Bagaimanapun kondisi kita, apakah
kita sedang sedih, berduka ataupun sedang bersiuka ria, atau sedang terancam
bahaya misalnya. Dengan kalimat takbir kita akan selalu merasakan diri sebagai
pribadi yang utuh yang hanya menyembah dan berpasrah kepada satu Dzat Yang maha
Agung.
Bila takbir telah terpatri dalam dada, maka segala perbuatan dan ucapan kita akan menyatu dalam keteguhan dan keyakinan serta pengabdian kepada Allah SWT. Orang-orang yang telah menyatu dengan kalimat Takbir dalam kesehariannya, akan menjadi pribadi yang membawa manfaat dalam kehidupan diri dan lingkungan sekitarnya.
Bila beruntung dia akan bersyukur, bila diuji dia akan bersabar, jika ditegur ia menyesal dan bila bersalah akan beristighfar dan meminta maaf serta berani bertanggungjawab.
Demikian Agungnya kalimat Takbir, jika dihayati makna dan pesan-pesannya. Sehingga, Takbir ini diperintahkan oleh Allah untuk dikumandangkan, begitu selesai bilangan bulan teragung, bilangan puasa Ramadhan.
Bila takbir telah terpatri dalam dada, maka segala perbuatan dan ucapan kita akan menyatu dalam keteguhan dan keyakinan serta pengabdian kepada Allah SWT. Orang-orang yang telah menyatu dengan kalimat Takbir dalam kesehariannya, akan menjadi pribadi yang membawa manfaat dalam kehidupan diri dan lingkungan sekitarnya.
Bila beruntung dia akan bersyukur, bila diuji dia akan bersabar, jika ditegur ia menyesal dan bila bersalah akan beristighfar dan meminta maaf serta berani bertanggungjawab.
Demikian Agungnya kalimat Takbir, jika dihayati makna dan pesan-pesannya. Sehingga, Takbir ini diperintahkan oleh Allah untuk dikumandangkan, begitu selesai bilangan bulan teragung, bilangan puasa Ramadhan.
وَلِتُكْمِلُوااْلعِدَّةَ
وَلِتُكَبِّرُاللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ ولَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
”Dan hendaklah kamu mencukupkan
bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang
diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. al-Baqoroh, 2:185)
Tanpa mengumandangkan takbir, kita tidak akan dapat dinamai bersyukur, padahal tanpa bersyukur, maka siksa Allah telah menanti kita.
Tanpa mengumandangkan takbir, kita tidak akan dapat dinamai bersyukur, padahal tanpa bersyukur, maka siksa Allah telah menanti kita.
الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله
ُأكْبَرْ ْ وَلِلَّهِ الْحَمْد
Dengan berakhirnya Ramadhan, tentu
kita berharap, kiranya telah dapat mencapai ketakwaan kepada Allah SWT.
Ketakwaan yang hanya dapat tercapai bila kita memiliki keimanan. Artinya
ketakwaan dan keimanan adalah simbol kesatuan dalam ketauhidan. Iman membuahkan
persatuan dan kesatuan. Sedangkan kufur mengantarkan kepada perselisihan dan
perpecahan.
Pada Masa hidup Rasulullah SAW, ketika sekelompok kaum muslimin hampir terpengaruh oleh bisikan apra pemecah belah, turunlah peringatan Allah SWT yang menamai keimanan dengan persatuan dan perpecahan dengan kekufuran.
Allah memperingatkan mereka yang nyaris terpecah belah dengan firmannya:
Pada Masa hidup Rasulullah SAW, ketika sekelompok kaum muslimin hampir terpengaruh oleh bisikan apra pemecah belah, turunlah peringatan Allah SWT yang menamai keimanan dengan persatuan dan perpecahan dengan kekufuran.
Allah memperingatkan mereka yang nyaris terpecah belah dengan firmannya:
يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ
وُجُوهٌ
"Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram.” (QS. Ali Imran, 3:106).
Dalam kehidupan duniawi, mereka yang bersatu dan bekerja sama untuk kemaslahatan bangsa dan masyarakatnya akan memiliki wajah yang berseri-seri. Keceriaan nampak jelas di wajah ketika mereka memetik hasil dari persatuan dan kerjasama dalam kebajikan.
Sedangkan mereka yang berpecah-belah dan saling bersengketa, pun telah diperingatkan dan diancam oleh Allah dalam firman-Nya,
فَأَمَّا الَّذِينَ اسْوَدَّتْ
وُجُوهُهُمْ أَكْفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ فَذُوقُواْ الْعَذَابَ بِمَا
كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ
"Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): "Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu". (QS. Ali Imron, 3:106)
الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله
ُأكْبَرْ ْ وَلِلَّهِ الْحَمْد
Idul Fitri yang berarti kembali kepada kesucian, mengantarkan kita kepada persatuan dan kesatuan umat. Jika kita memahami arti persatuan dan kesatuan, tentu di sana kita menemukan dua kata yang akan mengantarkan kita kepada makna Fitri (kesucian) yang sebenarnya.
Kata kunci pertama dalam persatuan dan kesatuan adalah keharmonisan. Seseorang yang beragama harus selalu merasa bersama dengan orang lain. Dapat menghargai kehadiran orang lain dan menjaga perasaan orang-orang di sekelilingnya. Keadaan saling menyadari dan menjaga perasaan orang-orang disekelilingnya inilah yang disebut sebagai keharmonisan. masyarakat yang bersatu dalam keimanan kepada Allah SWT akan saling menjaga agar tidak saling berbantah-bantahan dan bersengketa di antara sesama anggota masyarakatnya.
Hal ini dikarenakan, masyarakat yang bersatu akan senantiasa berusaha menjaga agar tidak terjadi keadaan sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT,
وَأَطِيعُواْ اللّهَ وَرَسُولَهُ
وَلاَ تَنَازَعُواْ فَتَفْشَلُواْ وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُواْ إِنَّ اللّهَ
مَعَ الصَّابِرِينَ
”Dan ta'atlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. al-Anfaal, 8:46)
Khutbah Idul Fitri oleh Ust. Syaifullah Amin
Posting Komentar