إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ
قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ
سُجَّدًا(107)وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا
لَمَفْعُولًا(108)وَيَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ
خُشُوعًا(109
Sesungguhnya orang-orang yang diberi
pengetahuan sebellumnya apabila Al Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka
menyugkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: Maha suci tuhan
kami pasti dipenuhi dan mereka meniarap atas dahinya serta menangis, dan (Al
Qur’an) menambah khusyu’ mereka.
Menangis yang bernialai ibadah adalah
menangis yang melibatkan semua unsur manusia yaitu akal fikiran yang diisi
dengan ilmu; qalbu yang diisi dengan keimanan; dan seluruh anggota badan
termasuk kepala dengan sujudnya; lisan dengan membaca istighfar, tasbih, tahmid
dan ungkapan dzikir lainnya. Dan tidak kalah pentingnya bahwa tetesan air mata
yang membanjiri wajah hingga membasahi tempat sujud akan menjadi saksi nanti di
akhirat.
Ada seseorang yang merasa cukup dengan
menangis dalam hati saja dan menganggap bahwa menangis dengan meneteskan air
mata tidak lagi diperlukan, dengan alasan bahwa sikap cengeng itu tidaklah
baik. Sikap seperti ini tidak keliru bila diterapkan pada situasi sedang
menghadapi musuh Allah yang menuntut semua hamba untuk berjiwa besar dan
menjaga wibawa kaum muslimin demi terpeliharanya kemuliaan Islam .
Akan tetapi lain halnya ketika kita sedang
berhadapan dengan Yang Mulia dan Maha Perkasa. Semua hamba harus menunjukkan
kerendahan dirinya dengan penuh kesadaran sebagai hamba yang hina tak berdaya
yang menyadari akan banyaknya dosa dan sering lalai akan perintah yang turun
dari Dzat Yang Maha Bijaksana, dan pada saat yang sama kita harus menyadari
bahwa kita tidak lama lagi akan disidang didepan Pengadilan Yang Mahatinggi.
Untuk meningkatkan kesadaran ini sangat diperlukan untuk selalu ingat akan kehidupan para nabi dan shalihin. Karena mereka adalah orang pinter dan cerdas dalam memahami kehidupan ummat, dan mereka juga adalah pejuang yang tidak pernah mengenal takut kepada siapapun. Namun demikian, mereka adalah sangat cengeng ketika sedang merintih kepada Yang Mahaadil dan menghadap kepada Yang Mahakuasa.
Demikian Allah menjelaskan dalam firman-Nya:
إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ ءَايَاتُ الرَّحْمَنِ
خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا(58)
Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat
Yang Maha Pengasih mereka meniarap sujud dan menangis Ayat diatas menjelaskan
sifat-sifat para Nabi dan para pengikutnya dengan kata sujjadan (ahli sujud)
dan bukiyyan (ahli menangis).
Kata bukiyyan adalah shighah mubalaghah
(bentuk kata yang mempunyai makna sangat) dari kata bakiina yang merupakan kata
sifat bagi orang-orang yang suka menangis. Hal ini menggambarkan bahwa tangisan
tersebut melebihi dari tangisan yang biasa terjadi pada masayarakat umum yang
disebabkan urusan dunia.
Posting Komentar