Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Kontradiksi Pemikiran Al-Utsaimin (Tokoh Wahhabi Saudi) Dalam Memahami Masalah Bid'ah

Kontradiksi Pemikiran Al-Utsaimin (Tokoh Wahhabi Saudi) Dalam Memahami Masalah Bid'ah

Di antara tokoh Wahhabi Saudi adalah Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Seperti halnya tokoh-tokoh Wahhabi yang lain semisal Ibn Baz dan al-Albani , al-Utsaimin berupaya dengan sekuat tenaga dan mengerahkan seluruh energi untuk meyakinkan para pengikutnya, para pengagumnya, dan para pemujanya bahwa semua bid'ah itu pasti `sesat', dan yang namanya `sesat' pasti masuk `neraka'. Hal ini dapat dilihat dengan memperhatikan pernyataan al-Utsaimin yang begitu muluk-muluk dalam risalah kecil tentang bid'ah yang ditulisnya berjudul al-Ibda'fi Kamal Syar'i wa Khathar al-Ibtida' (kreasi tentang kesempurnaan syara' dan bahayanya bid'ah), berikut ini:"Hadits semua bid'ah adalah sesat, bersifat global, umum, menyeluruh (tanpa terkecuali) dan dipagari dengan kata yang menunjuk pada arti menyeluruh dan umum yang paling kuat yaitu kata-kata (seluruh)". Apakah setelah ketetapan menyeluruh ini,kita dibenarkan membagi bid'ah wenjadi tiga bagian,atau menjadi lima bagian? Selamanya, ini tidak akan pernah benar." (Muhammad bin Shalih Utsaimin dalam al-Ibda' fi Kamal al-Syar'i wa Khathar al-Ibtida', hal. 13).

Lihatlah Pernyataan al-Utsaimin tersebut di atas memberikan pengertian bahwa hadits semua bid'ah adalah sesat, bersifat general, umum dan menyeluruh terhadap seluruh jenis bid'ah, tanpa terkecuali, sehingga tidak ada satu pun bid'ah yang boleh disebut bid'ah hasanah, apalagi disebut bid'ah mandubah yang mendatangkan pahala bagi pelakunya. Oleh karena itu, membagi bid'ah pada tiga bagian atau lima bagian, menurutnya tidak akan pernah dibenarkan, dan bid'ah tetap selalu 'sesat' dan masuk `neraka'. Begitulah menurut dia dan diikuti oleh sejumlah pengikut Wahhabi di dunia.Tetapi anehnya tesis ini sulit dipertahankan secara ilmiah oleh Al-`Utsaimin sendiri.

Di samping tesis tersebut hanya sebagai bukti kesempitan cara berfikirnya dan menyalahi metodologi berfikir parasahabat, ulama salaf dan ahli hadits, tesis di atas justru bertentangan dengan pernyataan al-Utsaimin sendiri di bagian lain dalam bukunya, yang membagi bid'ah menjadi beberapa bagian sesuai dengan pendapat mayoritas ulama. Misalnya ia menyatakan, "Hukum asal perbuatan baru dalam urusan-urusan dunia adalah halal. Jadi, bid'ah dalam urusan-urusan dunia itu halal, kecuali ada dalil yang menunjukkan keharamannya. Tetapi hukum asal perbuatan baru dalam urusan-urusan agama adalah dilarang. Jadi,berbuat bid'ah dalam urusan-urusan agama adalah haram dan bid'ah, kecuali ada dalil dari al-Kitab dan Sunnah yang menunjukkan keberlakuannva." (Al-Utsaimin, Syarh al-Aqidah al Wasithiyyah, hal.639-640).

Tentu saja penyataan Utsaimin ini membatalkan tesis sebelumnya, bahwa semua bid'ah secara keseluruhan itu sesat, dan sesat itu tempatnya di neraka. Namun kemudian, di sini al-Utsaimin membatalkannya dengan menyatakan bahwa bid'ah dalam urusan dunia, halal semua, kecuali ada dalil yang melarangnya. Bid'ah dalam urusan agama haram dan bid'ah semua, kecuali ada dalil yang membenarkannya. Dengan klasifikasi bid'ah menjadi dua (versi al-Utsaimin), yaitu bid'ah dalam hal dunia dan bid'ah dalam hal agama, dan memberi pengecualian dalam masing-masing bagian, menjadi bukti bahwa al-Utsaimin tidak konsisten dengan penyataan awalnya (tidak ada pembagian dalam bid'ah). Selain itu, pembagian bid'ah menjadi dua versi ini, tidak memiliki dasar yang dapat dipertanggungjawabkan, dan hanya retorika Wahhabisme saja dalam mencari mangsauntuk menjadi pengikutnya. 

Dalam bagian lain, al-Utsaimin juga menyatakan:"Di antara kaedah yang ditetapkan adalah bahwa perantara itu mengikuti hukum tujuannya. Jadi perantara tujuan yang disyariatkan, juga disyariatkan. Perantara tujuan yang tidak disyariatkan, juga tidak disyariatkan. Bahkan perantara tujuan yang diharamkan jugadiharamkan. Karena itu, pembangunan madrasah-madrasah, penyusunan ilmu pengetahuan dan kitab-kitab, meskipun bid'ah yang belum pernah ada pada masa Rasulullah dalam bentuk seperti ini, namun ia bukan tujuan, melainkan hanya perantara, sedangkan hukum perantara mengikuti hukum tujuannya. Oleh karena itu, bila seseorang membangun madrasah untuk mengajarkan ilmu yang diharamkan, maka membangunnya dihukumi haram. Bila ia membangun madrasah untuk mengajarkan syariat, maka membangunnya disyariatkan." (Al-Utsaimin, al-Ibda' fi Kamal Syar'iwa Khathar al-Ibtida', hal. 18-1 9).

Dalam pernyataan ini Al-Utsaimin juga membatalkan tesis yang diambil sebelumnya. Pada awalnya dia mengatakan, bahwa semua bid'ah secara keseluruhan, tanpa terkecuali adalah sesat, dan sesat tempatnya di neraka, dan tidak akan pemah benar membagi bid'ah menjadi tiga apalagi menjadi lima. Kini, al-Utsaimin telah menyatakan, bahwa membangun madrasah, menyusun ilmu dan mengarang kitab itu bid'ah yang belum pernah adapada masa Rasulullah namun hal ini bid'ah yang belum tentu sesat, belum tentu ke neraka, bahkan hukum bid'ah dalam soal ini terbagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan hukum tujuannya. Begitulah, al-'Utsaimin yang sangat dikagumi oleh Wahhabi akhirnya jatuh ke dalam lumpur tanaqudh (kontradiksi). 

Pada awalnya dia mengeluarkan tesis bahwa semua bid'ah itu sesat, tanpa terkecuali. Namun kemudian, dalam buku yang sama, ia tidak dapat mengelak dari realita yang ada, sehingga membagi bid'ah menjadi beberapabagian sebagaimana pandangan mayoritas ulama. Para ulama menyatakan:"Orang yang memiliki ajaran batil pasti kontradiksi dengan dirinya sendiri.Karena Allah SWT telah berfirman: "Kalau kiranya al-Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak didalamnya." (QS. al-Nisa' 82).

Andaikan, para tokoh Wahhabi selain Al-Utsaimin seperti Ibn Baz dan al‑Albani dan Ar-Rabi' yang dikagumi oleh Wahhabiyun mau rendah hati dan mengikuti para ulama besar seperti al-Imam al-Syafi'i, al-Khaththabi, Ibn Abdil Barr, al-Nawawi, Izzuddin bin Abdis Salam, al-Hafizh Ibn Hajar dan lain-lain, tentu mereka tidak akan jatuh dalam lumpur tanaqudh dan tahrif. Demikianlah kontradiksi dari pendapat Syaikh pujaan wahhabi, Al-Utsaimin, mengenai bid’ah yang semoga menjadi pelajaran bagi kita untuk tidak mengikuti jalan yang ditempuh oleh Syaikh Al-Utsaimin dan Syaikh-syaikh wahhabiyyun lainnya.Wallahu a'lam bishshowab.


Ust. Dafid Fuadi
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger