Rukû‘ dengan cara membungkukkan tubuh, sampai
kira-kira kedua tangan bisa meraih lutut. Sebelum rukû‘ sunnat
mengangkat tangan dan takbir terlebih dahulu.
Sedangkan cara rukû‘ yang lebih sempurna bagi
laki-laki adalah dengan:
1) membungkukkan tubuh sampai kira-kira tulang
belakang punggung (verterbrae) dan leher serta kepala bisa lurus;
2) menegakkaan kedua lutut;
3) telapak tangan meraih lutut;
4) jari-jari tangan
direnggangkan sedikit agar jari-jari tidak berpaling dari arah kiblat.
Pada saat rukû‘ sunnat membaca tasbîh di
bawah ini sebanyak tiga kali:
سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ
Artinya: Maha suci Tuhanku yang Maha Agung dan
dengan memuji-Nya.
6. I’tidâl disertai thuma’nînah
Caranya dengan berdiri tegak setelah bangun dari
rukû‘. I’tidâl merupakan rukunqashîrah (pendek) yang tidak boleh
diperpanjang. Bahkan, jika memperlama i’tidâl bukan karena membaca dzikir
yang disyariatkan (bisa karena membaca dzikir yang tidak disyariatkan atau
karena diam) sehingga menyamai lamanya membaca Fâtihah, maka shalatnya
batal.
Pada saat i’tidâl tangan sunnat dilepas lurus ke bawah
dan tidak menggerak-gerakkannya. Sedangkan ketika bangun dari rukû‘ untuk
melakukan i’tidâl sunnat membaca:
سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَه
Artinya: Allah Maha Mendengar terhadap orang
yang memuji-Nya
Ketika posisi tubuh sudah tegak (i’tidâl) maka sunnat
membaca:
رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءُ السَّموَاتِ وَمِلْءُ
الاَرْضِ وَمِلْءُ مَا شِئتَ مِنْ شَيْئٍ بَعْدُ
Artinya: Ya Allah Tuhan kami, bagi-Mu segala
puji sepenuh isi langit dan bumi dan sepenuh barang yang Engkau kehendaki
setelah itu.
7. Sujud dua kali disertai thuma’nînah.
Caranya, dengan meletakkan tujuh anggota tubuh di
atas tempat shalat, yaitu kening, kedua lutut, kedua telapak tangan dan telapak
jemari kedua kaki.
Adapun yang disunnatkan dalam pelaksanaan sujud
sebagai berikut:
1) meletakkan kedua lutut ke tempat shalat terlebih dahulu dan
merenggangkannya kira-kira satu jengkal;
2) meletakkan kedua
telapak tangan lurus dengan pundak, sedangkan lengan diangkat (tidak
ditempelkan ke tempat shalat), dan merapatkanjemari tangan tanpa digenggam
serta menghadapkannya ke arah kiblat;
3) meletakkan dahi bersama
dengan meletakkan hidung, sedang mata tidak terpejam;
4) merenggangkan
telapak kaki kira-kira satu jengkal, menegakkan dan memperlihatkannya
(tidak ditutupi) serta menghadapkan punggung jemari ke arah kiblat.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam
melakukan sujud:
Pertama, menurunkan tubuh dengan maksud melakukan sujud.
Jadi, jika misalnya ia terjatuh dari i’tidâl karena mengantuk tanpa ada maksud
untuk melakukan sujud maka sujudnya tidak dianggap, dan harus kembali ke
i’tidâl.
Kedua, ketujuh anggota sujud (dahi, dua telapak tangan, dua
lutut, jari-jari kaki kiri dan kanan) diam secara bersamaan saat melakukan
sujud. Jadi, jika pada saat sujud salah satu telapak tangan ada yang
terangkat, dan ketika telapak tangan itu diletakkan, ada anggota sujud
lain yang diangkat, maka sujudnya tidak cukup.
Ketiga, meletakkan sebagian dahi dengan keadaan
terbuka. Jika pada sebagian dahi yang dibuat sujud itu terdapat
penghalang maka sujudnya tidak sah, kecuali bila penghalangnya berupa
perban yang menutupi seluruh permukaan dahi disebabkanterdapat luka sekiranya
berdampak negatif jika dilepaskan, maka sujudnya tetap sah.
Keempat, dahi harus sedikit ditekankan ke tempat sujud.
Ukuran tekanannya, kira-kira kalau misalnya diletakkan kapas, maka kapas
itu akan terpenyet.
Kelima, sujud dilakukan dalam posisi menungging. Artinya
posisi tubuh bagian bawah (pantat dan anggota tubuh sekitarnya) lebih tinggi
dari pada kepala, pundak dan kedua tangan. Jadi, apabila terbalik (posisi
kepala lebih tinggi atau sama dengan bagian bawah tubuh), seperti sujud di
tangga dan kepala berada di anak tangga yang atas, maka sujudnya tidak sah,
kecuali bila ada suatu hal yang mengharuskan demikian.
Keenam, bersujud pada selain barang yang dipakai atau dibawa
oleh orang yang shalat yang bergerak dengan gerakannya. Jadi, kalau misalnya ia
bersujud di ujung sorban yang dipakainya, maka sujudnya tidak sah.[8] Kecuali
jika bersujud di ujung sorban yang panjang dan tidak bergerak pada saat mushalli melakukan
gerakan shalat, maka sujudnya tetap sah.
Ketika sujud, sunnat membaca tasbîh berikut
ini sebanyak tiga kali:
سُبْحَانَ رَبِّيَ الأَعْلَى وَبِحَمْدِهِ
Artinya: Maha Suci Tuhanku Yang Maha Luhur dan
dengan memuji-Nya.
8. Duduk di antara dua sujud dengan disertai thuma’nînah.
Menurut qaul mu’tamad (pendapat yang
dapat dijadikan dasar), duduk di antara dua sujud termasuk rukun pendek yang
tidak boleh diperpanjang sampai melebihi lamanya bacaan minimal dari tasyahhud.
Kedua telapak tangan ketika duduk diletakkan di
atas kedua paha sekiranya ujung jari-jari tangan lurus dengan lutut dan semua
jemarinya dirapatkan serta diluruskan ke arah kiblat.
Saat duduk disunnatkan membaca doa:
رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَارْحَمْنِيْ وَاجْبُرْنِيْ
وَارْفَعْنِيْ وَارْزُقْنِيْ وَاهْدِنِيْ وَعَافِنِيْ وَاعْفُ عَنِّيْ
Artinya: Ya Tuhanku, ampunilah aku,
kasihanilah aku, cukupkan aku dari segala kekurangan, angkatlah
derajatku, berilah aku rizki, berilah aku petunjuk, berilah aku
keselamatan, dan berilah aku ampunan.
Sumber: Buku Shalat itu Indah dan Mudah (Buku Tuntunan Shalat), Diterbitkan oleh Pustaka SIDOGIRI
Pondok Pesantren Sidogiri.
Posting Komentar