Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » , » Enam Syarat Puasa Khusus Menurut Imam al Ghazali

Enam Syarat Puasa Khusus Menurut Imam al Ghazali

Menurut  Imam AI-Ghazali, sebagaimana terungkap dalam kitab Ihya 'Ulumiddin, orang yang berpuasa khusus harus memenuhi enam syarat.


Pertama, tidak melihat segala yang dibenci Allah SWT atau yang dapat membimbangkan dan melalaikan hati dari mengingat Allah SWT. 

Sabda Rasulullah SAW (yang artinya), "Pandangan adalah salah satu panah beracun milik setan yang terkutuk. Barang siapa menjaga pandangannya karena takut kepada-Nya semata, niscaya Allah SWT akan memberinya keimanan yang manis yang diperolehnya dari dalam hati." (HR Al-Hakim).



Sementara itu Jabir meriwayatkan dari Anas, Rasulullah SAW bersabda, (yang artinya) "Ada lima hal yang membatalkan puasa: berdusta, mengumpat, menyebar isu (fitnah), bersumpah palsu, dan memandang dengan penuh nafsu."



Kedua, menjaga lisan dari perkataan siasia, seperti dusta, mengumpat, memfitnah, berkata keji dan kasar, serta mengatakan sesuatu yang mengandung permusuhan. Semua itu seyogianya diganti dengan lebih banyak berdiam diri, memperbanyak dzikir, dan membaca AI-Quran.



Rasulullah SAW bahkan menyatakan, puasa merupakan perisai. "Maka barangsiapa sedang berpuasa, jangan berkata keji. Jika ada orang yang menyerang atau me makimu, katakanlah: Aku sedang berpuasa, aku sedang berpuasa." (HR Bukhari-Muslim)



Ketiga, menjaga pendengaran dari segala sesuatu yang tercela. 

Sebab, segala sesuatu yang dilarang diucapkan juga dilarang diriengarkan. Dalam hukum Allah SWT, mendengar yang haram sama dengan memakan yang haram. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT, (yang artinya) "Mereka gemar mendengar kebohongan dan memakan yang tidak halal." (QS Al-Maidah: 42).



Karena itu, mereka yang ingin puasanya bernilai khusus, sebaiknya berdiam diri dan menjauhkan diri dari omongan yang sia-sia. Perhatikan firman Allah SWT, (yang artinya) "Jika engkau tetap duduk bersama mereka, sungguh engkau pun seperti mereka...." (QS An-Nisa': 140). Ini diperkuat oleh hadits Rasulullah SAW, "Yang mengumpat dan pendengarnya, berserikat dalam dosa." (HR At-Tirmidzi).



Keempat, menjaga kesucian semua anggota tubuh dari yang syubhat (diragukan halalnya), apalagi yang haram. 

Perut, misalnya, harus dijaga dari makanan yang syubhat. Puasa jadi tidak berarti sama sekali jika dilakukan dengan menahan diri dari makan makanan halal tapi berbuka dengan makanan haram.



RasulullahSAW bersabda, (yang artinya) "Betapa banyak orang berpuasa yang tidak mendapatkan sesuatu kecuali lapar dan dahaga." (HR an-Nasa'i dan Ibnu Majah).



Kelima, menghindari makan secara berlebihan. 

Dalam kamus kaum sufi, tidak ada wadah yang lebih dibenci Allah SWT selain perut yang dijejali makanan halal. Di antara manfaat puasa ialah mengalahkan setan dan mengendalikan hawa nafsu. Bagaimana mungkin bisa mengalahkan setan jika ketika berbuka puasa menjejali perut secara berlebihan?



Hakikat puasa ialah memperlemah tenaga yang dipergunakan setan untuk mengajak manusia melakukan kejahatan. Karena itu, meskipun makan di malam-malam bulan Ramadhan itu halal, kaum sufi atau kaum khawash lebih mengutamakan mengurangi porsi makan malam di bulan Ramadhan. Bahkan mereka juga mengurangi tidur di siang hari, dengan harapan dapat merasakan semakin melemahnya kekuatan jasmani, yang akan mengantarkannya pada penyucian jiwa.



Keenam, berusaha mendekati Allah SWT dengan rasa takut, penuh pengharapan. 

Setelah berbuka puasa, seyogianya hati "terayun-ayun" antara khauf (takut) dan raja' (harap). Sebab, tak seorang pun yang mengetahui, apakah puasanya diterima atau tidak. Bahkan pemikiran seperti itu tidak hanya berlaku untuk ibadah puasa, seharusnya juga berlaku setiap kali selesai menunaikan suatu ibadah.



Suatu ketika melintaslah sekelompok orang sambil tertawa terbahak-bahak. Melihat hal itu, Imam Hasan Al-Bashri berkata, "Allah SWT telah menjadikan Ramadhan sebagai bulan perlombaan, ketika seluruh hamba-Nya berlomba beribadah. Beberapa di antara mereka sampai ke titik final lebih dahulu dan menang, sementara yang lain tertinggal dan kalah. Sungguh menakjubkan ada orang yang masih bisa tertawa terbahak-bahak dan bermain di antara keadaan ketika yang beruntung memperoleh kemenangan dan yang merugi memperoleh kesia-siaan. Demi Allah, bila pintu-pintu telah tertutup, mereka yang berbuat baik akan dipenuhi pahala, dan yang berbuat cela dipenuhi kejahatan yang diperbuatnya. Ketika itulah orang yang puasanya diterima akan bersuka ria, sementara yang ditolak akan tertutup kesempatan untuk bergelak tawa."



Suatu hari seseorang berkata kepada AI-Ahnaf bin Qais, sufi termasyhur, "Engkau sudah tua. Berpuasa akan melemahkan tubuhmu."



Tapi, Al-Ahnaf menjawab, "Dengan berpuasa, sebenarnya aku sedang mempersiapkan diri untuk perjalanan panjang. Bersabar mentaati Allah SWT tentu lebih mudah daripada menanggung siksa-Nya.”




Habib Sholeh al Idrus
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger