Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » , » Hakikat Dermawan (Sakho') dan Pelit (Bakhil)

Hakikat Dermawan (Sakho') dan Pelit (Bakhil)

Dari banyaknya penjelasan yang telah diterangkan oleh syara’ mungkin kita sudah dapat mengambil kesimpulan bahwa bakhil adalah termasuk sifat tercela yang bisa mengakibatkan kehancuran pemiliknya. Tapi apakah kesimpulan tersebut sudah dapat menjawab pertanyaan apa sebenarnya hakikat bakhil itu dan bagaimana pula seseorang itu bisa mendapat status bakhil?
 
Tidak sedikit orang yang beranggapan bahwa dirinya adalah seorang dermawan dan orang lain semuanya bakhil. Dan juga tidak jarang orang selalu berbeda-beda dalam menilai orang lain. Terkadang menurut si A dia adalah orang yang dermawan namun menurut si B dia adalah seorang bakhil.


Bakhil bukanlah berarti orang yang menahan hartanya. Karena setiap manusia pasti memiliki sifat cinta harta benda. Dan karena kecintaan inilah maka dia akan selalu berusaha menjaga dan menahan hartanya. Dan kalau ini dianggap sebagai sifat bakhil maka tidak akan ada orang yang bisa selamat dari kebakhilan ini.


Pengertian bakhil dan sakho’ menurut pandangan agama pada hakikatnya lebih sederhana dari pada pengertian yang biasa dipahami oleh masyarakat umum. Bakhil bukan berarti menahan harta benda saja tetapi bakhil adalah mencegah diri untuk mengeluarkan harta benda yang semestinya dan wajib ia keluarkan. Seperti halnya ketika seseorang itu seharusnya wajib memberi nafkah keluarganya sebesar Rp. 1.000 rupiah, namun ternyata yang ia berikan hanya Rp. 900 rupiah.


Orang yang bakhil juga tidak bisa diartikan sebagai orang yang tidak mau memberi. Karena sebakhil apapun seseorang pasti ia mau memberi walau hanya sedikit jumlahnya. Dan sebaliknya orang yang dermawan juga pasti akan berpikir seribu kali kalau ada orang lain yang meminta semua harta bendanya.


Kesimpulanya, harta benda itu sebenarnya sejak awal diciptakannya adalah untuk suatu hikmah dan tujuan tertentu yakni digunakan untuk memenuhi segala macam kebutuhan makhluk hidup dan dalam realitasnya akan memunculkan banyak kemungkinan-kemungkinan. Kalau seseorang telah diharuskan mentasarrufkan hartanya untuk suatu hal, akan tetapi ternyata dia tidak mau mengeluarkannya maka ialah orang bakhil. Begitu juga sebaliknya orang yang menggunakan hartanya pada hal-hal yang dilarang agama maka ia dianggap tabdzir (menghambur-hamburkan harta). Dan diantara keduanya adalah wasath (sedengan. Jawa) yaitu berlaku ekonomis. Tidak terlalu menghambur-hamburkan harta juga tidak terlalu menahannya. Semua dipenuhi sesuai dengan porsi serta kebutuhannya.


Yang menjadi persoalan sekarang adalah harta benda itu wajib digunakan untuk apa saja? Ada dua macam kewajiban seseorang dalam penggunaan hartanya. Wajib atas dasar agama dan kewajiban karena harga diri (muru’ah) dan adat istiadat masyarakat (sosial). 

Dan dermawan yang sejati adalah orang yang tidak pernah mencegah hartanya untuk digunakan pada dua kewajiban tersebut. Kalau salah satu dari keduanya ada yang tidak dipenuhi maka dia telah dianggap sebagai seorang bakhil. Hanya saja orang yang mencegah harta untuk kewajiban syar’i seperti halnya zakat, menafkahi keluarga dan lain-lain itu dianggap lebih bakhil dari yang lain.



Pengajian Kitab Ihya' di Ponpes Langitan
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger