Seringkali kita melakukan shalat malam
dalam keadaan ngantuk. Apa baiknya jika dalam keadaan capek dan ngantuk, kita
memilih istirahat ataukah melanjutkan shalat malam (shalat tahajud)?
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia
berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا
نَعَسَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ يُصَلِّى فَلْيَرْقُدْ حَتَّى يَذْهَبَ عَنْهُ النَّوْمُ
، فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا صَلَّى وَهُوَ نَاعِسٌ لاَ يَدْرِى لَعَلَّهُ يَسْتَغْفِرُ
فَيَسُبَّ نَفْسَهُ
“Jika
salah seorang di antara kalian dalam keadaan mengantuk dalam shalatnya,
hendaklah ia tidur terlebih dahulu hingga hilang ngantuknya. Karena jika salah
seorang di antara kalian tetap shalat, sedangkan ia dalam keadaan mengantuk, ia
tidak akan tahu, mungkin ia bermaksud meminta ampun tetapi ternyata ia malah
mencela dirinya sendiri.” (HR. Bukhari no. 212 dan Muslim no. 786).
Ibnu Hajar memberikan faedah untuk hadits
di atas, “Hadits di atas menuntun kita untuk khusyu’ dalam shalat dan menghadirkan hati
ketika melakukan ibadah. Hadits tersebut juga mengajarkan untuk menjauhi setiap
yang dimakruhkan dalam shalat. Juga bolehnya berdoa dengan doa apa pun tanpa
mesti mengkhususkan dengan doa tertentu.” (Fathul Bari, 1: 315)
Imam Nawawi juga menjelaskan, “Hadits di
atas mengandung beberapa faedah. Di antaranya, dorongan agar khusyu’ dalam shalat
dan hendaknya tetap terus semangat dalam melakukan ibadah. Hendaklah yang dalam
keadaan ngantuk untuk tidur terlebih dahulu supaya menghilangkan kantuk
tersebut.
Kalau dilihat ini berlaku umum untuk shalat wajib maupun shalat
sunnah, baik shalat tersebut dilakukan di malam maupun siang hari. Inilah
pendapat madzhab Syafi’i dan jumhur (mayoritas) ulama. Akan tetapi shalat wajib jangan
sampai dikerjakan keluar dari waktunya.
Al Qodhi ‘Iyadh berkata bahwa Imam Malik dan
sekelompok ulama memaksudkan hadits tersebut adalah untuk shalat malam. Karena
shalat malam dipastikan diserang kantuk, umumnya seperti itu.” (Syarh
Shahih Muslim, 6: 67-68).
Syaikh Musthofa Al Bugho menyatakan bahwa
hadits di atas menjelaskan terlarangnya memaksakan diri dalam ibadah dan
bersikap berlebih-lebihan. Jika seseorang berlebih-lebihan dalam ibadah, ia
tidak bisa menggapai tujuan, malah dapat yang sebaliknya, yaitu mendapatkan
dosa. (Nuzhatul Muttaqin, hal. 88).
dari berbagai sumber
Posting Komentar