghampiri
ayahandanya dengan penuh gairah. Mimpi yang datang kepadanya semalam, meski
sepintas terkesan biasa saja, ternyata terlalu istimewa untuk disimpannya
sendiri. Dalam mimpi yang luar biasa ini, ia melihat sebelas bintang turun dari
langit, diikuti matahari dan bulan, semuanya bersimpuh di hadapannya.
Al-Qur’an menyebut kisah Yusuf dengan ”ahsanal qasas”,
“the best of stories,” atau ”kisah terindah dari semua kisah
yang ada.” Beberapa narasi melukiskan bahwa seluruh isi Al-Qur’an
merupakan ”ahsanal qasas,” sementara kisah Yusuf menjadi yang paling indah dari
semua kisah yang indah itu.
Menurut Ibn Abbas, komentator Islam yang tersohor itu,
Yusuf mendapatkan mimpi ini pada malam sebelum Jum’at yang bertepatan dengan
”Laylat-ul-Qadr,” malam ketika nasib dan suratan hidup manusia ditentukan.
Taba’Taba’i dalam Al-Mizan, berpendapat bahwa kisah Yusuf bermula dengan sebuah
impian yang membawa berkah baginya. Impian ini pula yang menanamkan harapan
masa depannya, yang membuat dia mampu meniti jalan Ilahiah dengan segala
kesabaran dan keteguhan hati.
Yusuf adalah putera kesebelas Ya’qub yang terlahir setelah
Benyamin. Terkecuali Benyamin, saudara-saudaranya yang lain terlahir dari ibu
yang lain. Ya’qub adalah putera Ishaq, sedangkan Ishaq adalah putera Ibrahim.
Turun-temurun nabi-nabi inilah yang menyebabkan Rasul pernah berkata, ”Al-karim
ibn – ul- karim – ibn –ul – karim,” yang mulya, putera yang mulya, putera
dari yang mulya pula: Yusuf bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim!
Mimpi yang dialami para nabi tentulah tidak sama dengan
mimpi orang biasa. Adakalanya mimpi-mimpi ini perlu diinterpretasikan seperti
mimpi Yusuf ini. Pada contoh yang lain, seperti mimpi Ibrahim menyembelih
Ismail tidak perlu dita’wilkan karena tentu hal ini tidak boleh menjadi
kenyataan.
Al-Qur’an menyebutkan beberapa peristiwa mimpi yang
kemudian terbukti. Impian Yusuf tentang sebelas bintang, matahari dan bulan
kelak terbukti dengan pangkat dan kemulyaan yang diperolehnya. Mimpi Rasul
tentang masuknya kaum muslimin ke Mesjidil Haram, menjadi suatu kenyataan
dengan penaklukan Mekah. Impian yang datang kepada ibunda Musa agar
menghanyutkan bayi Musa di aliran Sungai Nil menjadi sungguhan. Di samping
mimpi-mimpi ini, masih banyak mimpi lain yang bukan hanya sekedar mimpi belaka.
Mimpi Yusuf dalam kisah ini merupakan ”highlight” atau kilas pandang
pertama perjalanan hidupnya yang penuh liku.
Yusuf menuturkan mimpinya kepada sang ayah ketika
saudara-saudaranya tidak berada di tempat. Sikap terpuji ini menggambarkan
sikap luar biasa dari seorang remaja bernama Yusuf. Bintang-bintang, matahari
dan bulan bersimpuh kepadanya. Apakah gerangan makna dan rahasia mimpi yang
satu ini? Ya’qub pun merenung sesaat dan semuanya kemudian menjadi jelas
baginya. Bulan dan matahari adalah lambang kedua orang-tuanya, sementara
bintang yang sebelas adalah kesebelas orang saudaranya.
Impian indah ini meramalkan kedudukan dan derajat tinggi
yang akan dicapai Yusuf kelak kemudian hari. Demikian tingginya prestasi ini
sehingga bintang, matahari dan bulan semuanya merunduk kepadanya. Jabatan yang
akan diemban Yusuf begitu penting sehingga akan membuat banyak
orang menghamba kepada dirinya. Suatu impian yang sungguh luar biasa!
Di dalam surat Yusuf ayat 5, ketika mendengar kisah mimpi
putranya, Ya’qub berkata:
قَالَ يَا بُنَيَّ لَا تَقْصُصْ رُؤْيَاكَ عَلَى إِخْوَتِكَ
فَيَكِيدُوا لَكَ كَيْدًا إِنَّ الشَّيْطَانَ لِلْإِنْسَانِ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai anakku,
janganlah kamu ceriterakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka
membuat makar (untuk membinasakan)mu. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang
nyata bagi manusia.”
Peringatan Ya’qub kepada Yusuf memuat pelajaran teramat
berharga bagi kita semua. Sebagai orang tua, hendaknya kita memahami
benar apa yang disuka dan tidak disuka oleh putra-putra kita. Kerahasiaan
hendaknya dijaga dengan baik agar tidak memberi celah kepada setan untuk
membakar rasa cemburu dan iri-hati. Janganlah kita menceriterakan sesuatu yang
akibatnya dapat mengakibatkan timbulnya dendam dan cemburu. Ternyata, rasa
cemburu saudara-saudara Yusuf inilah yang telah membuka jalan bagi setan dalam
berbuat jahat kepada Yusuf.
Boleh jadi cinta-kasih Ya’qub kepada Yusuf yang melebihi
kepada putra-putranya yang lain dikarenakan usia Yusuf yang masih muda belia
atau karena kelebihan yang lain. Namun hal ini telah membuat mereka semua
menganggap bahwa Ya’qub telah melakukan kesalahan teramat besar, padahal mereka
merasa sebagai kelompok yang kuat (wa nahnu ’usbatun).
Habib Husain Shahab
Posting Komentar