6. Membaca satu surat al-Qur’an setelah Fâtihah pada
rakaat pertama dan kedua. Kesunnatan membaca surat ini bisa
dihasilkan dengan hanya membaca satu ayat asalkan satu ayat tersebut sudah
membentuk satu pengertian yang sempurna. Akan tetapi lebih baik membaca
satu surat al-Qur’an dengan sempurna, walaupun surat itu pendek seperti surat
al-Kautsar. Dan juga disunnatkan surat yang dibaca di rakaat pertama lebih
panjang daripada surat yang dibaca di rakaat yang kedua kecuali dalam
shalat-shalat tertentu yang terdapat anjuran (masyru’) memanjangkan
rakaat yang kedua seperti shalat Jum’at.
Makmum tidak
disunnatkan membaca surat dalam shalat jahriyah. Pada saat imam
membaca surat, makmum sunnat mendengarkannya. Makruh bagi makmum membaca surat
pada saat imam membaca surat dalam shalat jahriyah, bahkan ada pendapat yang
menyatakan haram. Namun hal itu, bila makmum mendengar bacaan imam. Jika
tidak mendengar seperti tuli atau jaraknya jauh, maka menurut pendapat
yang ashah (lebih benar) tetap disunnatkan membaca surat.
7. Takbir intiqâl (takbir perpindahan
dari satu rukun kepada rukun yang lain). Yaitu ketika turun untuk rukû‘;
turun untuk sujud; bangun dari sujud untuk duduk di antara dua sujud atau
untuk duduk tahiyat awal dan tahiyat akhîr.
Bagi imam,
sunnat mengeraskan takbirnya.
Permulaan
takbir disunnatkan bersamaan dengan awal turun dan naiknya tubuh, dan sunnat
memanjangkan takbir sampai sempurnanya rukun yang akan dikerjakansetelahnya.
Pemanjangan takbir dilakukan dengan memanjangkan lâm-nya
lafal Allâhasal tidak melebihi tujuh alif. Satu alif atau dua
harakat.
Takbir juga
disunnatkan pada saat akan duduk istirahat. Saat duduk istirahat takbir
bisa dipanjangkan lebih dari tujuh alif. Namun Imam
al-Ghazali menjelaskan, hendaknya takbirnya dituntaskan sebelum tubuh
tegak berdiri (di tengah-tengah berdirinya). Untuk gerakan
selebihnya diisi dengan bacaan dzikir sampai berdiri tegak dan
bersedekap kembali. Hal itu, agar di dalam shalatnya tidak terjadi
kekosongan dari dzikir.
8. Membaca tasbîh tiga kali ketika sujud
dan rukû’.
9. Setelah membaca tasbîh saat ruku’
dilanjutkan dengan membaca doa:
اَللَّهُمَّ
لَكَ رَكَعْتُ وَبِكَ أَمَنْتُ وَلَكَ أَسْلَمْتُ خَشَعَ لَكَ سَمْعِيْ
وَبَصَرِي وَمُخِّي وَعِظَمِي
وَعَصَبِيْ وَشَعْرِيْ وَبَشَرِيْ وَمَا اسْتََقَلَتْ بِهِ قَدَمِي
ِللهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ.
Artinya: Maha
Suci Engkau Ya Allah Tuhan kami. Dengan memujimu Ya Allah ampunilah aku. Ya
Allah kepada-Mu aku rukû‘, kepada-Mu aku percaya, dan kepada-Mu aku pasrah.
Tunduk pada-Mu pendengaranku, penglihatanku, sumsumku, tulangku, urat sarafku,
rambutku, kulitku. Juga sesuatu yang menjadi beban semua jasadku. Kepada
Allah Tuhan alam semesta.
10. Ketika sujud setelah membaca tasbîh tiga
kali, membaca doa:
اَللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِى ذَنْبِى كُلَّهُ دِقَّهُ وَجُلَّهُ وَأَوَّلَهُ
وَأَخِرَهُ وَعَلاَنِيَتَهُ وَسِرَّهُ الَلَّهُمَّ إِنِّى أَعُوْذُ بِرِضَاكَ
مِنْ سَخَطِكَ وَبِعَفْوِكَ مِنْ عُقُوْبَتِكُ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْكَ. لاَ
أَحْصَى ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ.
Artinya: Ya
Allah ampunilah dosaku seluruhnya, yang kecil dan yang besar, yang pertama dan
yang terakhir, yang tampak dan yang tersembunyi. Ya Allah, dengan ridha-Mu aku
berlindung dari murka-Mu; dengan ampunan-Mu aku berlindung dari
siksa-Mu; dengan-Mu aku berlindung dari-Mu. Puji untuk-Mu tak berbatas.
Engkau adalah sebagaimana yang Engkau pujikan terhadap Engkau Sendiri.
11. Meletakkan kedua telapak tangan pada lutut saat
rukû’.
12. Mengangkat jari telunjuk tangan kanan saat
membaca lafal Illâllâh dalam syahadat ketika membaca doa tasyahhud dan
membiarkan terangkat hingga tuntas bacaan tasyahhud awal-nya
dan hingga salam dalam tasyahhud akhir. Posisi jari telunjuk
terangkat tidak terlalu lurus dan dihadapkan ke arah kiblat dan sejak awal
duduk tasyahhud, tangan kanannya sudah menggenggam seluruh
jari-jari selain telunjuk.
13. Mengarahkan pandangan mata ke tempat sujud, kecuali
ketika mengangkat jari telunjuk dalam tasyahhud, maka
pandangan dialihkan ke jari telunjuk.
14. Menfokuskan pandangan mata pada jari telunjuk yang
sedang terangkat hingga akhir bacaan tasyahhud awalnya atau hingga salam dalam
tasyahud akhir.
15. Duduk iftirâsy dalam setiap duduk
selain tahiyat akhîr. Yaitu: 1) duduk di antara dua sujud; 2) tahiyat
awal; 3) duduk istirahat; 4) duduk tahiyat akhir yang
diiringi sujud sahwi. Duduk iftirâsy adalah
duduk di atas mata kaki kiri, sedangkan telapak kaki kanan ditegakkan, dan
sebagaian ujung jari-jari kaki ditekuk dihadapkan ke arah kiblat.
16. Duduk tawarruk ketika duduk tasyahhud
akhîr.
17. Mengucapkan salam yang kedua dan memisah (memberi
jarak waktu) antara salam kedua dengan salam pertama. Lamanya kira-kira kadar
waktu bacaansubhânallâh.
18. Duduk istirahat setelah sujud kedua di rakaat pertama
dan ketiga (ketika akan berdiri untuk rakaat ketiga dan keempat).
Duduk
istirahat tidak disunnatkan: 1) ketika bangun dari sujud tilâwah; 2) bagi orang
yang shalat duduk; 3) di rakaat ke empat dan di rakaat yang kedua jika ingin
mengerjakan tasyahhud awal. Tapi kalau tidak mengerjakan tasyahud
awal, maka tetap sunnat duduk istirahat.
Duduk
istirahat lebih utama dilakukan dalam waktu sebentar, menurut Imam Ibn Hajar,
lamanya tidak melebihi duduk di antara dua sujud. Lebih baik lagi, lamanya
tidak melebihi thuma’nînah.
19. Menyangga tubuh dengan kedua tangan ketika akan
berdiri, baik dari tahiyat awal atau duduk istirahat.
20. Menoleh ke kanan dan ke kiri saat salam. Menoleh ke
arah kanan bersamaan dengan kalimat "warahmatullâh".
Ukurannya, sekiranya pipi kanannya terlihat oleh orang yang ada di
belakangnya. Lalu, wajah menghadap kiblat kembali dan membaca salam kedua.
Kemudian menoleh ke kiri bersamaan dengan kalimat "warahmatullâh" yang
sekiranya pipi kirinya terlihat oleh orang yang ada dibelakangnya.
Sumber: Buku Shalat itu Indah dan Mudah (Buku Tuntunan Shalat), Diterbitkan
oleh Pustaka SIDOGIRI Pondok
Pesantren Sidogiri
Posting Komentar