Sepasang suami isteri – seperti
pasangan lain di kota-kota besar meninggalkan anak-anak diasuh pembantu rumah
sewaktu bekerja. Anak tunggal pasangan ini, perempuan cantik berusia tiga
setengah tahun. Sendirian ia di rumah dan kerap kali dibiarkan pembantunya
karena sibuk bekerja di dapur. Bermainlah dia bersama ayun-ayunan di atas
buaian yang dibeli ayahnya, ataupun memetik bunga dan lain-lain di halaman
rumahnya.
Suatu hari dia melihat sebatang paku karat.
Dan ia pun mencoret lantai tempat mobil ayahnya diparkirkan , tetapi karena
lantainya terbuat dari marmer maka coretan tidak kelihatan. Dicobanya lagi pada
mobil baru ayahnya. Ya… karena mobil itu bewarna gelap, maka coretannya tampak jelas.
Apalagi anak-anak ini pun membuat coretan sesuai dengan kreativitasnya.
Hari itu ayah dan ibunya bermotor ke tempat
kerja karena ingin menghindari macet. Setelah sebelah kanan mobil sudah penuh
coretan maka ia beralih ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ibu dan
ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikut
imaginasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari oleh si pembantu rumah.
Saat pulang petang, terkejutlah pasangan
suami istri itu melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan bayaran angsuran
yang masih lama lunasnya. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus
menjerit,
“Kerjaan siapa ini !!!” ….
Pembantu rumah yang tersentak engan jeritan
itu berlari keluar. Dia juga beristighfar. Mukanya merah padam ketakutan
lebih-lebih melihat wajah bengis tuannya. Sekali lagi diajukan pertanyaan keras
kepadanya, dia terus mengatakan
"Saya tidak tahu..tuan.”
“Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yang kau lakukan?” hardik si
isteri lagi.
Si anak yang mendengar suara ayahnya,
tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata
“Dita yang membuat gambar itu ayahhh.. cantik …kan!” katanya
sambil memeluk ayahnya sambil bermanja seperti biasa..
Si ayah yang sudah hilang kesabaran
mengambil sebatang ranting kecil dari pohon di depan rumahnya, terus
dipukulkannya berkali-kali ke telapak tangan anaknya . Si anak yang tak
mengerti apa apa menagis kesakitan, pedih sekaligus ketakutan. Puas memukul
telapak tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya.
Sedangkan Si ibu cuma mendiamkan saja,
seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang dikenakan. Pembantu rumah
terbengong, tidak tahu harus berbuat apa. Si ayah cukup lama memukul-mukul tangan kanan dan
kemudian ganti tangan kiri anaknya. Setelah si ayah masuk ke rumah diikuti si
ibu, pembantu rumah tersebut menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar.
Dia terperanjat melihat telapak tangan dan
belakang tangan si anak kecil luka-luka dan berdarah. Pembantu rumah memandikan
anak kecil itu. Sambil menyiramnya dengan air, dia ikut menangis. Anak kecil
itu juga menjerit-jerit menahan pedih saat luka-lukanya itu terkena air. Lalu
si pembantu rumah menidurkan anak kecil itu.
Si ayah sengaja membiarkan anak itu tidur
bersama pembantu rumah. Keesokkan harinya, kedua belah tangan si anak bengkak.
Pembantu rumah mengadu ke majikannya. “Oleskan obat saja!” jawab bapak si anak.
Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan
anak kecil itu yang menghabiskan waktu di kamar pembantu. Si ayah konon mau
memberi pelajaran pada anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah
menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu, meski setiap hari bertanya
kepada pembantu rumah.
“Dita demam, Bu”…jawab pembantunya ringkas.
“Kasih minum panadol aja ,” jawab si ibu. Sebelum si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar
pembantunya. Saat dilihat anaknya Dita dalam pelukan pembantu rumah, dia
menutup lagi pintu kamar pembantunya.
Masuk hari keempat, pembantu rumah
memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Dita terlalu panas. “Sore nanti
kita bawa ke klinik.. Pukul 5.00 sudah siap” kata majikannya itu. Sampai
saatnya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan agar ia
dibawa ke rumah sakit karena keadaannya susah serius. Setelah beberapa hari di
rawat inap dokter memanggil bapak dan ibu anak itu.
“Tidak ada pilihan..” kata dokter tersebut yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu
dipotong karena sakitnya sudah terlalu parah dan infeksi akut…”Ini sudah
bernanah, demi menyelamatkan nyawanya maka kedua tangannya harus dipotong dari
siku ke bawah” kata dokter itu. Si bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar
mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yang dapat
dikatakan lagi.
Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan
berat hati dan lelehan air mata isterinya, si ayah bergetar tangannya
menandatangani surat persetujuan pembedahan. Keluar dari ruang bedah, selepas
obat bius yang disuntikkan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga
keheranan melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan
ibunya. Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka
semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan
air mata.
“Ayah.. ibu… Dita tidak akan melakukannya lagi…. Dita tak mau lagi ayah pukul.
Dita tak mau jahat lagi… Dita sayang ayah..sayang ibu.”, katanya berulang kali membuatkan
si ibu gagal menahan rasa sedihnya.
“Dita juga sayang Mbok Narti..” katanya memandang wajah pembantu
rumah, sekaligus membuat wanita itu meraung histeris.
“Ayah.. kembalikan tangan Dita. Untuk apa diambil.. Dita janji tidak
akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Dita mau makan nanti ?… Bagaimana
Dita mau bermain nanti ?… Dita janji tidak akan mencoret-coret mobil lagi, ” katanya berulang-ulang.
Serasa hancur hati si ibu mendengar kata-kata anaknya.
Meraung-raung dia sekuat hati namun takdir
yang sudah terjadi tiada manusia dapat menahannya. Nasi sudah jadi bubur. Pada
akhirnya si anak cantik itu meneruskan hidupnya tanpa kedua tangan dan ia masih
belum mengerti mengapa tangannya tetap harus dipotong meski sudah minta maaf…
Tahun demi tahun kedua orang tua tersebut
menahan kepedihan dan kehancuran bathin sampai suatu saat Sang Ayah tak kuat
lagi menahan kepedihannya dan wafat diiringi tangis penyesalannya yang tak
bertepi…,
Namun., si Anak dengan segala keterbatasan
dan kekurangannya tersebut tetap hidup tegar bahkan sangat sayang dan selalu
merindukan ayahnya..
Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah
saw menciumi Hasan bin Ali, di hadapan Al Aqra’ bin Habis At Tamimiy yang sedang
duduk. Lalu Al Aqra’ berkata: " Sesungguhnya aku memiliki sepuluh anak, dan aku
belum pernah menciumi seorang pun. " Lalu Rasulullah SAW memandanginya dan
bersabda: “ Barang siapa
yang tidak menyayangi maka tidak akan disayangi” (HR. Al Bukhari).
Ayu
Posting Komentar