Para malaikat adalah
makhluk yang selalu taat kepada Allah. Meraka ditugasi menyampaikan wahyu dari
Allah kepada rasul-rasul-Nya. Mereka juga bertugas mengatur alam semesta dengan
izin Tuhannya. Selain itu, mereka juga mengemban tugas segala pekerjaan langit
dan bumi, yang jumlahnya tidak terkira.
Mereka dapat berbicara langsung dengan
Allah SWT, seperti dijelaskan dalam firman-Nya, "Ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada para malaikat, 'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi', mereka berkata, `Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu makhluk yang akan membuat kerusakan dan menumpahkan
darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan
Engkau?' Tuhan berfirman, 'Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian
ketahui'." (QS Al-Baqarah: 30).
Para malaikat bukan makhluk mukallaf atau makhluk yang dibebani hukum syari'at. Karenanya mereka tidak akan dihisab untuk mendapatkan ganjaran pahala atau siksa. Mereka adalah makhluk yang baik, mulia, dan taat beribadah. Allah SWT berfirman, "Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan. Mereka tidak mendahului-Nya dengan perkataan, dan mereka mengerjakan perintahperintah-Nya." (QS An-Anbiya': 27).
Ketaatan yang disertai hambatan dan tantangan dan upaya dalam meraih kesempurnaan yang disertai berbagai rintangan merupakan pekerjaan yang lebih layak untuk dihargai, yakni diberi ganjaran atau pahala. Itulah kondisi yang dialami manusia di dunia. Mereka dituntut untuk taat dan meraih kesempurnaan, di sisi lain mereka dihadapkan pada berbagai hambatan dan rintangan.
Karenanya, kaum Ahlussunnah wal Jama'ah dari kalangan Asy'ariyah saat menjelaskan urutan kemuliaan pada makhluk-makhluk Allah SWT menyebutkan, makhluk yang paling mulia adalah Nabi Muhammad SAW, kemudian di bawahnya adalah para nabi Ulul 'Azmi (Ibrahim, Musa, Isa, dan Nuh). Yang paling utama dari Ulul 'Azmi adalah Ibrahim, berikutnya Musa, Isa, kemudian Nuh. Di bawah mereka adalah para nabi yang lain. Setelah para nabi, ada Jibril dan Mikail. Berikutnya adalah Israfil, lzrail, malaikat yang lain, baru selanjutnya dari kalangan manusia lainnya.
Para malaikat bukan makhluk mukallaf atau makhluk yang dibebani hukum syari'at. Karenanya mereka tidak akan dihisab untuk mendapatkan ganjaran pahala atau siksa. Mereka adalah makhluk yang baik, mulia, dan taat beribadah. Allah SWT berfirman, "Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan. Mereka tidak mendahului-Nya dengan perkataan, dan mereka mengerjakan perintahperintah-Nya." (QS An-Anbiya': 27).
Ketaatan yang disertai hambatan dan tantangan dan upaya dalam meraih kesempurnaan yang disertai berbagai rintangan merupakan pekerjaan yang lebih layak untuk dihargai, yakni diberi ganjaran atau pahala. Itulah kondisi yang dialami manusia di dunia. Mereka dituntut untuk taat dan meraih kesempurnaan, di sisi lain mereka dihadapkan pada berbagai hambatan dan rintangan.
Karenanya, kaum Ahlussunnah wal Jama'ah dari kalangan Asy'ariyah saat menjelaskan urutan kemuliaan pada makhluk-makhluk Allah SWT menyebutkan, makhluk yang paling mulia adalah Nabi Muhammad SAW, kemudian di bawahnya adalah para nabi Ulul 'Azmi (Ibrahim, Musa, Isa, dan Nuh). Yang paling utama dari Ulul 'Azmi adalah Ibrahim, berikutnya Musa, Isa, kemudian Nuh. Di bawah mereka adalah para nabi yang lain. Setelah para nabi, ada Jibril dan Mikail. Berikutnya adalah Israfil, lzrail, malaikat yang lain, baru selanjutnya dari kalangan manusia lainnya.
Namun demikian, tabiat penciptaan malaikat dan manusia memang berbeda. Para
malaikat diciptakan Allah dari cahaya, sementara manusia diciptakan dari tanah.
lbadah bagi malaikat merupakan fitrah dan kodrat, sementara bagi manusia
merupakan taklif (kewajiban) dan amanat.
Habib Sholeh bin
Ahmad bin Salim Al Aydrus
Posting Komentar