Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Ampyang Maulid, Sarana Dakwah Malalui Budaya

Ampyang Maulid, Sarana Dakwah Malalui Budaya

Dalam menyebarkan agama Islam, para Wali di tanah Jawa menggunakan media yang dapat menarik perhatian warga sekitar. Demikian pula halnya dengan Raden Thoyyib atau Sultan Hadirin. Beliau menyebarkan Islam di Loram menggunakan pendekatan sosial yang sederhana, tetapi dapat mengesankan hati siapa saja yang melihatnya. Media tersebut berupa Ampyang Maulid.



Ampyang Maulid terdiri dari kata Ampyang dan Maulid. Menurut sesepuh desa Loram Kulon, Ampyang merupakan sejenis kerupuk yang terbuat dari tepung, berbentuk bulat, dengan aneka warna. Oleh warga desa setempat, kerupuk tersebut diletakkan di bagian luar dari tempat makanan berbentuk persegi. Tempat makanan tersebut terbuat dari bambu dan kayu yang lainnya. Pada bagian sudut diberi hiasan berupa bunga jambul yang berasal dari serutan bambu dengan bentuk melingkar-lingkar, dan dibubuhi bermacam-macam warna. Di dalamnya berisi nasi dan lauk pauk, dan diarak ke masjid Wali At-Taqwa Loram Kulon setiap tanggal 12 Rabiul Awwal.



Kata Maulid sendiri berasal dari bahasa Arab yang berarti kelahiran. Jadi, kata Ampyang Maulid memiliki arti makanan yang disusun sedemkian rupa dalam suatu wadah yang diusung oleh masyarakat pada perayaan memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad SAW di masjid Wali At-Taqwa Loram Kulon.



Masjid Wali At Taqwa Loram Kulon di dirikan oleh Sultan Hadirin dari Mantingan dalam rangkaian penyebaran Agama Islam di Jawa Tengah. Setelah mendirikan Masjid di Pandanaran Semarang diteruskan di daerah Loram Kulon, Jepang dan Jati Wetan.



Pada   masa   Sultan   Hadirin   inilah   ajaran   agama   Islam   mulai diperkenalkan kepada masyarakat Loram Kulon, setiap hari Jum'at    Sultan Hadirin naik Kuda dari Mantingan Jepara menuju Loram Kulon untuk Sholat Jum'at dilanjutkan dengan da'wah keagamaan. Tradisi Ampyang Maulid pada masa itu diadakan dalam rangka mempcringati hari kelahiran atau Maulid Nabi Muhammad SAW.



Prosesi Ampyang Maulid saat itu sangat sederhana, Ampyang oleh masing-masing kelompok baik dari kelompok dukuh-dukuh. maupun sekelompok orang untuk di bawa ke Masjid di taruh di depan Masjid  Wali  Loram  Kulon,  pada waktu itu belum di rehab, karena banyaknya  peserta  Ampyang,  tempatnya tidak muat hingga melebar sampai ke depan Gapura. Pada saat itu Kepala Desa Loram Kulon beserta perangkat Desa Loram Kulon dan Kepala Desa Loram Wetan beserta Perangkat Desa LoramWetan masing-masing membawa manganan (shodaqoh) di taruh dalam Ampyang dan di bawa ke Masjid dengan berpakaian seragam kebesaran pejabat Desa. Semua Perangkat Desa baik Loram Kulon maupun Loram Wetan di haruskan mengikuti acara Ampyang Maulid dan tidak boleh di wakilkan.



Kepala Desa Loram Kulon beserta Perangkatnya masuk lewat pintu Gapura sebelah selatan dan duduk di Masjid sebelah selatan, sedangkan Kepala Desa Loram Wetan beserta Perangkatnya masuk pintu Gapura sebelah utara dan duduk di Masjid sebelah utara. Setelah semuanya masuk Masjid maka Acara dimulai dengan Do'a bersama ( ngalap berkah ) yang di pimpin oleh Imam Masjid, dan diakhiri dengan makan shodaqoh bersama setelah itu Ampyang di bawa pulang kembali.



Ampyang Maulid sendiri memiliki berbagai fungsi sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah, sebagai sarana untuk menumbuhkan rasa cinta kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai media dakwah Islam, dan sebagai sarana jalinan sosial antar masyarakat.






Sumber : Buku Festival Ampyang Maulid ed.II 2010 Reportase bersama Bapak H. Qodir, Kadus III desa Loram Kulon oleh Ulyadari Tim ISK
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger