Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » , , » Menukar Uang Baru Recehan (1)

Menukar Uang Baru Recehan (1)

Menjelang lebaran seperti sekarang ini, di samping deg-degan dan galau menunggu hasil sidang isbat Kemenag untuk menentukan awal syawal, ada tradisi unik yang mungkin hanya dilakukan oleh umat Islam Indonesia, yaitu tukar uang baru/receh. 

Penulis rasa, tradisi ini berkaitan erat dengan tradisi lainnya yang juga mungkin hanya ada di Indonesia, khususnya pada setiap momentum lebaran, yaitu angpao,orang jawa biasa menyebutnya wisitSemacam bagi rezeki untuk anak-anak kecil yang diberikan oleh sebagian orang tua kepada keluarganya, maupun anak-anak dari masyarakat sekitar.


Pada tulisan singkat ini, penulis ingin mencoba membuat analisa tentang hukum tukar uang baru/receh ini, ditinjau dari berbagai segi. Penulis sangat berharap masukan dan koreksian dari semua pembaca. Semoga bermanfaat!


Banyak kalangan masyarakat yang tergiur dengan bisnis musiman ini, mata pencaharian tahunan menjelang lebaran. Setidaknya ada beberapa hal yang mendasari ketertarikan mereka, diantaranya:


1. Sumber penghasilan tambahan. 

Lazim kita dapati beberapa waktu sebelum lebaran, kalangan pabrik, perusahaan dan perkantoran meliburkan para karyawannya. Khusus pekerja pabrikan, tentu beberapa hari ini dapat menjadi waktu mencari penghasilan tambahan untuk membelikan baju baru bagi anak mereka. Ada yang lantas berjualan makanan, tukang parkir, dan sebagainya. Tak ketinggalan, sebagian kalangan wong cilik ini melirik pangsa ‘bisnis tukar uang receh’. Disamping proses mendapatkan barang yg mudah (mengantri di beberapa bank tertentu), menentukan area penjualan pun mudah, tinggalngetem di salah satu titik keramaian di kota. Jadilah mereka PKL musiman.


2. Keuntungan lumayan. 

Penulis pernah bertanya tentang ‘harga’ uang receh yg ditawarkan oleh para penawar jasa tukar uang di kalangan Kudus, tepatnya depan masjid agung kota Kudus. Pada tahun 2009 yg lalu, penulis juga mendapati beberapa penawar jasa tukar uang baru di salah satu terminal Jakarta. Ternyata, rata-rata dijual dengan tambahan 10%. Jika uangnya 100 ribu, maka harus bayar 110 ribu. Atau 100 ribu ditukar dengan 90 ribu receh. Begitu seterusnya. Cukup besar bukan?


3. Bisnis ‘anti rugi’. 

Kok bisa? Tentu saja. Karena terjual atau tidak, ada yg menukar uang kepada mereka atau tidak, uang tersebut tetap ada di tangan mereka. Terjual mereka untung, tidak terjual pun, uang tersebut dapat mereka belanjakan juga. Benar-benar ‘bisnis anti rugi’.


Apakah terkena hukum riba fadl?


Riba fadl adalah riba yang terjadi pada pertukaran dua barang yang sejenis dengan memberikan tambahan pada salah satunya. 

Dalam banyak hadis disebutkan, ada 6 jenis barang ribawi, yaitu emas, perak, gandum, jelai –sya’ îr- (padi-padian yang biji atau buahnya keras), kurma, dan garam. 

Nabi Saw. mengajarkan, penukaran pada satu jenis barang ribawi ini tidak boleh ada perbedaan. Satu dinar dengan satu dinar, satu dirham dengan satu dirham. Kecuali pada barang berbeda jenis, satu dinar ditukar dengan 10 dirham atau sebaliknya, tidak masalah. Begitu juga pada 4 jenis barang ribawi lainnya.


Apakah Uang kertas masuk barang ribawi? Iya, sebagaimana dipandang oleh kalangan ulama Malikiah dan Syafiiah. Menurut mereka, ‘illah (logika) keharaman pada emas dan perak adalah digunakan sebagai mata uang -alat tukar- (al-tsamaniah). Dan uang kertas pada masa sekarang ini digunakan memang sebagai mata uang. Hampir tidak ada lagi negara yang menggunakan emas dan perak sebagai alat tukar yang sah.


Bahkan menurut kalangan ulama Hanafiah, semua yang dapat ditakar dan ditimbang adalah barang ribawi, tidak boleh ada perbedaan dalam pertukaran barang sejenis di dalamnya.


Menguatkan pendapat ulama Malikiah dan Syafiiah tentang masuknya uang kertas pada kategori naqdain (emas dan perak), bahwa jumhur ulama kontemporer telah memasukkan uang kertas ke dalam kategori naqdain, sehingga wajib dikeluarkan zakatnya. Hal ini disampaikan oleh Syekh Wahbah Zuhaili dalam bukunya al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu. Jika dalam zakat, uang kertas masuk kategori naqdain, tentu ia juga dapat dikategorikan naqdain dalam riba fadl.


Maka, jika kita mengikuti pendapat para ulama besar ini, praktek tukar uang receh menjelang lebaran adalah tidak boleh. 100 ribu rupiah tidak boleh ditukar dengan 90 ribu receh, dan seterusnya.



Muhammad Rifqi Arriza
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger