Menurut Imam Al Ghazali
dalam Kitab al-Halal wal Haram, Keraguan (syak) itu
adalah suatu ungkapan untuk dua keyakinan yang saling bertentangan yang
bersumber dari dua sebab. Oleh karena itu, mana yang tidah mempunyai sebab atau
bukti tidak dapat menjadi ketetapan yang mengimbangi keyakinan yang berlawanan
sehingga kemudian menjadi syak (ragu).
Batasan syubhat (haddusy-syubhat) menurut
Ibnu Qudamah adalah sesuatu yang dipertentangkan dua keyakinan, berasal dari dua hal yang
memang selaras dengan keyakinan itu (Al-Imam asy-Syaikh Ahmad bin Abdurrahman bin Qudamah al-Maqdisy,
Mukhtashar Minhajul Qashidin, terj. Katur Suhardi, Minhajul Qashidin: Jalan
Orang-orang yang Mendapat Petunjuk, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, Cet. ke-1,
2006, hlm. 107)
Perkara syubhat dapat ditetapkan melalui
beberapa sumber. Imam al-Ghazali, dalam kitab Ihya ’Ulumuddin, menjelaskan sumber
syubhat itu antara lain:
a. Keraguan dalam sebab yang menghalalkan
dan yang mengharamkan (الشك في السبب المحلل و المحرم).
Keraguan tersebut tidak terlepas dari dua
kemungkinan, yaitu setara atau kecenderungan pada salah satu dari dua
kemungkinan. Jika kedua kemungkinan itu setara/sama, maka hukumnya adalah
berdasarkan yang dikenal sebelumnya. Jika salah satu dari dua kemungkinan itu
lebih kuat maka hukumnya adalah bagi yang lebih kuat. Contoh: Dilemparkan anak
panah pada buruan. Buruan itu terluka lalu terjatuh ke air dan ditemukan telah
menjadi bangkai. Tidak ada yang tahu apakah buruan itu mati karena tenggelam
atau karena lukanya. Maka buruan ini adalah haram karena asalnya yang haram (Mukhtasyar Ihya Al Ghazali).
b. Keraguan yang ditimbulkan oleh
percampuran (شك منشوؤه الإختلاط)
Yaitu bercampurnya yang haram dan yang
halal sehingga tidak dapat dibedakan lagi antara keduanya sehingga muncul
keraguan apakah sesuatu itu halal atau haram. Contoh: Dagingbangkai seekor
kambing bercampur dengan daging beberapa ekor kambing yang disembelih secara
halal. Maka keraguan dalam hal ini harus dijauhi karena tidak ada tanda pada
daging dari bangkai yang bercampur. Apabila ada keraguan yang beralasan bahwa
daging bangkai kambing itu telah bercampur maka hal tersebut haram.
c. Keraguan karena adanya hubungan
kemaksiatan dengan sebab yang menghalalkan (ان يتصل بالسبب المحلل معصية)
Hubungan itu dapat terlihat pada sesuatu
itu sendiri, pada tujuannya, pada permulaannya atau pada persoalan jual beli.
Namun, maksiat ini bukan sejenis maksiat yang merusak aqad (ikatan perjanjian)
atau membatalkan sebab yang menghalalkan sesuatu. Contoh: menyembelih dengan
pisau rampokan, menjual buah anggur kepada seorang pembuat khamer.
d. Keraguan karena perbedaan dalam berbagai
dalil (اختلاف في الأدلة)
Perbedaan di dalam berbagai dalilnya ini
seperti perbedaan di dalam sebab-sebabnya. Karena sebab menentukan hukum halal
dan haram sedangkan dalil untuk mengetahui hukum halal dan haram. Lebih jelas
lagi bahwa dalil merupakan sebab untuk bisa sampai pada pengertian yang nyata
pada suatu barang (Al Halal wal Haram
Imam Al Ghazali)
Misalnya sabda Nabi SAW yang termaktub dalam Kitab Ihya Ulumuddin: “Orang mukmin menyembelih atas nama Allah Ta’ala, baik ia menyebut nama Allah
atau tidak”. Hadist ini bertentangan dengan sebuah ayat al-Quran yang jelas dan
beberapa hadist yang mengatakan bahwa mengucapkan nama Allah pada saat
menyembelih adalah wajib. Dengan demikian hadist terdahulu harus ditinggalkan. Wallahu ’alam
bissawab.
Ust. Hakam Hamid El Chudri
Posting Komentar