Di zaman
Rasulullah Abu Bakar dan Umar, adzan Jum’at itu terdapat hanya sekali. Tetapi
di zaman Utsman bin Affan, menjadi dua kali. Apakah itu tidak mengubah sunah
Rasul?
Dua kali itu artinya sekali ditambah
sekali, bukan? Apakah saudara dapat menunjukkan dalil yang melarang menambah
adzan satu kali?
Betul.
Akan tetapi ayat:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُوْلُ
فَخُذُوْهُ وَمَا نَهَاكُمْ
عَنْهُ فَانْتَهُوْا
QS Al-Asyr ayat 8) yang memerintahkan
supaya kita mengambil apa yang diberikan oleh Rasul kepada kita.
Kita sudah menjalankan satu kali.
Itu adalah yang diberikan Rasulullah kepada kita, dengan tambahan satu kali.
Tambahan satu kali ini meskipun tidak diperintahkan, apakah dilarang?
Bukankah
perbuatan itu ada yang dilarang, ada yang diperintahkan dan ada pula yang tidak
dilarang, dan juga tidak diperintahkan. Sehingga di dalam istilah mantiq
disebut “Maani’ul jam’i jaizul kholwi” saudara harus dapat membedakan antara
ibarat:
1. Ambilah yang hijau, dan tinggalkan
yang merah,
2. Ambilah yang hijau, dan tinggalkan
yang lainnya.
Ibarat ke-1 adalah ibarat maani’ul
jam’i jaizul kholwi (hijau dan merah tidak mungkin kumpul, tetapi mungkin
benda itu tidak hijau dan tidak merah).
Sedang ibarat yang ke-2 adalah maani’ul
jam’i jaizul kholwi (hijau dan yang lainnnya tidak mungkin kumpul, dan juga
tidak mungkin benda itu tidak hijau dan tidak yang lain dari pada hijau).
Lalu sebaiknya bagi kita ini ikut Rasulullah ataukah ikut
Utsman bin Affan?
Kita ikut Utsman bin Affan itu juga
berarti ikut Rasulullah SAW sebab Rasulullah telah bersabda:
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ
اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ.
Apalagi adzan kedua yang dilakukan
sejak zaman Utsman bin Affan itu, sama sekali tidak ditentang oleh sahabat atau
sebagian daripada sahabat di kala itu. Jadi menurut istilah ushul fiqh sudah
menjadi ijma’ sukuti.
KH. Musthofa Bisri
Posting Komentar