Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » , » Mengenang Mbah Yai Ahmad Basyir Kudus, Shohibul Dalail Khairat

Mengenang Mbah Yai Ahmad Basyir Kudus, Shohibul Dalail Khairat

30 November 1924 silam adalah hari yang paling indah bagi pasutri Kyai Muhammad Mubin dan Nyai Dasireh. Hari itu, lahir seorang bayi mungil yang kelak menjadi orang besar, ulama’yang berpengaruh di tengah masyarakat, menjadi rujukan banyak orang dari berbagia penjuru tanah air. Oleh kedua orang tuanya, bayi itu dititihkan nama Ahmad Basyir, orang yang menyuguhkan nafas kebahagian bagi umat. Kelahiran beliau adalah “anugerah” terindah, bukan hanya bagi kedua orang tuanya, namun juga banyak kaum muslimin diseluruh tanah air.


Saat usia kanak-kanak, KH. Ahmad Basyir mengenyam pendidikan formal di Veer Folex Schooll (sekarang SD) dan menamatkan jenjang kelas V. Pada saat itu belum ada jenjang kelas VI. Sekolah tempat KH.Ahmad Basyir mengenyam pendidikan formal itu sekarang menjadi SD Negeri 1 Jekulo. Selama mengenyam pendidikan di sana, beliau acapkali menjadi juara kelas. Karena prestansinya yang begitu gemilang, beliau pernah ditawari untuk diambil anak oleh gurunya di sekolah itu. Tujuannya akan dididik untuk jadi guru di sekolah itu.


Usai menamatkan pendidikan di Veer FolexSchooll, beliau melanjutkan pendidikan non formal di madrasah Diniyyah yang sekarang bernama Tarbiyatus Sibyan. Di madrasah ini beliau dididik oleh para Kyai sepuh, diantaranya adalah KH.Dahlan. di luar aktifitas belajar di madrasah Diniyyah, beliau mengaji kepada KH. Mansyur Kaelani, KH. Yasin, K. Hudlori dan KH. Zainuddin.


Dalam bidang Al-Qur’an, masa muda beliau berguru kepada Kyai Muhammad Mubin (ayahnya sendiri) dan Kyai Mukhib, dan pentashihan Al-Qur’an kepada KH. Mansyur Jekulo.


Selain rasa haus beliau terhadap ilmu, ketika masih remaja, beliau juga mulai gemar berziarah kemakam-makam para wali, seperti Sunan Kudus, Sunan Muria, makam mbah Ahmad Mutamakkin Kajen, dan makam para wali di Jekulo, diantaranya, Mbah Abdul Jalil, Mbah Abdul Qohhar, Mbah Sewonegoro, Mbah Sanusi, Mbah Yasin, Mbah Ahmad, Mbah Rifa’I dan Mbah Suryo Kusumo (Mejobo), yang tidak pernah beliau tinggalkan hingga sekarang. Itu adalah perwujudan rasa ta’dzim beliau kepada para Masyayeh dan Auliya’.


Termasuk tradisi beliau saat masa mudanya adalah silaturrahim kepada para Ulama’, seperti KH. Hamid Pasuruan. Beliau juga sering mengikuti khataman Al Qur’an bersama Mbah Arwani Kudus, baik di Kudus maupun di luar daerah.


Sebelum betul-betul menetap dalam menimba ilmu di PP. Bareng 1923 (sekarang PP. Al Qaumaniyah), pada tahun 1940 M beliau juga sempat nyantri dan menghatamkan Alfiyah di PP.Kenepan Langgar Dalem Kudus, waktu itu beliau berguru dengan KH. Ma’mun Ahmad, menghatamkan Al Qur’an kepada KH. Arwani Amin serta berguru kepada para Masyayeh di sekitar Kudus, diantaranya adalah KH. Irsyad dan KH. Khandiq, kakak dari KH. Turaichan Adjhuri Kudus.


Saat beliau masih usia remaja, Mbah basyir seringmengikuti Romonya mengajar di Pesantren, oleh ibunya Nyai Dasireh Kyai Basyir kecil juga sering diajak sowan kepada Mbah Yasin saat itulah beliau diwejangi oleh Mbah Yasin agar beliau mengurungkan niatnya menjadi guru sekolah. Beliau diajak oleh mbah Yasin agar nyantri pada mbah beliau, si mbah yasin itulah yang mengukir jiwa mbah Basyir.


Mulai saat itu mbah Basyir mengabdi pada mbah Yasin mulai dari abdi dalem hingga jadi qori’, menjadi badal mbah Yasin mengajar para santri. Sejak saat itu, terkenal tiga serangkai ulama’ yang termasyhur, yaitu Kyai Muhammad, putra mbah Yasin, Kyai Hanafi menantunya, dan mbah Basyir sebagai lurah pondoknya. Pada waktu nyantri pada mbah Yasin beliau juga menimba ilmu pada KH. Muhammadun Pondohan Tayu.


Semas mudanya sekitar tahun 1944-1945 M. beliau bergabung dalam BPRI ( badan perjuanganrepublic Indonesia) sebuah organisasi pemuda yang gigih memperjuangkan kemerdekaan RI saat itu BPRI dipimpin oleh bapak karmain dan bapak mulyadi jekulo. Sebelum masuk BPRI beliau masuk organisasi GPII ( gerkan pemuda islam Indonesia).


Dalam pengembaraannya untuk tolabul ilmi pada tahun 1949 M. beliau kembali ke daerah jekulo dan kembali nyantri di popes bareng jekulo asuhan kiayi H yasin. Sembari menimba ilmu, beliau mengabdi kepada kh. Yasin. Semua urusan mbah yasin beliau yang mengurusi. Bahkan, menyimpan uang sekalipun dipercayakan kepada mbah basyir. Suatu ketika mbah yasin waktu itu menderita penyakit bawasir. Dalam kondisi ini, mbbah basir selalu ada untuk merawat beliau.


KH. Ahmad Basyir menikah dengan Hj. Sholikhah binti KH. Abdul Ghoni yang lahir didesa Hadiwarno Mejobo Kudus pada tanggal 31 desember 1946 M. pernikahannya dengan Nyai Hj. Sholihah ini dikaruniai Sembilan anak.


KH. Ahmad Basyir merupakan guru dalam ajaran dalail khairat yaitu, terapi spiritual dengan berperilaku prihatin dan bersahaja. Ciri khas ajaran ini yaitu dengan cara membiasakan berpuasa untuk menahan diri dari godaan keburukan atau yang lebih dikenal masyarakat dengan sebutan Puasa Dala’il. 


Dalail khairot sendiri sebenarnya adalah kumpulan beribu-ribu salawat yang disusun oleh Syeh Abu Abdillah Muhammad bin Sulaiman al-Jazuli, ulama dari Maroko, Afrika Barat.


Ketika Syeh Abu Abdillah kebingungan karena tidak ada timba saat hendak mengambil air wudlu di sebuah sumur di padang pasir, datang anak perempuan dan bertanya, ''Anda orang alim, hebat, dan terkenal; mengapa tidak bisa mengatasi masalah begini?''


Kemudian sejenak, anak perempuan itu membaca sesuatu di atas mulut sumur tersebut, maka air pun memancar dan melimpah sehingga mudah diambil untuk berwudlu.


Syeh lalu mendekat dan balik bertanya kepada anak itu, ''Dengah apa gerangan engkau mempunyai keutamaan seperti ini?''


Anak perempuan tersebut kemudian berucap bahwa dia membaca salawat untuk Nabi. Sejak saat itu, Syeh menyusun kitab yang disebut dalail khairot fi nailil muyassarot.


Adapun sanad Beliau adalah sebagai berikut: KH. Ahmad Basyir Jekulo Kudus, dari  Syeh Yasin Jekulo Kudus dan Syeh Muhammadun Pondohan, dari Syeh Muhammad Amir bin Idris Pekalongan, dariSyeh Muhammad Mahfudz Makah, sampai Syeh Sulaiman Al-Jazuli Marakech Maroko. 
 

Figur kiai sebagai tokoh sentral di sebuah pesantren erat kaitannya dengan kepemimpinan yang dijalankan. Kiai merupakan salah satu dari lima unsur pokok berdirinya suatu pesantren. Empat unsur pokok lainnya yaitu: pondokan, masjid, santri dan pengajaran kitab kuning. Pesantren Darul Falah didirikan oleh KH. Ahmad Basyir pada tahun 1970. 


Model kepemimpinan KH. Ahmad Basyir cenderung kepada kepemimpinan kharismatik. Kebesaran kharisma KH. Ahmad Basyir ini menjadikan kuatnya pengaruh kiai dan keluarganya dalam setiap pengambilan keputusan dan peraturan yang berkaitan dengan pesantren Darul Falah. Pengembangan pesantren Darul Falah sangat dipengaruhi oleh peranan KH. Ahmad Basyir. 


Pada umumnya kebesaran seorang kiai sangat berhubungan dengan kebesaran pesantren yang diasuhnya. Semakin besar pesantren yang dimiliki seorang kiai,  semakin besar ke-kiai-annya, namun tidak demikian yang terjadi di Kudus. Kondisi pesantren di Kudus tidak sebesar pesantren-pesantren di Jawa Timur. Jumlah pesantren di Kudus sampai saat ini mencapai puluhan pesantren, namun yang terbesar ada tiga, yakni Pondok Tahfidz Yanbu’ul Qur’an (PTYQ), Pondok Pesantren Darul Falah Jekulo dan Pondok Pesantren al-Muayyad Kudus. Pesantren yang pertama memiliki lebih kurang 900 santri dengan fokus pembelajaran menghafal al-Qur’an dan pesantren ke dua memiliki lebih kurang 600 santri dengan pembelajaran ilmu-ilmu syariah dan dalail al-khairot, dan pesantren ke tiga memiliki santri sekitar 600 orang. Pesantren-pesantren yang lain memiliki santri lebih kurang 100 orang.


Salah satu pondok pesantren besar di Kabupaten Kudus adalah pondok pesantren Darul Falah. Pesantren salaf yang terkenal dengan Thariqah Dalail al-Khairat ini berlokasi di  Desa Jekulo, Kecamatan Jekulo, Kudus.


Pondok pesantren Darul Falah memiliki motto “Njiret Weteng, Nyengkal Mata” yang memiliki makna ''Masa muda bersusah payah, maka pada saat tua akan menemukan kesuksesan. Sengsara itu berati berani lapar, berani bangun tengah malam, dalam artian untuk belajar.'' Motto kalimat ini bersumber dari petuah Sunan Kalijogo dalam salah satu Kitab Jawa yang menyerukan para santrinya untuk berperilaku prihatin dan bersahaja (tidak mementingkan kenikmatan lahiriah). Ajaran tersebut menjadi salah satu dasar dari ajaran Dalail al-Khairat yang dikembangkan di pesantren Darul Falah. Dalail al-Khairat adalah salah satu ijazah dengan ciri khas puasa bertahun-tahun, yang di kalangan masyarakat awam dikenal dengan sebutan puasa dalail. Ijazah Dalail al-Khairat ini pula yang menjadi ciri khas Pesantren Darul Falah.


Salah satu jargon yang sangat diingat dari KH. Basyir (Mbah Kung) adalah petuah beliau yaknidadi santri iku kudu sabar, ngalah, nrimo, loman. Bagi para santri jargon tersebut memiliki nilai filosofis yang sangat dalam mengingat tirakat dan riyadhah yang sehari-harinya mereka alami di ponpes Darul Falah 


KH Ahmad Basyir wafat pada hari Selasa (18/3/2014), pukul 00.10 WIB di Rumah Sakit Islam  Kudus dan dimakamkan di pemakaman umum Dusun Kauman, Desa Jekulo, Kecamatan Jekulo, Kudus.



dari berbagai sumber
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger