Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » , » Hadiah Ataukah Suap ??? (2)

Hadiah Ataukah Suap ??? (2)

Nabi SAW mendorong untuk memberi hadiah meski nilainya secara nominal kecil. Hai para Muslimah, janganlah seorang wanita merasa hina (memberi hadiah) kapada wanita tetangganya meski hanya tungkai (kuku) kambing. (HR al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi dan Ahmad).

Sebaliknya, Nabi SAW melarang untuk menolak hadiah, Penuhilah (undangan) orang yang mengundang, jangan kalian tolak hadiah dan jangan kalian memukul kaum Muslim. (HR al-Bukhari Ahmad, Abu Ya‘la dan Ibn Abi Syaibah).


Jika seseorang diberi hadiah dan tidak ada halangan syar‘i untuk menerimanya maka hendaknya ia menerimanya. Jika seseorang menolak hadiah kepadanya maka hendaknya menjelaskan alasannya untuk menghilangkan perasaan buruk di hati si pemberi. Hal itu seperti riwayat Sha’b ibn Jatstsamah bahwa ia menghadiahkan seekor keledai liar kepada Nabi saw. saat Beliau berada di Abwa atau Wadan, tetapi Beliau menolaknya. Lalu Beliau menjelaskan alasan penolakannya. Beliau bersabda, “Sesungguhnya aku tidak menolak hadiahmu kecuali karena aku sedang berihram.” (HR al-Bukhari).


Bahkan boleh menerima hadiah dari orang kafir, karena dalam Shahîh al-Bukhârî diriwayatkan Nabi saw. pernah menerima hadiah dari Heraklius, Muqauqis, Ukaidir Dumatul Jandal, dan Raja Ailah. Beliau pun menerima hadiah dari orang kafir lainnya. Begitu pula boleh memberi hadiah kepada orang kafir selama orang itu bukan kafir harbi fi‘l[an], (QS. Mumtahanah [6]: 8-9) atau selama hadiah itu tidak membuat orang kafir bertambah kuat atau menjadi berani menyerang kaum Muslim.

Jika seseorang mendapat hadiah dan ia memiliki kelapangan maka disunahkan untuk membalasnya.



Jika tidak, setidaknya memuji dan mendoakan pemberi hadiah. Jabir ra. menuturkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda, Siapa yang diberi sesuatu lalu ia memiliki kelapangan harta, hendaklah ia membalasnya; jika ia tidak memiliki kelapangan harta, hendaknya ia memuji (mendoakan)-nya. (HR Abu Dawud, Tirmidzi, al-Baihaqi).


Dalam riwayat at-Tirmidzi dari Usamah bin Zaid, pujian (doa) yang paling baik untuk itu adalah dengan mengatakan, “Jazâkallâh khayr[an] (Semoga Allah membalasmu dengan yang lebih baik).”


Karena itu kita jangan terjebak untuk secara umum mengharamkan hadiah, karena dari hadits-hadist yang ada jelas terlihat bahwa hukum umum hadiah adalah sunnah yang dicegah untuk menolak menerimanya.

Sebaliknya larangan menerima hadiah itu bersifat khusus dan diberlakukan pada kasus tertentu saja, seperti pada hadits amil zakat atau hadits :


Anas ra. menuturkan, Nabi SAW  pernah bersabda, Jika salah seorang di antara kalian mengutangi suatu utang lalu yang berutang memberinya hadiah atau membawanya di atas hewan tunggangan maka jangan ia menaikinya dan jangan menerima hadiah itu, kecuali yang demikian itu biasa terjadi di antara keduanya sebelum utang-piutang itu. (HR Ibn Majah).


Jadi kalau anda kerja di instansi yang melayani publik, di Sintap, Kelurahan, Kecamatan, Sekolah, bahkan DPR pun, yaaaa bisa membedakan dong, mana hadiah mana yang suap??? Wallahu’alam






Diambil Dari Postingan Anggota Milis IMAN STAN
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger