Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Nikah Sirri: Definisi

Nikah Sirri: Definisi

Nikah adalah peristiwa penting dalam kehidupan seseorang. Sesuatu yang sebelumya haram bagi dia, berubah menjadi halal dengan sarana pernikahan. Implikasi pernikahan pun besar, luas dan beragam. Pernikahan adalah sarana awal mewujudkan sebuah tatanan masyarakat. Jika unit-unit keluarga baik dan berkualitas, maka bisa dipastikan bangunan masyarakat yang diwujudkan akan kokoh dan baik. Oleh karena itu, Nabi SAW mengajarkan umatnya untuk menikah:


 حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْأَزْهَرِ حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ مَيْمُونٍ عَنِ الْقَاسِمِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النِّكَاحُ مِنْ سُنَّتِي فَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي وَتَزَوَّجُوا فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْأُمَمَ وَمَنْ كَانَ ذَا طَوْلٍ فَلْيَنْكِحْ وَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَعَلَيْهِ بِالصِّيَامِ فَإِنَّ الصَّوْمَ لَهُ وِجَاءٌ


Karena sifatnya yang menjangkau kehidupan luas di luar keluarga, pernikahan memiliki makna sangat strategis dalam kehidupan sebuah bangsa. Dalam konteks ini, pemerintah menjadi berkepentingan untuk mengatur institusi pernikahan, agar tatanan masyarakat yang teratur dan tentram bisa diwujudkan. Undang-Undang no. 1 tahun 1974 adalah bentuk kongkret pengaturan pemerintah soal pernikahan.


Dalam pasal 2 ayat 2 Undang-Undang I ini tertulis: “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundangan-undangan yang berlaku”. Ketentuan ini lebih lanjut diperjelas dalam Bab 11 Peraturan Pemerintah (PP) no. 9 tahun 1975 yang intinya: sebuah pernikahan baru diangap memiliki kekuatan hukum di hadapan undang-undang jika dilaksanakan menurut aturan agama dan telah dicatatkan oleh pegawa pencatat pernikahan yang ditentukan undang-undang. Aturan inilah yang akhirnya menimbulkan istilah yang disebut: nikah sirri.


Nikah sirri menurut hukum Islam – berdasarkan penelusuran dalil secara tekstual - adalah sah apabila memenuhi rukun dan semua syarat sahnya nikah meskipun tidak dicatatkan. Karena syariat Islam dalam Al-Quran maupun Sunnah tidak mengatur secara konkrit tentang adanya pencatatan perkawinan. Sedangkan menurut hukum positif, nikah sirri ini tidak sah karena tidak memenuhi salah satu syarat sah perkawinan yaitu pencatatan perkawinan kepada Pejabat Pencatat Nikah. Tanpa adanya pencatatan, maka pernikahan itu tidak mempunyai akta otentik yang berupa buku nikah.


Ibnu Taimiyah dalam kitabnya, Ahkamu al-Zawaj, menyatakan bahwa nikah sirri adalah apabila laki-laki menikahi perempuan tanpa wali dan saksi-saksi, serta merahasiakan pernikahan sehingga langsung dapat sisimpulkan, bahwa pernikahan ini bathil menurut jumhur ulama. 

Wahbah Zuhaili menyatakan bahwa nikah sirri –seperti yang didefinisikan dalam fiqh- yakni nikah yang dirahasiakan dan hanya diketahui oleh pihak yang terkait dengan akad. Pada akad ini dua saksi, wali dan kedua mempelai diminta untuk merahasiakan pernikahan itu, dan tidak seorangpun dari mereka diperbolehkan menceritakan akad tersebut kepada orang lain


Dalam konteks masyarakat Indonesia, sebenarnya nikah sirri mempunyi beberapa devinisi, diantaranya adalah:


1. Pernikahan yang dipandang sah dari segi agama (Islam), namun tidak didaftarkan ke KUA (selaku lembaga perwakilan negara dalam bidang pernikahan).


2. Pernikahan yang dilakukan tanpa kehadiran wali dari pihak perempuan (catatan: laki-laki memerlukan wali pada saat pernikahan).


3. Pernikahan yang sah dilakukan baik oleh agama maupun secara negara (juga tercatat di KUA), namun tidak disebarluaskan (tidak diadakan walimah/resepsi).


Nikah sirri yang dimaksud dalam pembahasan ini bukanlah seperti yang dinyatakan Ibn Taimiyah atau Wahbah Zuhaili, akan tetapi merupakan praktik pernikahan yang banyak dilakukan oleh masyarakat Muslim Indonesia yaitu pernikahan yang namun tidak didaftarkan ke KUA (selaku lembaga perwakilan negara dalam bidang pernikahan). 

Nikah Sirri dalam satu sisi mengandung beberapa kemudharatan, tetapi dalam sisi lain banyak dipraktikkan oleh kalangan Muslim Indonesia dengan segala variannya. Pada titik inilah maka nikah sirri perlu dikaji secara komprehensif, tidak semata-mata dengan pendekatan tekstual-normatif tetapi perlu dipertimbangkan aspek-aspek kultural-sosiologisnya.


Ust. Hakam Ahmed Elchudri (PISS-KTB)
Adv 1
Share this article :

+ comments + 1 comments

Anonim
19 Oktober 2022 pukul 14.48

beri ibarot

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger