Entah telah direncanakan para proklamator kemerdekaan atau kebetulan saja,
penetapan hari kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus, sama persis dengan angka
yang terdapat dalam pondasi pokok ajaran Islam, yakni shalat lima waktu, yang
jika dihitung akan ditemui sejumlah 17 rakaat per harinya.
Sudah sepantasnya sebagai warga Indonesia yang muslim, untuk selalu
bersyukur atas kemerdekaan dan penetapan tanggal proklamasi kemerdekaan
tersebut, dengan menjaga dan melestarikannya baik-baik agar setiap warga
benar-benar merasa merdeka dalam ruang geraknya. Dengan kata lain, tidak ada
tekanan di sana-sini atau gangguan, bahkan penangkapan-penangkapan yang tidak
jelas sebab-sebabnya.
Terlepas dari itu semua, sebagai bangsa Indonesia, sudah semestinya kita
juga merasa bangga sebagai warga Indonesia. Meskipun berada di negara
berideologi pancasila (bukan Islam)
tapi mempunyai dasar negara yang sama sekali tidak bertentangan dengan Islam,
bahkan jika dicermati dasar negara tersebut sudah cukup bisa untuk mewakili
pemahaman rukun Islam yang lima. Untuk bisa membuktikan hal tersebut, bisa
dilakukan perbandingan satu persatu dari lima prinsip dasar negara yang ter-cover
dalam Pancasila dengan lima rukun Islam.
Pancasila yang diambil dari bahasa sansekerta yang berarti lima prinsip, telah
ditetapkan sebagai dasar Negara Indonesia sejak Indonesia merdeka. Lima prinsip
tersebut sangatlah luas arti dan pemahamannya. Jika dicermati dengan seksama,
akan tampak jelas bahwa pancasila bisa dikatakan sebagai dasar negara yang
Islami, hanya istilahnya lebih terkesan umum.
Demikian itu, bisa jadi sang peletak lima prinsip tadi bermaksud supaya Negara
Indonesia bisa dihuni oleh siapapun orangnya dengan berbagai agama, sekte, ras,
dan etnis. Di bawah kekuasaan seorang muslim dengan kekuasaan yang bisa
menaungi dan menjaga ketenteraman warganya yang multi agama, ras, dan etnis.
Untuk lebih jelasnya, kita coba memahami bersama masing-masing prinsip dalam
pancasila tersebut dengan sedikit mencoba mengomparasikannya dengan rukun Islam
yang lima.
Sila pertama, Belief in the one and only God (Ketuhanan yang Maha Esa).
Artinya, bangsa Indonesia mempunyai keyakinan terhadap Tuhan yang Maha Esa.
Sila pertama ini sejalan dengan rukun pertama dalam Islam, yaitu dua kalimat
syahadat, Asyhadu an la ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadan rasulullah.
Hanya saja dalam pancasila tidak ada pernyataan nabi atau rasul tertentu yang
harus diyakini kebenarannya dan diikuti ajarannya.
Demikian itu, tentunya bisa dimaklumi oleh semua karena Indonesia bukanlah
”Negara Islam” dan agar mereka yang masih mengakui adanya Tuhan yang Esa, atau
minimal masih mengakui keberadaan Tuhan, bisa juga merasa memiliki sebagai
warga Negara Indonesia. Di sebagian ”Ahl al Kitab” (Nasrani dan Yahudi), ada
sekte yang masih meyakini Tuhan yang Esa, yang mungkin berdomisili atau bahkan
berkewarganegaraan Indonesia asli.
Dilihat dari urutannya, secara tidak langsung, sila pertama tersebut bisa
dipahami bahwa Negara Indonesia mengajari dan mendidik bangsanya agar urusan
yang berkaitan dengan ketuhanan, yakni akidah, lebih diprioritaskan dari pada
urusan-urusan lainnya. Siapapun orangnya jika mendahulukan urusan akidah
(keyakinan) dari pada lainnya, maka urusan-urusan yang lain akan bisa
terselesaikan dengan mudah.
Ust. Anas Masudi Lc.
Posting Komentar