Allah SWT menurunkan Al-quran sebagai Mu’jizat yang luar
biasa untuk kekasihnya: Nabi Muhammad SAW, melalui perantara Malaikat Jibril
dalam kurun waktu lebih kurang selama 23 Tahun. Al-Quran terdiri dari 114
surat, 6666 ayat (berdasarkan perhitungan mayoritas ulama, karena ada perbedaan
versi [antara perhitungan ulama Syiria, Madinah ataupun Bashrah]tentang jumlah
ayat dalam Al-Quran yang terdiri dari 30 juz ini), di awali dari Ummu al-Kitab
(Al-Fatihah) dan di tutup dengan surat An-Naas. Al-Baqarah sebagai surat kedua,
di awal ayat dengan jelas Allah SWT memberikan definisi bahwa Inilah Kitab
(Al-Quran), kita di perintahkan untuk tidak memiliki rasa ragu atau tidak percaya
kepada isi dan kandungan al-Quran, Kenapa? Karena Al-quran tidak di turunkan
melainkan sebagai petunjuk untuk orang-orang yang bertakwa.
Kata Petunjuk kalau dalam bahasa arabnya adalah diambil
dari lafadz hudan, dimana kata hudan ini, masih seakar kata
dengan kata hadiah, bermakna; Al-Quran adalah kitab suci yang
diberikan dengan penuh cinta dan rasa kasih sayang, hal ini masih sejalan
dengan konsep hadiah, apabila seseorang memberikan suatu hadiah untuk kawan
dekat, saudara, atau kekasih tercinta, pasti dia akan mengemas secantik
mungkin, di balut dengan kertas dan berbagai aksesoris lainnya, dan disaat
memberikan hadiah tersebut tanpa adanya suatu unsur paksaan, melainkan
diberikan dengan penuh rasa suka cita, hati damai dan tanpa mengharap imbalan apapun,
begitulah sejatinya Allah menurunkan Al-Quran kepada kita sebagai petunjuk
(hadiah) untuk orang-orang yang bertaqwa.
Definisi taqwa yang sering di jelaskan oleh para ulama
adalah Imtisal al-awaamir Wajtinabu al-Nawahi (melaksanakan apa yang diperintahkan
Allah, dan menjauhi segala larangan-Nya).
Seperti yang diungkapkan oleh Imam
Hasan Al-Bashri bahwa taqwa adalah takut dan menghindari apa yang diharamkan
Allah, serta menunaikan apa yang diwajibkan-Nya.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah
mengartikan taqwa dapat di raih oleh orang-orang yang mampu menjadikan tabir
penjaga antara dirinya dan neraka. Pandangan ini secara tidak langsung
menyatakan bahwa orang yang bertaqwa tahu hal-hal apa sajakah yang menyebabkan
Allah murka dan menghukumnya kelak di neraka.
Konsep taqwa kalau dalam surat Ath-Thalaq, selama ini hanya
dijelaskan seputar imbalan akan diberikan jalan keluar (solusi) dalam segala
problematika kehidupan, serta akan didatangkannya rezeki dari jalan yang tidak
kita sangka, padahal pada ayat selanjutnya masih ada 3 point yang dengan tegas
di jelaskan, bahwa orang-orang yang bertaqwa selain akan mendapatkan 2 point di
atas, Allah SWT juga akan menjadikan segala urusan kehidupannya menjadi lebih
mudah dalam melaluinya, akan dihapuskan segala kekhilafan(perbuatan buruknya),
dan meraka akan selalu di lipat gandakan pahalanya dalam setiap amaliyah sholih
yang dilakukannya. Begitu mulianya orang-orang yang bertaqwa dalam pandangan
sang penguasa alam raya ini.
Rasulullah SAW suatu ketika pernah menasehati Sayyidina Ali
Ibnu Abi Thalib. Wahai Ali, Shalatlah apabila telah tiba waktunya karena itu
akan menunjukkan engkau sebagai pribadi yang bertaqwa.
Nasehat ini kalau dalam surat An-Nisa sudah di jelaskan bahwa Sesungguhnya Shalat ada pada diri orang-orang yang beriman, dan telah di tetapkan waktunya. Maka wajar kalau baginda Rasulullah SAW dalam beberapa riwayat di katakan, suatu masa beliau sedang berasyik-masyuk, bersenda gurau dengan para istrinya, tetapi apabila tiba waktu shalat (adzan), Kaannahu Lam Ya’rifna Walam Na’rifhu: seakan-akan rasul tidak mengenal kami (para istri), dan kami pun tidak mengenalnya (rasul), beliau langsung menuju masjid untuk memenuhi panggilan-Nya, dan para istrinya pun langsung ikut berjamaah. Demikian dijaganya arti shalat jamaah oleh rasul dan keluarganya.
Nasehat ini kalau dalam surat An-Nisa sudah di jelaskan bahwa Sesungguhnya Shalat ada pada diri orang-orang yang beriman, dan telah di tetapkan waktunya. Maka wajar kalau baginda Rasulullah SAW dalam beberapa riwayat di katakan, suatu masa beliau sedang berasyik-masyuk, bersenda gurau dengan para istrinya, tetapi apabila tiba waktu shalat (adzan), Kaannahu Lam Ya’rifna Walam Na’rifhu: seakan-akan rasul tidak mengenal kami (para istri), dan kami pun tidak mengenalnya (rasul), beliau langsung menuju masjid untuk memenuhi panggilan-Nya, dan para istrinya pun langsung ikut berjamaah. Demikian dijaganya arti shalat jamaah oleh rasul dan keluarganya.
Besok di akhirat, ada 3 golongan manusia yang berbeda di
dalam menjaga shalat jamaah waktu di dunia:
1. Wujuuhuhum Ka
al-Kawakib (Wajah seperti bintang)
Kelompok ini adalah mereka yang apabila mendengar adzan
(panggilan shalat), mereka tidak melanjutkan aktivitasnya melainkan segera
mengambil air wudlu’ untuk melaksanakan shalat.
2. Wujuuhuhum Ka al-Qamar
(Wajah seperti bulan)
Golongan ini bisa dicapai kepada mereka yang selalu dalam
keadaan suci, walaupun belum ada panggilan shalat(adzan).
3. Wujuuhuhum Ka al-Syams
(Wajah seperti Matahari)
Golongan eksekutif yang dapat merasakan kenikmatan ini,
karena mereka selalu dalam keadaan suci, dan sudah duduk I’tikaf di dalam
masjid walaupun adzan belum berkumandang.
Inilah beberapa tauladan yang dapat mengangkat martabat
kita sebagai pribadi yang bertaqwa, yang mampu menjaga dan memelihara suatu hadiah
(baca: pesan moral dalam Al-Quran) dari Tuhan-Nya, sehingga menjadi
pribadi yang berakhlak mulia. Sudah sejauh manakah kita dalam mengaplikasikan hadiah
indah dari Allah ta’ala??? Sholli ‘Ala Muhammad Wa Aalihi
Amir el-Madary, PG.2.7 Selangor
Posting Komentar