Allah telah berfirman, yang artinya,”Dan
hewan ternak telah diciptkan-Nya untuk kalian, padanya ada (bulu) yang
menghangatkan dan berbagai manfaat, serta sebagiannya kalian makan. Dan kalian
memperoleh keindahan padanya, ketika kalian membawanya kembali ke kandang dan
ketika kalian melepaskannya. Dan ia mengangkut beban-beban kalian ke suatu
negeri yang kalian tidak sanggup mencapainya, kecuali dengan susah payah.
Sungguh, Rabb kalian benar-benar Maha Pengasih dan Penyayang. Dan (Dia telah
menciptakan) kuda, baghal dan keledai untuk kalian tunggangi dan sebagai
perhiasan. Allah menciptakan apa yang tidak kalian ketahui." (An
Nahl [16]: 5-8)
Dalam sejarah peradaban Islam
sendiri, hubungan harmonis antara manusia dengan binatang terjalin dengan baik,
sebagaimana eratnya hubungan antara Ashabul Kahfi dengan anjing mereka. Demikan
pula Rasulullah, beliau juga berhijrah dengan onta setia beliau yang nama Al
Qashwa`, disamping beliau juga memiliki beberapa onta lain yang bernama Al
Adhba` dan Al Jadm. Bahkan ada seorang sahabat yang bernama Abdurrahman bin
Shahr yang gemar membawa kucing kecil di sakunya, hingga Rasulullah
memanggilnya Abu Hurairah, alias ayah kucing.
Islam sebagai ajaran yang menekanan
kepada pemeluknya untuk menyayangi binatang sebenarnya sudah tercermin dalam
pembahasan dasar masalah fiqih, yakni masalah thaharah (bersuci), dimana kita
sebagai Muslim, dilarang buang air besar atau air kecil ke dalam liang, merujuk
kepada hadits yang diriwayatkan Abu Dawud. Ada ulama yang menyebutkan
bahwa di dalam liang biasanya ada hewan-hewan kecil. Dengan buang air di
tempat itu, maka hal itu bisa mendhalimi hewan-hewan tersebut. (lihat,
Mughni Al Muhtaj, 1/61)
Masih belum lari dari masalah
thaharah, dimana kita sebagai Muslim tidak hanya dibolehkan, tapi diwajibkan
meninggalkan wudhu dengan melakukan tayamum sebagai gantinya, jika ada hewan
muhtaram yang kehausan, sementara persediaan air sangat terbatas. hewan
muhtaram adalah hewan yang tidak diperintahkan untuk dibunuh. (lihat, Mughni
Al Muhtaj, 1/130)
Disamping secara umum menganjurkan
berbuat baik kepada hewan, secara spesifik, Islam menjelaskan bagaimana
seharusnya para pemilik binatang tunggangan memperhatikan beberapa hal, hingga
tidak ada pihak yang terdhalimi.
Islam melarang seseorang memaksa
hewan untuk mengangkut beban berat diluar kemampuan, sebagaimana diriwayatkan
oleh At Thabarani, “Jika kalian melihat tiga orang naik hewan tunggangan, maka
lemparlah mereka, hingga salah satu dari mereka turun.”
Sebagaimana Rasulullah berpesan
kepada para pemilik kendaraan agar memperhatikan makanan hewan tunggangan
mereka, “Jika kalian melakukan perjalanan di daerah subur, maka berilah
makanan ontamu dari daerah itu dan jika kalian melakukan perjalanan di daerah
paceklik, maka percepatlah, hingga tidak membahayakannya.” (Riwayat Muslim)
Tentu, jika mereka masih berada di
wilayah gersang, dan tidak ada makanan untuk onta mereka, maka keadaan demikian
mengancam kehidupan binatang tersebut.
Ust. Yusuf Mansur
Posting Komentar