Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Menangisi Tak Bisa Menangis (2)

Menangisi Tak Bisa Menangis (2)

Nah, Yang terpuji itu tangisan keakhiratan dan air mata menggapai ridla Allah. Apa saja, tuh? Air mata meleleh karena menyesali dosa, rasa takut terhadap siksaan akhirat, khawatir nasib nanti di akhirat, kerinduan ke Kanjeng Nabi saw, kebahagiaan atas penemuan dan kehampiran pada Allah, dan lain-lain. Di pondok pada gelaran Majelis Shalawat Simtuth Duror banyak dari kami yang matanya sembab oleh air mata kerinduan ke Kanjeng Nabi saw.  Kenapa, sih, mabuk rindu ke Kanjeng Nabi saw?  

Santri ngaji ‘ilmu setiap hari dan semakin mengerti bahwa risalah risalah agama sungguh berjalin-jalin, simpulnya pada figur agung Kanjeng Nabi saw. Beliau insan bukan Tuhan, padanya Allah meletakkan hikmah sekaligus rahmat bagi manusia semesta alam. Tanpa menautkan diri pada Kanjeng Nabi saw mustahillah manusia bisa menghampiri risalah yang Allah sendiri Maksudkan. 

Tanpa pertautan kepada Nabi saw, peluang manusia masuk surga –seperti pernah disabdakan Nabi ‘Isa as- laksana seekor sapi hendak masuk lubang jarum, Tanpa Belas Kasih Allah yang Dia limpahkan kepada Kanjeng Nabi saw niscaya tak ada dari kita yang berpeluang masuk surga.  

Kanjeng Nabi saw insan paling mulia, puncak suri-teladan yang menggetarkan hingga tak habis-habis diungkap pesonanya –wajar saja ada seorang waliyullaah yang menumpahkan mabuk rindu ke Kanjeng Nabi saw sampai pelupuk mata melelehkan darah bukan lagi air mata. Banyak penjelajahan ruhani bisa tertempuh saat mengikuti Majelis Shalawat Simtuth Duror. Kerinduan pada Kanjeng Nabi saw, khauf (gentar-takut) atas huru hara Hari Kiyamat dan siksa di akhirat maupun raja’  (optimis berharap) atas Belas Kasih Allah tanpa terasa akan lelehkan air mata dari pelupuknya dan tangis yang tertahankan.

Memang, berada di dalam suatu majelis hendaknya tangis keakhiratan ditahankan dan tidak berderai  (sendirian misalnya malam-malam habis shalat tahajud ya bolah-boleh saja sampeyan lakukan sampai sesenggukan asal tidak berlebihan dan menimbulkan gangguan bagi sekeliling). Jadi, menangis ada ilmunya juga. 

Shahibut Taj KH Fuad menganjuri para santri agar menyelami kandungan ayat-ayat suci al Qur’an dan  merenungi dan menjiwai kehidupan akhirat, berharap Allah meridlai masuk surga, bercemas dari siksa neraka dan  tak terjerumus ke dalamnya. Beliau menyentil kami, “Belum bisa menangis keakhiratan itu layak ditangisi.” Memperhatikan cetusan Guruku tadi, berarti, menangis keakhiratan itu penting sekali. 

Tahun 1492 Granada runtuh, Muslimin dikalahkan Kastilia-Aragon pada Perang Reconquista terakhir. Hari itu kaum Muslim menjemput sendiri takdirnya dikalahkan kaum kafir Kristen lantaran ketungkul (terbuai) kehidupan duniawi. Delapan abad sebelumnya pasukan Muslim jaya menaklukkan Spanyol seraya bercucur air mata keakhiratan (memporoskan ingatan hidup akhirat pada  kehidupan dunia) lalu  generasi ke generasi sesudahnya kaum Muslim malah lalaikan akhirat hingga akhirnya ternistakan dan terkalahkan. Apa ini belum cukup jadi pelajaran buat kita?



Laxsmana Hsin Bao (Pondok Pesantren Roudlotul Fatihah, Kampung Santri, Kulon Gunung Sentono, Pleret, Bantul, Yogyakarta)
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger